Intervensi
Arab Saudi di Libanon
Zuhairi Misrawi ; Intelektual Muda Nahdlatul
Ulama;
Analis Pemikiran dan
Politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta
|
DETIKNEWS,
16 November
2017
Dunia dikejutkan berita
pengunduran diri Perdana Menteri Libanon, Saad Al-Hariri pada 4 November
lalu. Berita ini mengejutkan, karena Libanon termasuk salah satu negara yang
relatif stabil secara politik jika dibandingkan dengan negara-negara Arab
lainnya yang diterpa angin musim semi.
Hal tersebut terkait dengan
tercapainya kemufakatan politik di antara faksi-faksi besar dalam politik,
khususnya Kristen, Sunni, dan Syiah. Libanon merupakan sebuah pengecualian
dari segi komposisi warga muslim dan non-muslim. Jika di negara-negara Arab
lainnya warga muslim menjadi mayoritas, di Libanon umat Kristen merupakan
kelompok mayoritas. Belum lagi kelompok muslimnya tidak terkonsentrasi dalam
satu mazhab atau sekte. Di antara mereka ada yang bermazhab Sunni, Syiah, dan
Druzz.
Libanon menjadi bukti kuat
bahwa Timur-Tengah tidak identik dengan Islam. Timur-Tengah merupakan wilayah
di mana agama-agama samawi lahir dan tumbuh. Philips K Hitti dalam The
History of Arabs menegaskan bahwa Arab bukan Islam. Arab adalah Tanah Air
bagi agama-agama Samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam), serta bumi lahirnya
peradaban kemanusiaan.
Namun, sekali lagi, yang
istimewa dari Libanon, karena mereka mampu mencapai kemufakatan dengan
membagi rata kekuasaan, dengan komposisi sebagai berikut: Presiden dari
Kristen Maronit, Perdana Menteri dari Muslim Sunni, Ketua Parlemen dari
Muslim Syiah, sedangkan Wakil Perdana Menteri dan Wakil Ketua Parlemen dari
Kristen Ortodoks Timur.
Meskipun demikian, bukan
berarti Libanon terlepas dari konflik politik. Kekuatan politik di dalam
negeri Libanon mendapatkan kekuasaan yang terbagi secara merata, tapi faktor
eksternal juga sangat mempengaruhi dinamika politik di dalam negeri.
Sejak lama Arab Saudi
mengontrol sepenuhnya faksi Sunni di Libanon yang secara otomatis mendapatkan
jatah kekuasaan sebagai Perdana Menteri. Bahkan Arab Saudi memberikan
kewarganegaraan ganda bagi Perdana Menteri Libanon dan keluarganya, sehingga
ia bebas berbisnis di dua negara tersebut. Karenanya, Saad al-Hariri
mempunyai bisnis dan rumah mewah di Riyadh.
Menurut Madawi al-Rasheed
(2017), dari era Hussein Owayni, Riyad Solh, hingga Rafiq dan Saad al-Hariri
ada hubungan yang melibatkan uang dan politik antara faksi Sunni Libanon
dengan Arab Saudi. Bahkan, di antara mereka terjadi kawin-mawin di antara
para elite politik Libanon dan Arab Saudi.
Kakek dari Waleed bin Talal
adalah Riyad Solh yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Libanon. Ibu
Waleed bin Talal adalah puteri dari Perdana Menteri Libanon itu. Dengan
demikian hubungan antara Arab Saudi dengan elite politik Libanon, khususnya
faksi Sunni sangatlah kuat sejak dulu hingga sekarang.
Momentum inilah yang sebenarnya
ingin digunakan oleh Arab Saudi untuk menegaskan kembali pengaruhnya di
Libanon. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Arab Saudi mengambil langkah
untuk melakukan intervensi di Libanon. Pertama, Muhammad bin Salman sebagai putera
Mahkota yang digadang-gadang akan menjadi Raja Arab Saudi ingin membuktikan
kepada warganya bahwa ia ingin melanjutkan tradisi yang sudah lama
berlangsung perihal kuatnya pengaruh Arab Saudi di Libanon.
Langkah ini diharapkan agar
warga Arab Saudi terus mendukung setiap kebijakan Pangeran Muhammad bin
Salman (MBS) untuk memastikan negaranya masih mempunyai pengaruh di kawasan.
Kedua, Muhammad bin Salman memandang kuatnya pengaruh Iran di Libanon,
khususnya faksi Hizbullah. Arab Saudi memandang, kuatnya Huothi di Yaman
karena disokong penuh Hizbullah yang rudalnya sudah menjangkau perbatasan
antara Yaman dan Arab Saudi di Riyadh.
Eksistensi Hizbullah di Libanon
memang tidak bisa dianggap sebelah mata. Mereka terus mampu menarik simpati
warga Libanon dari berbagai faksi, karena perannya yang mampu menjadikan
Libanon sebagai negara yang kuat dan stabil secara politik.
Hasan Nasrullah, Pimpinan
Hizbullah mengakui bahwa mereka mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan
Iran. Tetapi, Nasrullah memastikan bahwa Iran tidak melakukan intervensi
terhadap urusan dalam negeri Libanon. Artinya, yang menentukan kebijakan dan
masa depan Libanon adalah warga Libanon sendiri dari berbagai faksi politik
dan kelompok keagamaan.
Inilah yang membedakan antara
intervensi Arab Saudi dan intervensi Iran dalam politik dalam negeri Libanon.
Arab Saudi terlihat terlalu jauh melakukan intervensi terhadap urusan dalam
negeri Libanon, karena Arab Saudi disebut-sebut "memaksa" Perdana
Menteri Libanon, Saad al-Hariri untuk mengundurkan diri karena dianggap tidak
mau melawan Hizbullah. Arab Saudi dikabarkan meminta kakak kandung Saad
al-Hariri untuk menggantikan posisinya sebagai Perdana Menteri.
Tidak hanya mendesak Saad
al-Hariri mundur, Arab Saudi juga mengancam akan menggunakan kekuatan militer
untuk menggempur Hizbullah di Libanon. Konon, Arab Saudi sudah menggandeng
Israel yang notabene musuh bebuyutan Hizbullah. MBS dikenal mempunyai
kedekatan khusus dengan Israel, yang disokong sepenuhnya oleh Donald Trump.
Maka dari itu, intervensi Arab
Saudi terhadap Libanon akan mempunyai dampak yang tidak sederhana bagi
kawasan Timur-Tengah. Libanon yang selama ini stabil secara politik akhirnya
menghadapi krisis yang tidak sederhana. Apalagi jika Arab Saudi betul-betul
ingin menyerang Hizbullah, maka hal tersebut akan melahirkan krisis
kemanusiaan yang luar biasa.
Iran pasti tidak tinggal diam
melihat ulah Arab Saudi dan Israel yang disokong Amerika Serikat. Meskipun
Hizbullah sendiri dikenal mempunyai kekuatan militer yang sangat kuat, karena
mereka pernah mengalahkan Israel dalam pertempuran di Libanon Selatan.
Maka dari itu, MBS perlu
hati-hati dalam mengambil keputusan politik yang sangat penting dan genting.
Di dalam negeri ini telah mempunyai banyak musuh dari lingkaran internal
pangeran. Di luar negeri ia terus memperluas musuh. Jika tidak hati-hati,
keputusan untuk terlalu jauh dalam melakukan intervensi politik dalam negeri
Libanon akan menjadi batu sandungan baginya untuk menjadi Raja Arab Saudi di
masa mendatang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar