Rabu, 25 Desember 2013

Belajar Melihat

Belajar Melihat
Rhenald Kasali  ;   Guru Besar FEUI; Pendiri Rumah Perubahan
JAWA POS,  24 Desember 2013

  

Salah satu pelajaran yang paling saya gemari sewaktu mengikuti program doktoral di Amerika Serikat adalah ini: ''belajar'' melihat. Pembimbing saya, Prof Clark McPhail, seorang ahli kerumunan, memperlihatkan betapa banyak orang ''yang punya mata namun tak melihat''.

Persis syair lagu Bimbo yang biasa diputar dalam bulan Ramadan. Atau, lebih lengkapnya, ''punya telinga tak mendengar, punya harta tak bersedekah''.

Nah, katanya, akhir tahun adalah saat yang tepat untuk ''belajar'' kembali, mengasah pancaindra, khusus untuk melihat hal-hal yang tidak terlihat.

Pertanyaannya, kalau semua yang kasatmata itu terlihat jelas, mengapa hanya orang-orang tertentu yang bisa mengambil kesempatan?

Akhir Tahun 

Selain menikmati bonus dari kerja keras sepanjang tahun dan memilih liburan, sikap manusia akhir tahun sangat dibentuk oleh persepsinya terhadap keadaan pada tahun berikutnya. Membaca tanda-tanda itu bisa mengasah intuisi karena bisa jadi apa yang Anda ''lihat'' sangat berbeda dengan yang Anda dengar dari media massa dan ucapan-ucapan orang lain atau bahkan persepsi umum yang beredar.

Bahkan, nilai bonus yang diberikan perusahaan pada akhir tahun sebenarnya tidak lepas dari persepsi para eksekutif puncak terhadap keadaan pada tahun berikutnya.

Pada akhir tahun itu pulalah kita memiliki waktu yang cukup untuk berkontemplasi, mengosongkan segala pikiran sekaligus menjauhkan diri dari kompetisi kehidupan. Pada saat itulah muncul kejernihan-kejernihan yang terbebas dari perasaan-perasaan negatif seperti tertindas, tertinggal, terganggu, atau terancam.

Coba masuklah dalam sebuah kerumunan dan bangun kesadaran penuh untuk ''membaca'' manusia dengan segala keunikannya. Ini berbeda benar dengan saat Anda berada di dalamnya untuk ''berebut'' sepotong kesempatan (untuk masuk, membeli tiket, atau mengambil sesuatu). Apakah itu di bandara, stasiun kereta api, mal belanja, atau rumah ibadah.

Dengan ''membaca'' dalam kejernihan, Anda bisa mendapat refleksi-refleksi diri tentang Anda sendiri dan perilaku manusia. Anda akan lebih sensitif dan cepat membaca mana ketulusan, rayuan, kepalsuan, kegetiran, dan amarah. Anda juga dengan cepat bisa membaca bagaimana pencopet beroperasi, siapa saja yang sudah terhipnosis, pemeras yang berhasil mendapat mangsa, dan orang tua yang lalai terhadap anak-anaknya.

Membaca Kesempatan 

Anda mungkin masih ingat video yang banyak beredar 2 tahun lalu, tentang seorang balita yang sedang berjalan dan terlindas minivan. Dalam keadaan berdarah-darah, tidak seorang pun menolongnya. Bahkan sebuah pikap berikutnya ikut menggilas pada babak berikutnya.

Saya menghitung semua ada 14 orang yang melintas, termasuk seorang ibu beserta anak perempuannya dan beberapa pejalan kaki serta pengemudi sepeda motor yang lewat di sekitar Yua-Yue yang terpuruk itu. Video dari CCTV tersebut langsung beredar luas dan membuat banyak orang bersedih. Yua-Yue tewas beberapa hari kemudian.

Karena menjadi berita besar, pihak kepolisian baru ''melihat'' kejadian itu sebagai peristiwa yang sangat serius bagi masa depan peradaban Tiongkok. Empat belas orang yang berlalu itu pun diinterogasi. Publik pun amat terkejut mendengar jawaban mereka: ''Kami (saya) tidak melihat.''

Saya sendiri melihat video itu berkali-kali dan sering saya gunakan untuk mengajar mahasiswa saya (juga para eksekutif) cara ''melihat''. Melihat apa? Anda benar! Ini adalah belajar melihat kesempatan.

Bukankah setiap hari kita dikelilingi jutaan kesempatan untuk berbuat baik, menolong sesama, berbagi, dan kesempatan untuk masuk ke dalam surga? Tetapi, dengan berbagai alasan, kita pun menghindarinya.

Saya pikir, inilah sebabnya banyak orang yang gemar berbagi, hidupnya lebih berbahagia. Mereka tidak hanya pandai ''melihat'' kesempatan-kesempatan surgawi, melainkan juga kesempatan-kesempatan ekonomi. Sederhana saja, semua kesempatan ekonomi itu selalu berawal dari kesulitan atau musibah yang diderita manusia atau orang lain.

Orang yang berbibir kering memberikan kesempatan pengusaha membuat lip balm, kulit kering memberikan indikasi peluang menciptakan pelembap kulit, listrik sering mati adalah peluang untuk membangun pembangkit listrik skala besar, musibah lalu lintas adalah rezeki surat kabar, musibah korupsi adalah rezeki televisi, dan seterusnya.

Lantas, mengapa banyak orang yang tidak mampu ''melihat'' semua musibah atau masalah itu sebagai sebuah ''kesempatan''? Banyak orang yang berdoa sangat khusyuk, tetapi tidak mampu mengulurkan tangan saat tangannya dibutuhkan.

Jawabannya tentu amat beragam. Namun, di antara ribuan jawaban itu, ada lima hal yang membuat mereka gagal melihat: Kurang melatih kepekaan, terlalu fokus dengan tujuan, gemar menyangkal terhadap realitas, arogansi yang sangat berlebihan, dan kurang bergaul keluar sehingga miskin perspektif. Selamat Tahun Baru 2014. Happy holiday...
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar