Perang
Yaman dan Separatisme Selatan
Smith Alhadar ; Penasihat ISMES;
Direktur Eksekutif
Institute for Democracy Education
|
KOMPAS,
05 Februari
2018
Aden, markas pemerintahan Presiden
Abdurabbuh Mansour Hadi yang diakui PBB, dilanda konflik militer. Pada 29
Januari, kelompok bersenjata dukungan Uni Emirat Arab mengudeta pemerintahan
Hadi dukungan Arab Saudi.
Kelompok bersenjata yang
setia pada Dewan Transisi Selatan (STC), gerakan politik yang ingin
memisahkan diri dari Yaman utara yang dikuasai Houthi, memilih jalan militer.
Seminggu sebelumnya, STC pimpinan Aidarous al- Zubaidi menuntut Hadi memecat
Perdana Menteri Ahmed bin Dagher dan membubarkan kabinet kalau ingin pemerintahan
berlanjut. Persis yang dilakukan Houthi tiga tahun lalu.
Perang Yaman pun memasuki
babak baru. Kini kubu Hadi bukan hanya berperang melawan Houthi dukungan Iran
dan loyalis mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, melainkan juga harus
menghadapi STC. Perkembangan ini menyulitkan posisi koalisi Arab pimpinan
Arab Saudi untuk melanjutkan perang di Yaman.
Putra Mahkota Arab Saudi
Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) ingin menjadikan perang Yaman ajang
legitimasi. Ia mengambil risiko besar membawa Arab Saudi berperang di Yaman
demi mengembalikan Hadi ke tampuk
kekuasaan sekaligus menyingkirkan pengaruh Iran.
Posisi Yaman sangat
strategis. Menguasai Yaman sama dengan menguasai Selat Bab el-Mandeb, tempat
lalu lalang puluhan tanker internasional. MBS juga ingin dipandang rakyat
Saudi sebagai mujahid agar posisinya mendapat legitimasi.
Namun, di luar dugaan MBS,
kendati perang telah berlangsung hampir tiga tahun, nyaris tidak ada kemajuan
yang dicapai koalisi. Houthi tetap menguasai sebagian besar wilayah Yaman utara,
termasuk ibu kota Sana’a.
Upaya menyelesaikan perang
bukan tidak ada. April 2016, dengan dukungan koalisi, pihak-pihak bertikai
berunding di Kuwait dengan PBB sebagai mediator. Sayang, perundingan tiga
bulan itu tidak membuahkan hasil.
Terpisah
lama
Yaman utara dan Yaman
selatan telah terpisah lebih dari satu abad ketika Yaman utara dijajah Turki
Usmani dan Yaman selatan di bawah dominasi Inggris. Pada 1967, rakyat di
selatan merdeka dari Inggris dan mendirikan Republik Demokratik Rakyat Yaman dengan
ibu kota Aden.
Yaman Utara lebih dulu
merdeka dari penjajah Turki, tetapi pada 1962 kaum nasionalis memberontak
terhadap kaum royalis. Perang saudara berlangsung enam tahun, berujung pada
kemenangan kaum nasionalis. Mereka mendirikan Republik Arab Yaman dengan ibu
kota Sana’a.
Tahun 1990, kedua Yaman
bersatu. Namun, pada 1994 pihak selatan memberontak meski berhasil dipadamkan
pihak utara.
Dari segi mazhab pun berbeda. Mayoritas
penduduk selatan menganut Sunni mazhab Syafi’i, mayoritas populasi utara
menganut mazhab Syiah Zaidiyah. Kedudukan penting dalam struktur kaum Zaidi
adalah imam keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad
Rasulullah, dalam keagamaan sekaligus politik.
Rintangan lain yang dihadapi koalisi dalam
menaklukkan lawan adalah perselisihan Uni Emirat Arab (UEA) dan Hadi serta
ketidakkompakan koalisi. UEA marah
kepada Hadi yang memecat Gubernur Aden
Mayor Jenderal Aidarous al-Zubaidi dan Perdana Menteri Khaled Mahfoud Bahah,
keduanya loyalis UEA, setelah mengetahui mereka menggerakkan separatisme.
Zubaidi membentuk dan
memimpin STC beranggotakan 303 orang
dengan mengabaikan Hadi, termasuk menolak menyerahkan Bandara Internasional
Aden.
Zubaidi dipromosikan UEA
dengan memberikan uang dan pasukan dengan dugaan UEA ingin mengendalikan
Pulau Socotra yang strategis di Samudra Hindia dan pelabuhan Aden.
Di luar itu, UEA telah
menghabiskan 3 miliar dollar AS untuk pembangunan infrastruktur di selatan
dan beberapa miliar dollar lagi untuk mempersenjatai kelompok separatis selatan.
Ini menunjukkan UEA sedang memperluas pijakan, apalagi UEA berkepentingan
pada keamanan Selat Bab el-Mandeb.
Saudi ketinggalan dalam
soal ini karena enggan mengirim pasukan darat ke Yaman. Melihat tekanan
internasional yang terus meningkat, UEA mengambil prakarsa sendiri.
Perselisihan Saudi- UEA kian runcing karena UEA tak mau partai mana pun yang
dekat dengan Hadi dan Partai Islah di lingkaran kekuasaan.
Partai Islah partainya
Ikhwanul Muslimin yang mendukung Hadi. Perselisihan Saudi-UEA juga terkait
ditolaknya pesawat pengangkut mata uang Yaman yang dicetak di Rusia oleh UEA.
Saudi mengontrol wilayah
utara dan timur, sementara UEA mengendalikan wilayah selatan dan Aden. Bank
Sentral Yaman (BSY), yang loyal kepada Saudi, menuduh UEA menghambat masuknya
mata uang Yaman agar ekonomi Yaman tercekik.
Berubah
haluan
AS, sekutu Saudi, juga
berubah haluan menghadapi perang ini. Akhir Desember lalu, AS menyatakan
perang bukan solusi. Houthi diminta menghentikan serangan rudal ke wilayah
Saudi sebagai syarat memulai perundingan damai.
Perkembangan yang tak
diharapkan ini, ditambah ketiadaan prospek kemenangan, biaya perang yang
cukup besar, dan makin lunturnya dukungan rakyat Yaman kepada Hadi, membuat
Saudi ingin mengakhiri perang.
Ini diharapkan bisa dilakukan
setelah rekonsiliasi dengan Iran. MBS pun menghubungi Baghdad untuk menjadi
perantara perbaikan hubungan Riyadh dan Teheran. Namun, rekonsiliasi gagal
karena Iran mensyaratkan Saudi menghentikan serangan ke Houthi dan tak lagi
bekerja sama dengan Israel.
Selain jalur Iran, MBS pun
mengambil jalur UEA. Ia mengutus Ahmed
al-Asiri (mantan juru bicara militer koalisi Arab) ke Abu Dhabi untuk bertemu
Ahmed, putra Saleh, dan membicarakan kemungkinan membentuk pemerintahan
baru di Yaman dengan Saleh sebagai
presiden.
Ahmed, mantan pemimpin
militer yang berkuasa, mengasingkan diri di UEA sejak lima tahun silam.
Melalui Ahmed, Saudi dapat berhubungan dengan Saleh, tokoh yang telah ikut
disingkirkan Saudi pada 2012.
Rekonsiliasi Saudi-Saleh
dapat dilihat dari sikap Saleh yang berubah terhadap Houthi. Hubungan
keduanya kemudian memburuk saat Khalid al-Radhi, anggota senior Partai
Kongres Umum pimpinan Saleh, ditembak mati. Desember silam, di tengah konflik
bersenjata terbuka antara Houthi dan loyalis Saleh di Sana’a, skenario
Saudi mulai berjalan ketika Saleh
mengajak koalisi Arab menghentikan serangan. Sayang, dua hari kemudian, 4
Desember, Houthi membunuhnya. Pasukan Saleh pun demoralisasi. Gagallah upaya
Saudi keluar dari Yaman dengan mengadu domba Houthi-Saleh.
Apakah kudeta STC terhadap
pemerintahan Hadi jadi peluang MBS
untuk mundur dari Yaman? Belum tentu. Kendati STC kini berkonsentrasi pada
upaya menundukkan pasukan Hadi di Aden, perang belum berakhir. Houthi masih
akan berperang, paling tidak sampai STC mengembalikan sebagian wilayah Yaman
utara yang masih diduduki sesuai demarkasi perbatasan tahun 1990.
Korban konflik ini tentu
saja adalah rakyat sipil. Di utara, untuk sementara konflik internal antara
Houthi dan loyalis Saleh dapat ditekan. Namun, ke depan, konflik terbuka tak
terhindarkan, mengingat keduanya punya sejarah permusuhan panjang.
Ketegangan hubungan
keduanya saat ini merupakan cermin dari perang saudara kaum loyalis (diwakili
Houthi) dan kaum nasionalis (diwakili loyalis Saleh) tahun 1962-1968.
Isu Yaman pun makin rumit
dan koalisi Arab ataupun PBB menghadapi kesulitan besar. Hanya Iran, Saudi,
dan UEA yang mampu mengatasi, asal mereka membuang ego masing-masing di meja
perundingan. ●
|
daripada perang mending cari janda lebih enak
BalasHapusApakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Sgp
BalasHapusApakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Sgp
BalasHapus