Minggu, 01 Juli 2012

Koin untuk KPK

Koin untuk KPK
Ikrar Nusa Bhakti ; Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs
di Pusat Penelitian Politik LIPI
KOMPAS, 30 Juni 2012


Komisi Pemberantasan Korupsi ternyata masih merupakan salah satu institusi di negeri ini yang dimiliki rakyat Indonesia dan mendapatkan kepercayaan, kecintaan, dan dukungan masyarakat luas.

Sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi ternyata mendapatkan penghargaan yang begitu besar dari publik. Karena itu, begitu publik tahu rencana pembangunan gedung baru KPK dihambat oleh Komisi III DPR Bidang Hukum, masyarakat langsung tergerak untuk melakukan ”saweran” melalui gerakan ”Koin untuk KPK”. Rekening sementara yang digunakan masyarakat pencinta KPK untuk menampung donasi dari rakyat adalah rekening ICW yang berada di Bank BNI Cabang Melawai nomor 0056124374.

Rencana KPK membangun gedung baru bukan terjadi tiba-tiba. Rencana anggaran sudah diajukan sejak 2008, tetapi selalu dihambat di DPR. Ambisi KPK membangun gedung sendiri bukan hanya untuk memberikan ruang kerja yang nyaman bagi 5 unsur pimpinan KPK, 77 penyidik, dan 44 jaksa penuntut umumnya. Seperti diutarakan salah satu pemimpin KPK Busyro Muqqodas dalam pertemuan antara pimpinan KPK dan gabungan individu aktivis, pengamat, dosen, dan LSM yang menggerakkan ”Koin untuk KPK” di Gedung KPK, Selasa (26/6/2012), ada misi suci lain yang dimiliki KPK.

Peta Jalan 2023

KPK memiliki Rencana Strategis dan Peta Jalan sampai 2023. Jika gedung baru sudah terbangun, para pemimpin KPK generasi selanjutnya tinggal meneruskan langkah-langkah yang sudah dibangun fondasinya oleh generasi KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad.

Busyro menambahkan, ”KPK ingin membangun gedung yang nanti ada ruang pameran alat-alat kerja KPK, termasuk alat penyadapan, ada ruang untuk penindakan dan pencegahan korupsi, ada perpustakaan yang berisi hasil riset soal migas dan batubara dan sebagainya, yang semua bisa berguna bagi mereka yang akan melakukan riset.” KPK juga ingin memperluas advokasi publik lewat organisasi masyarakat madani (CSO) yang organisasinya sudah mendapatkan pendidikan terlebih dahulu dari KPK.

Jika kita lihat perencanaan strategis KPK sampai 2023, KPK tak lagi meletakkan penangkapan ataupun tindakan penahanan sebagai tujuan. KPK saat ini sedang membangun suatu sistem integritas nasional yang mencakup deteksi dini kecurangan yang bukan melulu terkait korupsi atau penindakan atas korupsi. KPK juga sedang mempersiapkan sumber daya KPK yang mandiri sebagai penyidik sehingga tidak lagi bergantung pada institusi-institusi Polri atau kejaksaan.

Namun, itu tidak berarti KPK akan menjadi lembaga superbody yang ingin melakukan segalanya secara sendirian. Dalam banyak kasus, operasi KPK selalu didukung oleh masyarakat sebagai pemberi informasi akurat. Operasi KPK juga mendapatkan dukungan dari Polri dan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, seperti dalam melakukan penangkapan terhadap tersangka koruptor, kepala daerah, atau pejabat di Direktorat Jenderal Pajak.

Untuk mewujudkan perencanaan strategis itu, KPK tentunya membutuhkan gedung baru yang memadai. Jika dilihat, keinginan KPK untuk memiliki gedung baru bukanlah suatu yang muluk. Gedung yang akan dibangun bukanlah gedung yang mewah dan megah, melainkan gedung yang fungsional. Luas tanah yang tersedia, tak jauh dari gedung KPK yang sekarang, masih di bilangan Kuningan, Jakarta, hanya 8.000 meter persegi. Luas keseluruhan bangunan 27.600 meter persegi dengan biaya Rp 202.720.000.000 atau sekitar Rp 200 miliar!

Dana awal yang diminta KPK agar disetujui Komisi III DPR hanya Rp 61 miliar, tetapi tetap tidak disetujui. Bandingkan dengan begitu mudahnya DPR memberikan persetujuan terhadap pembangunan pusat latihan dan pendidikan atlet di Hambalang, Bogor, yang anggarannya melambung menjadi Rp 1,2 triliun atau bahkan Rp 2,5 triliun termasuk peralatan olahraganya.

DPR khususnya Komisi III selama ini beranggapan bahwa anggaran untuk KPK telah meningkat 600 persen dari Rp 109,138 miliar pada 2004 menjadi Rp 660 miliar pada 2012. Namun, sebuah kajian singkat Indonesia Corruption Watch menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan APBN, anggaran KPK hanyalah 0,05 persen sampai 0,055 persen dari APBN, angka yang hampir-hampir tidak berarti jika dibandingkan dengan tugas dan misi KPK untuk memberantas korupsi.

Simbol Perlawanan

Beberapa individu di Komisi III DPR selama ini bukan saja ”memberi bintang” (menunda) pengucuran anggaran pembangunan gedung baru KPK, melainkan juga ingin mengerdilkan KPK atau bahkan ingin cepat-cepat membubarkan KPK. Apa yang dilakukan beberapa tokoh kunci di Komisi III DPR merupakan ”proses pembusukan” (decaying process) di DPR.

Kita tidak tahu apakah motif untuk mengerdilkan atau membubarkan KPK akibat dari banyaknya anggota DPR yang bermasalah dengan korupsi. Hingga saat ini ada 45 anggota DPR yang diciduk KPK, ada yang masih disidik, ada yang sedang disidang, ada pula yang sudah masuk penjara.

Gerakan saweran ”Koin untuk KPK” merupakan simbolisasi perlawanan rakyat terhadap kekuasaan lembaga legislatif yang angkuh. Ini terkait dengan eksistensi KPK. Jika institusi yang menangani terorisme dan narkoba tidak dibilang lembaga yang ad hoc (sementara), mengapa KPK yang memiliki tugas suci memberantas korupsi malah dibilang ad hoc, sesuatu yang tidak tercantum dalam undang-undang mengenai KPK.

Di mata Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto, apa yang dilakukan kelompok masyarakat sipil merupakan konsolidasi warga negara Indonesia untuk pemberantasan korupsi. Dalam kaitan itu pula, para pemimpin KPK berjanji berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memberantas korupsi. Jika mahasiswa, rakyat miskin, dan elite masyarakat bahu-membahu menyumbang Rp 1.000, Rp 2.000, sampai yang tertinggi Rp 10 juta, bukan mustahil KPK yang kita miliki dan cintai itu akan dapat mewujudkan impiannya memiliki gedung baru tahun ini juga. Kekuatan rakyat tentu dapat mengalahkan kekuasaan yang amat angkuh. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar