Sipol
sebagai Sistem Integritas Parpol
Usep Hasan Sadikin ; Peneliti Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi
|
KOMPAS,
01 November
2017
Komisi Pemilihan Umum
mewajibkan partai politik mengisi data kepengurusan dan keanggotaan pada
Sistem Informasi Partai Politik alias Sipol.
Data partai di Sipol menjadi syarat mendaftar partai politik peserta
pemilu (P4). Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 11/2017, jika
parpol tak memasukkan data ke Sipol, maka parpol tak bisa mendaftar sebagai
peserta pemilu.
KPU mewajibkan Sipol punya
dasar undang-undang. Menurut UU No 7/2017, KPU bisa membuat pedoman teknis
pencalonan anggota DPR dan DPRD dalam PKPU. Pewajiban Sipol merupakan kesadaran
KPU terhadap kewenangannya. Kepastian hukum yang dipakai KPU terhadap Sipol
adalah untuk memastikan tahapan pemilu berjalan baik.
Langkah KPU itu merupakan
terobosan bagi perbaikan demokrasi Indonesia. Parpol, sebagai lembaga yang
tak bisa dipisahkan dari demokrasi, punya logika reward and punishment untuk
berkuasa. Penghargaan yang paling diinginkan parpol adalah ikut pemilu dan
mendapat kursi untuk berkuasa. Hukuman yang paling ditakuti parpol adalah
gagal ikut pemilu dan tak mendapatkan kursi kekuasaan.
Sipol yang diwajibkan KPU dalam
pendaftaran pemilu mendorong parpol memperbaiki struktur dan keanggotaannya
demi ikut pemilu dan mendapat, mempertahankan, atau menambah kursi kekuasaan.
Berdasarkan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2016, kelembagaan demokrasi,
khususnya parpol, merupakan aspek yang paling membuat buruk indeks demokrasi
Indonesia.
Global Corruption Barometer Transparency International Indonesia
(TII) 2017 menempatkan DPR yang notabene berisi fraksi parpol sebagai lembaga
terkorup. TII menjelaskan bahwa kinerja fraksi parpol yang tak representatif
terhadap rakyat serta banyaknya politisi parpol yang korup membuat publik
makin tak percaya kepada DPR.
Sistem integritas parpol
Agar komitmen kewajiban Sipol
didukung luas publik, KPU perlu kerja sama dengan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dan Pusat Penelitian Ilmu Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). KPK dan LIPI membuat Sistem Integritas Parpol (SIP). Parpol
berintegritas dibutuhkan karena sebagai badan hukum publik, parpol perlu
dikelola secara profesional, terbuka, demokratis, dan akuntabel. Tak hanya
menyuplai pejabat politik seperti dewan, kepala daerah, dan presiden, parpol
pun menerima bantuan keuangan negara dari APBN dan APBD.
Ada empat variabel yang dibangun
KPK dan LIPI untuk menilai tingkat integritas parpol: standar etika;
kaderisasi berintegritas; rekrutmen berintegritas; tata kelola keuangan
parpol yang transparan akuntabel; dan bersih. Menurut rencana, KPK akan
menawarkan SIP kepada semua parpol. Pertanyaannya, bagaimana SIP bisa
diterima parpol? Apakah parpol mau menggunakan SIP untuk memperbaiki
kelembagaannya?
Untuk jawaban positif, KPK
perlu menghubungkan SIP dengan logika reward and punishment parpol dalam UU
dan peraturan pemilu. Maka, sejumlah indikator SIP disesuaikan dengan syarat
P4 dan keberlangsungan kontestasi parpol di pemilu hingga berhasil/gagal
meraih kursi.
Selain memasukkan kewajiban
laporan keuangan parpol di pemilu pada variabel keempat SIP, Sipol pun bisa
masuk variabel kedua dan ketiga SIP. Dalam rincian variabel kaderisasi dan
rekrutmen berintegritas, KPK dan LIPI menyertakan aspek inklusif, berjenjang,
terukur, dan berkelanjutan serta mudah diakses publik. Jelas, basis data
Sipol secara digital dan daring merupakan wujud konkret keterbukaan struktur
dan keanggotaan parpol.
Kita tahu, sulit mengharapkan
parpol sebagai fraksi memperbaiki dirinya berdasarkan UU. Tampaknya UU Parpol
tak akan direvisi dalam periode pemerintahan 2014-2019. Jika direvisi,
sebagian besar dari kita ragu hasil revisi akan lebih baik.
KPU melihat wewenang membuat
PKPU dalam UU Pemilu menghasilkan instrumen hukum yang memuat Sipol. Karena
Sipol merupakan syarat wajib parpol mendaftar untuk jadi P4, ini bisa memaksa
parpol mau mengisinya. Parpol akan senang menggunakan Sipol sebagai SIP
karena jadi bagian keberhasilan jadi P4 sekaligus parpol takut gagal jadi P4
jika tak mengisi atau tak utuh menggunakan Sipol. KPU tak peduli untuk tebang
pilih. Parpol parlemen, parpol luar parlemen, parpol lama, dan parpol baru
harus isi Sipol.
Pada Pemilu 2014, terobosan KPU
mewajibkan Sipol gagal karena lemah hukum. Di tahap Pemilu 2019 ini, dengan
pijakan hukum yang cukup kuat, sayang sekali jika Badan Pengawas Pemilu dan
ada sebagian masyarakat sipil yang menolak syarat wajib Sipol. KPU sebagai
penyelenggara pemilu yang eksistensi dan kemandiriannya dijamin konstitusi
penting kita dukung memperbaiki pemilu dan demokrasi Indonesia melalui Sipol.
Bukan hanya KPK dan LIPI, melainkan juga kita semua. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar