Koneksi
Mandela-Soekarno
Yudi Latif ; Pemikir Kebangsaan dan Kenegaraan
|
KOMPAS,
24 Desember 2013
NELSON Mandela terkejut
bukan kepalang. Berkunjung ke Gedung Merdeka Bandung pada tahun 1990, ia
tidak menemukan foto Bung Karno. ”Mana foto Soekarno? Semua pemimpin Asia
Afrika datang ke Bandung karena Soekarno. Di mana gambarnya?” tanya Mandela
kepada pejabat Indonesia yang mendampinginya.
Menengok ruang sidang, kenangan masa
lalunya kembali membayang. Pada usia 37 tahun, sebagai pejuang kemerdekaan
antiapartheid dari The African National Congress (ANC), ia terinspirasi
pidato Presiden Soekarno. Dalam membuka Konferensi Asia Afrika pada 18 April
1955, Bung Karno mengingatkan:
”Perjuangan
melawan kolonialisme berlangsung sudah sangat lama, dan tahukah Tuan-tuan,
bahwa hari ini adalah hari ulang tahun yang masyhur dalam perjuangan itu?
Pada tanggal 18 April 1775, kini tepat 180 tahun yang lalu, Paul Revere pada
tengah malam mengendarai kuda melalui Distrik New England memberitahukan
tentang kedatangan pasukan-pasukan Inggris dan tentang permulaan Perang
Kemerdekaan Amerika, perang antikolonial yang untuk pertama kali dalam
sejarah mencapai kemenangan.”
Bung Karno lantas menyadarkan kembali
perjuangan dan penderitaan rakyat
Asia Afrika. Gedung Merdeka sekarang ini,
menurut dia, tidak hanya diisi pemimpin-pemimpin Asia Afrika yang hidup,
tetapi juga oleh semangat dan jiwa ”yang
tak dapat dimatikan, tak dapat dijinakkan, dan tak dapat dikalahkan” dari
generasi yang lalu dalam perjuangan kemerdekaannya.
Akhirnya beliau berpesan: ”Dan saya minta kepada Tuan-tuan,
janganlah hendaknya melihat kolonialisme dalam bentuk klasiknya saja, seperti
yang kita di Indonesia dan saudara-saudara kita di berbagai wilayah Asia
Afrika mengenalnya. Kolonialisme mempunyai juga baju modern, dalam bentuk
penguasaan ekonomi, penguasaan intelektual, penguasaan material, dilakukan
oleh sekumpulan kecil orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah
rakyat.... Di mana, bilamana, dan bagaimanapun ia muncul, kolonialisme adalah
hal jahat yang harus dilenyapkan di muka bumi.”
Semangat Bandung Historical Walks dan api
inspirasi dari pidato Bung Karno berpengaruh besar pada mental juang Mandela.
Ia mengenang Bandung, seperti sebutan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru,
sebagai ”ibu kota Asia dan Afrika”.
Lewat Konferensi Asia Afrika, Bandung berperan sebagai ”pusat koneksi” dari negara dan rakyat Asia Afrika dalam menyusun
barisan kesetiakawanannya. Bandung juga berfungsi sebagai ”dalang’” dalam
kelanjutan proses sejarah kebangkitan bangsa-bangsa yang masih dijajah
(Roeslan Abdulgani, 2013).
Semangat Bandung, dengan cepat memompa
darah perjuangannya. Mandela menggunakan pidato-pidato Bung Karno sebagai
alat perjuangannya dan menjadikan Konferensi Asia Afrika sebagai titik tolak
pembebasan bangsanya. Melalui ANC, ia melancarkan unjuk rasa, boikot, mogok
kerja, dan aksi lainnya. Apa yang dikatakan Bung Karno sebagai jiwa ”yang tak
dapat dimatikan, tak dapat dijinakkan, dan tak dapat dikalahkan” itu
mengantarkan perjuangan Mandela sebagai pemenang.
Begitu dalam kesan Mandela terhadap
Indonesia. Setelah mendekam 27 tahun di penjara, salah satu tempat pertama
yang dikunjungi adalah makam Sheikh Yusuf Al-Makassari di Cape Town, pejuang
Indonesia yang memberinya pelajaran tentang ketabahan dan konsistensi
perjuangan. Ikatan batinnya dengan Indonesia, ia tandai dengan menjadikan
batik sebagai pakaian kebesarannya.
Utang budinya terhadap inspirasi
Indonesia ia tunjukkan saat kunjungan Megawati ke Johannesburg pada September
2002. Lazimnya, pemimpin negara lain sebagai tamu yang datang berkunjung ke
kediamannya. Namun, dalam kasus ini, justru Mandela-lah yang menemui Presiden
Megawati, putri Bung Karno yang dikaguminya.
Soekarno dan Mandela laksana belahan jiwa.
Bung Karno merintis jalan Asia Afrika dalam memperjuangkan kemerdekaan;
sedangkan Mandela menuntaskan jalan Asia Afrika dalam memperjuangkan
perdamaian. ”Kita barangkali sulit
melupakan, tetapi harus bisa memaafkan!” Kalimat itu dilontarkan Mandela
saat membujuk Miriam Makeba untuk kembali ke Afrika Selatan dari tempat
pengasingan. Mandela berpetuah, ”Untuk
berdamai dengan musuh, seseorang harus bisa bekerja sama dengan musuh, dan
musuh itu menjadi mitramu.”
Kini, Soekarno dan Mandela telah pergi.
Namun, arwahnya masih menitipkan pesan kepada kita, seperti dalam lirik puisi
Chairil Anwar:
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar