Akankah
Jokowi Terpilih Kembali? (2)
Denny JA ; Konsultan Politik LSI
|
REPUBLIKA,
03 Februari
2018
ISU KETIGA: bagaimana dengan wakil presiden?
Ada lima jenis bursa wapres di Pilpres 2019 nanti. Kelima jenis
itu berasal dari panggung berbeda.
Ada wapres berlatar belakang militer. Hadir pula wapres berlatar
belakang Islam. Tak tinggal wapres berlatar belakang partai politik. Ikut
menyemarakkan wapres berlatar belakang gubernur provinsi strategis. Jangan
lupa pula wapres berlatar belakang profesional.
Untuk wapres berlatar belakang militer, tiga nama ini paling
menonjol. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan popularitas sebesar 71,2
persen. Gatot Nurmantyo dengan popularitas sebesar 56,5 persen. Moeldoko
dengan popularitas 18,0 persen. Meskipun popularitas Moeldoko masih rendah,
namun masuknya Moeldoko dalam kabinet Jokowi membuka peluang memainkan
langkah gambit.
Dari bursa cawapres berlatar belakang Islam, ada dua nama yang
berpeluang dibanding tokoh yang lain. Kedua nama tersebut Muhaimin Iskandar
(Cak Imin) popularitasnya sebesar 32,4 persen. Cak Imin sudah pula mulai
aktif melakukan sosialisasi sebagai cawapres.
Dan satu lagi, TGH M Zainul Majdi (TGB), yang popularitasnya sebesar
13,9 persen. Sungguhpun tingkat pengenalan Zainul Majdi masih rendah, namun
tingkat kesukaan publik yang mengenalnya sangat tinggi, di atas 70 persen.
Jika saja cukup waktu bagi Zainul Majdi memperkenalkan diri, ia
bisa menjelma darah baru. Bagi yang mengenal, Zainul dipersepsikan sebagai
gubernur Muslim yang taat dan berhasil membangun daerahnya di NTB.
Dari bursa cawapres dari latar belakang partai politik, ada dua
nama yang muncul. Airlangga Hartarto, sebagai Ketua Umum partai Golkar dan
Budi Gunawan. Budi Gunawan saat ini menjabat sebagai Kepala BIN. Sejarah
membawanya melambung dengan simbol PDIP.
Sementara Airlangga Hartarto juga datang tak terduga. Sejarah
pula yang membawanya menjadi ketum Golkar dalam “injury time,” dan momen
menentukan. Cawapres berlatar belakang partai hanya dimasukkan PDIP dan
Golkar, karena kedua partai ini punya kekuatan bargaining lebih besar di
banding partai lain.
Dari bursa cawapres yang berasal dari provinsi strategis yaitu
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, hanya Anies Baswedan
yang sementara ini muncul. Ketiga provinsi besar lain baru akan melakukan
pemilihan kepala daerah Juni 2018 nanti.
Keempat daerah ini disebut strategis karena populasi
pemilih besar. Keempat daerah ini juga
punya daya tarik media. Selesai pilkada 2018 nanti, gubernur baru yang
terpilih di Jabar, Jateng dan Jatim potensial pula menjadi kandidat wapres
yang seksi.
Bagaimana dengan panggung cawapres dari kalangan profesional?
Tersedia empat nama di sana. Ada dua nama berasal dari kabinet kerja Jokowi:
Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani.
Hadir pula dua nama di luar kabinet. Mereka tokoh pungusaha
mewakili wilayah barat dan timur. Chairul Tanjung pengusaha sukses pemilik CT
Corp. Aksa Mahmud, pengusaha sukses berasal dari Sulawesi Selatan, pemilik
Bosowa Corp. Aksa Mahmud juga adalah iparnya Jusuf Kalla.
ISU KEEMPAT, jangan lupakan kabinet. Kurang lebih dua tahun menjelang
berakhirnya Kabinet Kerja, kepuasaan terhadap kinerja kabinet cukup
memuaskan.
Mereka yang puas (sangat puas dan cukup puas) terhadap kinerja
kabinet sebesar 55,25 persen.
Sedangkan mereka yang menyatakan kurang puas sebesar 25,66 persen
terhadap kinerja kabinet.
Survei juga menanyakan tentang kepuasaan publik terhadap kinerja
masing-masing kementerian. Evaluasi publik terhadap kinerja masing-masing
kementerian tentunya berbeda dengan evaluasi riil dan objektif yang dilakukan
oleh lembaga yang kompeten.
Karena evaluasi publik terhadap kementerian lebih banyak
dipengaruhi oleh opini dan informasi terkait program atau personal menterinya
di media. Dari evaluasi tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi
Pudjiastuti dan Sri Mulyani, Menteri Keuangan memperoleh peringkat tertinggi.
Sebesar 25,3 persen menyatakan kinerja Susi Pudjiastuti paling
memuaskan. Sebesar 20,5 persen menyatakan kinerja Sri Mulyani paling
memuaskan. Di posisi ketiga, meskipun agak jauh dari dua nama sebelumnya,
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang dinilai memuaskan, yaitu
sebesar 11,5 persen. Kepuasan publik terhadap Airlangga terbantu dengan
public expose sebagai ketua Umum Golkar.
Kementerian yang lain rata-rata kepuasaan bervariasi namun di
bawah 10 persen, jika ditotal dan digabung sebesar 22,5 persen. Yang populer
di mata publik tentu belum tentu yang paling berprestasi jika diukur dengan
KPI (key performance index). Namun setidaknya tiga menteri itu berhasil dari
sisi PR (public relations) pada opini publik.
ISU KELIMA: apa yang terjadi jika pilpres 2019 rematch pilpres
2014? Kembali Jokowi dan Prabowo berhadapan. Apa yang terjadi jika pilpres
2019 tarung ulang? The rematch of two big titans?
Jika ini terjadi, yang pasti Partai Gerindra akan sangat
diuntungkan. Ini pertama kali pemilu nasional serentak. Dalam satu TPS dan
satu momen, pemilih mencoblos capres dan partai dalam pemilu legislatif.
Besar kemungkinan mereka mencoblos capres (untuk pilpres)
sejalan dengan mencoblos partai utama sang capres (untuk pileg). Hadir
menjadi kandidat terkuat penantang Jokowi, Prabowo otomatis melambungkan
Partai Gerinda. Itu akan menjadi marketing strategis bagi Gerindra sendiri.
Tapi akankah pemerintahan baru kembali lambung dan linglung di masa paska pilpres 2019,
sebagaimana paska pilpres 2014?
Perlu dipertimbangkan
dalam pilpres 2019, satu inovasi yang disebut coopetiton. Istilah ini mengacu
pada competition dan cooperation: berkompetisi kemudian
bekerja sama. Agar terbentuk pemerintahan yang kuat, capres yang bertarung
dalam pemilu dapat bekerjasama setelah selesai pemilu.
Dua capres utama bisa membentuk pemerintahan bersama. Yang
menang mengajak yang kalah dalam pemerintahan baru. Ini akan mengurangi
ketegangan pemerintahan baru seperti yang terjadi di tahun 2014.
Tapi apa iya akan terjadi Rematch
of the Big Titans? Survei LSI Denny JA akan hadir berkala menjawabnya.
Terus menganalisis hingga datang subuh menjelang pilpres 2019. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar