Jangan
Ragukan lagi Netralitas TNI-AD sudah Final
Mulyono ; Kepala Staf Angkatan Darat
|
MEDIA
INDONESIA, 21 Februari 2018
SEJARAH panjang politik telah memengaruhi
cara hidup suatu bangsa bahkan mengubah peradaban dunia. Politik merasuk ke
berbagai dimensi kehidupan sehingga mampu mengubah tata nilai yang berlaku di
masyarakat dan sistem ketatanegaraan. Demikian halnya dengan Indonesia, sebagai
negara yang menganut sistem pemerintahan yang demokratis maka dapat
dipastikan telah terjadi perubahan-perubahan dalam sistem sosial masyarakat
maupun ketatanegaraannya.
Hal itu bisa kita lihat dari menguatnya
individualisme, liberalisme, hedonisme, materialisme, dan tidak tercapainya
musyawarah untuk mufakat karena saling sandera antarkepentingan serta
perilaku-perilaku yang dianggap modern lainnya, tetapi justru semakin
menjauhkan kita dari nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila.
Dapat kita pahami bahwa alam demokrasi
hanya dapat berjalan dalam tatanan kehidupan di bawah supremasi sipil
sehingga pascareformasi seluruh komponen bangsa termasuk TNI (ABRI) turut
mendorong kekuatan sipil dan mendukung penghapusan Fraksi ABRI/Polri di
DPR/MPR.
Kita tentunya masih ingat, ketika itu
euforia supremasi sipil sangat luar biasa sehingga muncul istilah dikotomi
sipil-militer sebagai simbol supremasi sipil terhadap militer. Apabila kita
berpikir secara jernih, sesungguhnya yang paling utama bukan memisahkan
militer dalam aktivitas sipil ataupun kendali kuat sipil terhadap militer,
melainkan bagaimana membangun sinergi antarkelembagaan dalam membagi peran
secara optimal sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Jika kita berkaca ke masa lalu, paradigma
tentang dikotomi sipil-militer merupakan kemunduran sejarah. Kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Indonesia sesungguhnya dicapai karena adanya kebulatan
tekad bersama untuk membangun soliditas dan sinergi komponen dalam satu
tujuan, yaitu mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Oleh karena itu, alangkah bijak apabila tiap komponen bangsa sama-sama
bergandeng tangan dan bergotong-royong membangun bangsa tanpa ada dikotomi
sipil-militer.
Memasuki 2018 ini, atau juga yang merupakan
tahun politik, akan dilaksanakan pilkada serentak di 171 daerah yang terdiri
dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Momentum itu merupakan kondisi
strategis yang kembali menguji persatuan dan kesatuan bangsa RI karena ada
yang menganggap bahwa pilkada serentak tahun ini akan berpengaruh terhadap
Pileg dan Pilpres 2019.
Berkenaan dengan hal itu, Presiden RI Ir
Joko Widodo menyampaikan bahwa momen pemilu ini merupakan kegiatan yang
berulang sehingga seluruh komponen bangsa harus menyikapi dengan arif dan
bijaksana. Demikian juga dengan TNI, yang berkomitmen senantiasa menjaga
netralitas TNI dan ikut berkontribusi mengawal pesta rakyat untuk melakukan
sinergi dengan kepolisian, sebagai tindak lanjut amanat UU untuk melaksanakan
tugas operasi militer selain perang (OMSP), yaitu perbantuan kepada kepolisian.
Demikian halnya dengan keikutsertaan
beberapa purnawirawan TNI dalam pilkada, itu sering menjadi pemicu reaksi
masyarakat dan berbagai pihak yang memiliki kekhawatiran akan terganggunya
netralitas TNI. Walaupun sebagian besar masyarakat juga memahami dan
memaklumi bahwa keterlibatan mereka dalam pilkada selama ini, termasuk
Pilkada 2018, terjadi berupa para purnawirawan yang telah mengakhiri masa
dinas, baik secara paripurna ataupun melalui pensiun dini.
Bagi TNI sendiri, selama telah memenuhi ketentuan
yang berlaku, pengunduran diri dengan tujuan mengikuti politik merupakan hak
individual dan diizinkan. Jadi, setelah pengajuannya dipenuhi, yang
bersangkutan secara otomatis akan menyandang status sebagai purnawirawan dan
memiliki hak yang sama dengan masyarakat sipil lainnya.
Terkait dengan hak itu, pada prinsipnya
dapat diadopsi Pasal 25 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik
(Kovenan Hak Sipil) yang menjelaskan setiap warga negara memiliki hak dan
kesempatan yang sama, tanpa pembatasan maupun pembedaan keikutsertaan dalam
pemerintahan, yang dilaksanakan melalui pemilihan secara langsung maupun
melalui wakil-wakilnya. Itu termasuk dalam hak untuk memilih dan dipilih
melalui proses pemilu berkala yang murni, hak pilih universal dan sama dengan
pemungutan suara secara rahasia.
Ketentuan itu juga pada dasarnya selaras
dengan amanat UUD 1945 terkait dengan hak dan kewajiban warga negara. Serta
diperjelas dalam UU No 34/2004 tentang TNI bahwa TNI hanya mengikuti politik
negara dan dilarang berpolitik praktis. Serta UU RI No 7/ 2017 tentang
pemilihan umum yang tidak adanya larangan bagi para purnawirawan.
Secara hierarkis, TNI-AD sudah tidak ada
hubungannya dengan para purnawirawan tersebut. Jadi, ketakutan atau
kekhawatiran akan kembalinya TNI-AD dalam politik praktis merupakan sesuatu
hal yang mustahil dilakukan karena loyalitas TNI tegak lurus ke atas dalam
menjalankan fungsinya sebagai alat pertahanan negara sesuai dengan amanat
konstitusi.
TNI lebih fokus kepada pelaksanaan tugas
pokok dengan cara membangun profesionalisme prajurit dan satuannya. Sejak
dikeluarkannya UU No 34/2004 tentang TNI, yang di dalamnya mengamanatkan
batasan profesionalisme TNI, yaitu tentara yang terlatih, terdidik,
diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan
dijamin kesejahteraannya. Serta mengikuti kebijakan politik negara yang
menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional,
dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Dengan demikian, upaya membangun postur
prajurit TNI-AD yang profesional dilakukan. Antara lain dengan menanamkan
pemahaman dan kesadaran untuk tidak berpolitik praktis bagi prajurit di semua
level. Dengan demikian sesungguhnya netralitas prajurit TNI sudah final.
Namun, sebagai wujud kewaspadaan TNI terhadap kemungkinan adanya oknum
prajurit TNI-AD yang bertindak tidak netral, sekaligus sebagai jaminan kepada
masyarakat bahwa TNI-AD serius mengawal proses demokrasi di Indonesia, TNI-AD
akan membentuk Tim Pengawal Netralitas TNI, yang bertugas melaksanakan
pengawasan dan menerima laporan pengaduan masyarakat dengan pelaksanaan
netralitas anggota TNI-AD selama pesta demokrasi ini.
Komitmen TNI-AD ialah memberikan pengabdian
yang terbaik, tulus, dan ikhlas kepada rakyat dan bangsa Indonesia. Dengan
demikian, TNI-AD akan senantiasa berada di tengah-tengah rakyat dan
menjalankan amanat konstitusi dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan negara
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai patriot bangsa, TNI-AD akan
senantiasa memedomani pesan Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk memelihara
TNI agar tidak dikuasai kepentingan parpol. Karena prajurit TNI bukan
prajurit sewaan, bukan prajurit yang mudah dibelokkan haluannya dan prajurit
TNI masuk tentara, karena keinsafan jiwa dan sedia berkorban bagi bangsa dan
negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar