Kamis, 12 Mei 2016

Tantangan Pendidikan Hukum di Era MEA

Tantangan Pendidikan Hukum di Era MEA

Topo Santoso ;   Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum UI
                                                         KOMPAS, 09 Mei 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA sudah berjalan sejak akhir 2015.
Siap atau tidak, kita sudah memasuki era baru ini. Banyak persoalan sudah dan terus dibahas mengenai berbagai aspek yang terpengaruh MEA. Ada satu hal yang patut kita renungkan, bagaimana pendidikan hukum kita berbenah dengan kehadiran MEA? Bagaimana harmonisasi hukum di kawasan ini? Bagaimana penguatan pemahaman hukum yang berlaku di satu kawasan yang kian terintegrasi?

Pada 21-22 Maret 2016 lalu berlangsung konferensi ”Legal Education in the Wake of ASEAN Integration” di Thammasat University, Bangkok, yang dihadiri sejumlah dekan dari negara-negara ASEAN. Ada sejumlah permasalahan yang dibahas dalam konferensi ini, seperti apa pentingnya pendidikan hukum dalam proses integrasi ASEAN serta apa tantangan dan agenda ke depan?

Beberapa isu di atas sesungguhnya pernah menjadi permasalahan lama yang dihadapi pendidikan hukum negara-negara Eropa saat memasuki era Uni Eropa (UE). Bahkan hingga kini sejumlah persoalan terus dibahas di sana. Belajar dari pengalaman itu, mau tak mau, dunia pendidikan hukum di ASEAN juga mesti berbenah diri melakukan kerja sama erat antarperguruan tinggi di semua negara ASEAN sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam rangka MEA yang sudah efektif berjalan.

Meski tak sama antara UE dan MEA, khususnya terkait hukum yang berlaku, di mana negara-negara di Eropa mengenal adanya ”EU Law” sementara belum ada yang namanya ”AEC Law”, bagaimanapun kita bisa mengambil pelajaran berharga dari berbenah diri dan kerja sama pendidikan hukum di negara-negara Eropa.

Saat ini sudah mulai lahir atau sudah digagas berbagai ASEAN Legal Center atauProyek Hukum ASEAN, seperti digagas Faculty of Law University of Malaya dan National University of Singapore. Universitas di Indonesia tak boleh ketinggalan menyiapkan diri dari universitas di Malaysia, Singapura, Thailand, dan lain-lain. Bahkan di luar ASEAN, saat ini sudah dibentuk, mengingat pentingnya penguasaan akan hukum negara-negara ASEAN dan juga hukum terkait integrasi ASEAN. Di University of Hawaii, William S Richardson School of Law, bahkan sudah berdiri ASEAN Law & Integration Center.

Center ini merupakan institusi pendidikan hukum pertama di AS yang khusus mendedikasikan diri untuk mendukung analisis, assessment, pengembangan, dan inovasi yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dalam proses menciptakan dan menghadirkan apa yang disebut ASEAN Law, ASEAN Jurisprudence, dan ASEAN Institution untuk pasar tunggal ASEAN. Bayangkan universitas dari negara di luar ASEAN saja sudah sejauh itu memikirkan dan mendirikan pusat kajian ASEAN karena pentingnya ASEAN secara perdagangan internasional.

Tiga tantangan

Era MEA mesti ditanggapi secara serius oleh pendidikan hukum kita agar tak tertinggal dari negara ASEAN lain, bahkan negara di luar ASEAN yang merasa penting membuat ASEAN legal center dengan seluruh programnya. Integrasi regional, seperti MEA ini sesungguhnya dilandasi suatu kerangka hukum (based on law) dan juga dilaksanakan berdasarkan suatu hukum juga (implemented by law). Meski demikian, perlu apa yang disebut Prof Thomas Schmitz sebagaisuatu komitmen bersama atas aturan hukum (a common commitment to the rule of law).

Schmitz, profesor dari Jerman dan konsultan pada beberapa universitas di Asia dan Eropa (2016) mengemukakan, ada kebutuhan ASEAN atas pendidikan hukum dalam proses integrasi ini. Apa saja kebutuhan itu? Kebutuhan akan spesialis yang berkualifikasi tinggi dalam bidang hukum-hukum negara ASEAN, kebutuhan akan budaya hukum yang sudah berkembang dan praktisi hukum yang cakap di semua negara ASEAN, dan kebutuhan akan harmonisasi dan pemahaman dasar soal budaya hukum di semua negara ASEAN.

Ada tiga tantangan penting yang perlu didalami oleh pendidikan hukum di ASEAN dalam rangka integrasi ASEAN: (1) masalah bahasa dalam kerja sama hukum internasional dan dampaknya dalam pendidikan hukum; (2) mobilitas siswa, pengajar, dan peneliti; dan (3) harmonisasi pendidikan hukum.

Masalah-masalah bahasa hukum yang digunakan baik dalam studi perbandingan hukum maupun dalam praktik dapat menimbulkan risiko kekeliruan serta distorsi, karena praktik hukum memerlukan bahasa yang tepat dan akurat, kesalahpahaman bahasa bisa menimbulkan kesalahan hasil dari seluruh proses bekerja. Untuk mengantisipasi dan menghindari ini diperlukan suatu pengembangan terminologi hukum yang konsisten untuk negara-negara ASEAN. Selain itu juga perlu pengembangan ahli penerjemahan dan interpretator yang spesialis bahasa hukum.

Tantangan lain, soal mobilitas siswa, dosen, dan peneliti di ASEAN. Hal ini bisa dilakukan, misalnya dengan international summer school/program, student/lecturer/researcher exchange program, joint seminar, joint research, joint/double degree, dan sebagainya. Mobilitas ini sangat penting guna mendorong lahirnya pemahaman dan pengertian bersama, pengetahuan tentang hukum yang berlaku di ASEAN (termasuk kultur hukumnya), serta jaringan transnasionalnya.

Selama ini kita tahu, kebanyakan mobilitas mahasiswa, pengajar dan peneliti dari ASEAN, termasuk Indonesia, lebih suka mobilitas dilakukan dengan negara-negara Barat baik Eropa, Australia, maupun AS. Kalaupun di Asia, dengan Jepang, dan masih jarang dengan sesama negara ASEAN sendiri. Ke depan perlu ditekankan pentingnya mobilitas di antara sesama negara ASEAN mengingat pentingnya MEA.

Berbagai tantangan pendidikan hukum era MEA di atas sudah disadari berbagai universitas di negara ASEAN lain, bahkan luar ASEAN. Kita sebagai negara terbesar di ASEAN, negara yang disegani di ASEAN, yang memiliki lembaga pendidikan hukum serta lulusan hukum terbanyak di ASEAN, sudah sepantasnya menyambut lebih baik. Sudah saatnya kerja sama semua lembaga pendidikan hukum dikuatkan. Sudah saatnya agenda bersama pendidikan hukum Indonesia era MEA dibuat dan dijalankan. Sudah saatnya semua pimpinan pendidikan hukum duduk bersama membahas ini.Jika tidak sekarang, kapan lagi?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar