Menakar
Kinerja Profesor
Ali Khomsan ; Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat, FEMA
IPB
|
KORAN
SINDO, 21 Februari 2018
PROFESOR di seluruh perguruan tinggi di
Indonesia telah selesai dievaluasi pada bulan November 2017. Jumlah profesor
saat ini mencapai 5.366 orang. Mereka yang mengirimkan dokumen untuk
dievaluasi 4.299 orang atau 80,1% dari jumlah profesor. Tragisnya, yang memenuhi syarat publikasi
sesuai Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Permenristekdikti) Nomor 20/2017 hanya 1.551 orang atau 29% dari total
profesor. Kinerja yang kurang optimal
ini bisa jadi karena banyak profesor yang hanya sibuk mengajar atau bekerja
di luar perguruan tinggi semisal menjadi konsultan sehingga karya
publikasinya sangat kurang.
Apa sebenarnya syarat publikasi seorang
profesor? Dalam tiga tahun seorang profesor dipersyaratkan mempunyai satu
publikasi riset di jurnal ilmiah internasional bereputasi atau tiga publikasi
hasil penelitian di jurnal ilmiah (tanpa embel-embel bereputasi). Kata
bereputasi mengandung makna bahwa jurnal tersebut terindeks pada Web of
Science/Scopus dan mempunyai Impact Factor dari Scimago Journal Rank senilai
0,10. Jadi, jurnal bereputasi bukan sekadar
jurnal berbahasa Inggris atau bahasa PBB lainnya (Arab, Prancis, Rusia,
Spanyol, dan China).
Sebagian dosen di perguruan tinggi swasta
mengeluhkan sulitnya persaingan mendapatkan dana penelitian. Sebagian lainnya
mengeluh tiadanya program studi S-2 atau S-3 di departemennya yang
menyebabkan seorang profesor tidak mempunyai bimbingan mahasiswa
pascasarjana. Akibatnya, tidak ada
karya ilmiah yang dihasilkan. Saat ini
sudah ada kewajiban bagi mahasiswa pascasarjana untuk menulis
tesis/disertasinya di jurnal ilmiah.
Hal ini dapat mengatrol jumlah publikasi seorang profesor bila dia
menjadi pembimbing mahasiswa tersebut. Nama sang profesor akan selalu
tercantum sebagai penulis karya ilmiah bersama mahasiswanya.
Profesor atau guru besar di perguruan tinggi
menikmati tunjangan sertifikasi dan tunjangan kehormatan profesor yang
besarnya tiga kali gaji pokok sehingga seorang profesor kini bisa mendapatkan
take home pay Rp22 juta sebulan. Sebelum ada kebijakan tentang tunjangan
profesor, gaji guru besar mungkin hanya sekitar Rp7 juta. Itulah sebabnya,
mengapa kinerja profesor perlu dievaluasi untuk mengetahui seberapa besar
dampak tunjangan terhadap kinerjanya sebagai profesor. Upaya pemerintah menyejahterakan guru besar
disertai tuntutan agar mereka melaksanakan tugasnya lebih baik, profesional
dan performa yang semakin meningkat.
Ada dua hal besar yang harus diperhatikan
terkait kinerja profesor, yaitu publikasi dalam bentuk buku dan diseminasi
riset melalui jurnal ilmiah internasional.
Membuat buku teks memerlukan curahan waktu dan pemikiran yang
mendalam. Siapa pun yang pernah
belajar di luar negeri, bisa menarik pelajaran tentang pentingnya keberadaan
buku teks di kalangan perguruan tinggi.
Namun, bagi penerbit, buku teks dianggap bisnis yang kurang
menguntungkan terutama dibandingkan mencetak buku pelajaran SD/SMP/SMA yang
pasarnya adalah jutaan siswa di Indonesia.
Oleh karena itu, guru besar yang menulis buku teks dituntut dedikasi
dan pengorbanannya karena menulis buku teks tidak mendatangkan royalti yang
menguntungkan secara finansial, tetapi hanya mendatangkan kepuasan batin.
Publikasi ilmiah di kalangan dosen
Indonesia sudah semakin baik. Sampai Desember 2017 jumlah publikasi dosen
Indonesia mencapai 16.471 karya ilmiah, sudah mengungguli Thailand sebanyak
14.200. Namun, tetap ada yang
menyebutkan bahwa jumlah publikasi tersebut masih rendah. Denyut nadi kehidupan iptek di
kalangan kaum terpelajar memang belum
optimal. Cita-cita meraih institusi
pendidikan tinggi yang mendunia masih jauh panggang dari api.
Jurnal ilmiah di Indonesia masih menghadapi
banyak persoalan menyangkut statusnya yang sebagian besar belum
terakreditasi. Kinerja jurnal ilmiah yang buruk disebabkan beberapa hal.
Pertama, naskah ilmiah yang masuk terlalu sedikit sehingga mengurangi derajat
selektivitas. Kedua, kurang optimalnya
peran reviewer. Artikel yang dikirimkan kepada tim reviewer untuk ditelaah,
berbulan-bulan tidak dikembalikan sehingga memperlambat pemuatan.
Kemenristekdikti akan berupaya terus untuk
memperbaiki kinerja riset dan publikasi ilmiah di perguruan tinggi. Telah
diadakan bantuan dana untuk mendorong penerbitan jurnal ilmiah nasional
terakreditasi dan ada juga grants bagi dosen yang menerbitkan hasil karya
risetnya di jurnal ilmiah internasional.
Pernah dilakukan suatu pendataan di suatu
universitas, scopus citation
index lebih dari 3 hanya dicapai oleh
beberapa orang guru besar. Padahal, jumlah guru besar di universitas tersebut
lebih dari 150 orang. Adalah sangat
penting bahwa menulis di jurnal ilmiah hendaknya menjadi tradisi di kalangan
ilmuwan.
Di Universitas Wageningen Netherlands
disertasi mahasiswa S-3 dibuat dalam format manuskrip berupa artikel-artikel
ilmiah, baik yang sudah dipublikasi di jurnal ilmiah maupun yang sedang dalam
tahap dikirimkan untuk dimuat. Pola
semacam ini sangat baik diterapkan di universitas-universitas di
Indonesia. Salah satu indikator
universitas bermutu adalah publikasi ilmiah para dosennya yang dimuat di
jurnal internasional.
Di tengah-tengah upaya pemerintah untuk
menyejahterakan dosen melalui sertifikasi atau memberikan tunjangan
kehormatan guru besar, maka para dosen diharapkan lebih banyak berkarya di
perguruan tinggi masing-masing. Jangan
sampai dosen lebih banyak bekerja di luar (dosen asongan?) daripada di
kampusnya sendiri.
Dosen atau ilmuwan yang suka menulis di
koran tidak perlu dikritik. Pernah muncul istilah ilmuwan empat halaman
karena untuk menulis di media massa
hanya diperlukan pemikiran sepanjang empat halaman kuarto. Tidak semua dosen
bisa menulis di koran, tetapi semua dosen harus bisa menulis di jurnal
ilmiah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar