Revitalisasi
Pendidikan
Maswan ; Dosen di FTIK UNISNU Jepara,
Sedang menempuh program Doktor Manajemen Pendidikan pada PPs
Unnes Semarang
|
REPUBLIKA,
21 Februari 2014
Pembicaraan pergantian kurikulum pendidikan dari Kurikulum 2004
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan-KTSP) menjadi Kurikulum 2013, memunculkan
pertanyaan apakah guru melaksanakan dan mengimplementasikan secara
profesional. Perubahan kurikulum sejak Indonesia merdeka sampai sekarang
sudah terhitung yang ke-11 kali, merupakan kebijakan dari menteri, yaitu
mengikuti pola yang sama, mengalir dari atas ke bawah.
Konsep kurikulum dari menteri sampai pada guru, sosialisasinya
memerlukan proses panjang dan berjenjang sehingga mengalami reduksi pesan
yang luar biasa. Mengapa reduksi? Karena kesalahan rantai komunisai dari para
Tim Sosialisasi yang berjenjang dan pesan-pesan konsep ideal yang diterima
guru di akar rumput (sekolah) tidak utuh. Konsep kerangka berpikir manajemen
pendidikan seperti ini, jelas bertentangan dengan hakikat ilmu pendidikan.
Artinya, pendidikan merupakan suatu proses yang
diimplementasikan berdasar dari kompetensi individu siswa. Kompetensi siswa
dibangun dalam satu ruang kelas yang berjenjang, memunculkan output. Target
tujuan pendidikan sudah tergambar secara hierakis dari tujuan kurikuler, ke
tujuan institusional ke atas sampai tujuan pendidikan nasional dan tujuan
nasional (terbentuklah manusia utuh).
Perubahan kurikulum seharusnya dilakukan melalui mekanisme dari
konsep-konsep guru di lapangan. Problematik yang ditemukan di ruang kelas tentang
kompetensi dan kebutuhan siswa, diangkat untuk dijadikan landasan perubahan. Rumusan
konsep dari semua guru yang ada di sekolah itulah yang dijadikan input, untuk
disampaikan ke menteri untuk digodok sebagai konsep perubahan.
Karena selama ini, setiap kali perubahan kurikulum `guru-guru
yang seharusnya menjalankan kurikulum dan mengaplikasikan pembelajaran di
hadapan siswa di kelas, ternyata hampir sebagian besar tidak memahami konsep
kurikulum yang disodorkan oleh pemerintah (Kemendikdud). Oleh sebab itu,
kegagalan suatu konsep kurikulum terletak pada implementasi guru di lapangan.
Tidak mengherankan apabila berbagai kegagalan di dalam penyempurnaan
kurikulum dipersalahkan atau terletak pada tanggung jawab para guru.
Penyiapan guru profesional
Lantas bagaimana untuk mengatasi carut-marutnya pendidikan kita
ini? Tidak ada jalan lain, kecuali merevitalisasi pengelolaan pendidikan
nasional, terutama penyediaan tenaga pendidikan yang bermutu. Langkah
strategis yang dapat dilakukan, antara lain:
Pertama; menyejahterakan guru dari semua jenjang. Guru harus
dibayar dan di gaji melebihi pegawai-pegawai yang ada di Indonesia. Semua
guru, mulai guru TK/PAUD sampai dosen di Perguruan Tinggi harus lebih unggul
dan kaya dibandingkan dengan para wali murid. Dengan kondisi seperti ini,
guru mampu mengendalikan dan juga dapat memberi pembinaan kepada para siswa
dan wali murid dengan penuh kewibawaan.
Kedua; konsep peningkatan mutu guru (guru profesional)
dimantapkan.
Artinya, setelah guru disejahterakan dan sudah tercukupi
kebutuahnnya, maka guru-guru yang sudah ada di setiap lembaga pendidikan
terus diberi pembinaan dengan berbagai pelatihan. Dalam rangka peningkatan
mutu guru, maka pembinaannya dilakukan oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
(LPMP). Pembinaan lewat pelatihan kepada guru harus ditangani dengan
sungguh-sungguh dan merata. Dalam hal ini, LPMP diperlebar wadahnya. Tidak
hanya tingkat provinsi, tetapi di setiap kabupaten dan jika perlu di tingkat
kecamatan ada LPMP yang dikelola oleh pemerintah. Tenaga di setiap LPMP harus
benar-benar orang yang mempunyai kompetensi dalam bidangnya.
Ketiga; rekrutmen guru dilakukan secara ketat dan dipilih yang cerdas,
kreatif, dan berkepribadian. Untuk memperoleh guru yang profesional seperti
yang diinginkan, tentu harus disiapkan oleh perguruan tinggi yang mencetak
guru.
Oleh sebab itu, untuk antisipasi ke depan, semua lembaga
pencetak tenaga kependidikan (LPTK) di perguruan tinggi, dalam merekrut calon
mahasiswa, harus diseleksi. Yang diterima sebagai mahasiswa calon guru adalah
mereka yang mempuyai kecerdasan tinggi, kreatif, dan berkepribadian yang
baik.
Dengan disiapkan calon guru yang cerdas, kreatif, dan
berkepribadian baik, maka harapan besar penanganan pendidikan dapat lebih
baik. Dan perubahan kurikulum yang diakukan seperti Kurikulum 2013 ini pasti
dapat berjalan, jika guru-gurunya cerdas dan kreatif.
Jika guru tidak dapat mengaplikasikan amanat perubahan kurikulum
tersebut, maka negeri ini tetap berjalan sesuai dengan proses alam yang
sekarang ini berjalan; nilai moral-etika tercabik-cabik, Pancasila yang
notabene sebagai dasar tuntunan kehidupan berbangsa dan bernegara hanyalah
sebuah jargon yang hanya sekadar dihafal. Kearifan budaya nasional dan budaya
lokal terhempas dari pribadi penguasa dan rakyat semesta. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar