Pemimpin
yang Terisolasi
Bambang Soesatyo ; Anggota Komisi III DPR,
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
SUARA MERDEKA, 24 Juli 2012
FOKUS hanya pada masalah politik
kekuasaan, membuat Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) makin terisolasi
dari sejumlah persoalan yang dihadapi rakyat. Bahkan terlihat aneh karena
senang terhadap fakta yang menunjukkan pemerintahannya tidak bersih. Dua
pernyataannya sepanjang pekan lalu membuat banyak orang bertanya-tanya.
Pertama; ketika mengaku senang dengan terungkapnya penyimpangan penggunaan
anggaran yang melibatkan eksekutif dan legislatif. Kedua; saat mengimbau mundur
menterinya yang hanya sibuk mengurusi partai.
Pada saat bersamaan, rakyat
menghadapi masalah yang tidak menyenangkan, terutama terkait kenaikan harga barang
kebutuhan pokok. Sementara di beberapa daerah, konflik berlatarbelakang
perebutan lahan terus berlanjut. Konflik yang melibatkan warga versus aparat
keamanan dan pemerintah, atau warga melawan pemodal swasta.
Dua isu ini dikedepankan media
massa secara berkelanjutan tapi tetap luput dari perhatian Presiden yang sibuk
mengelola politik kekuasaan. Terlihat SBY dan para menterinya bukan hanya tidak
sensitif melainkan juga tidak antisipatif. Lonjakan harga sembako selalu
terjadi menjelang Ramadan dan Lebaran. Mestinya ia memerintah Menko
Perekonomian, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, dan Kepala Bulog untuk
mengantisipasi lonjakan harga.
Sementara itu, konflik berlatar
belakang perebutan lahan terus mengalami eskalasi. Sepanjang Januari-Juni lalu,
luas lahan yang diperebutkan 377.159 hektare dalam 101 kasus, melibatkan
sedikitnya 25 ribu keluarga.
Masyarakat melihat dua masalah
itu sebagai persoalan serius, tapi Pre-siden dan anggota kabinet
memersepsikannya sebagai hal biasa. Itu sebabnya, SBY tidak merasa perlu
memberi respons. Tentu saja sikap seperti itu sulit dipahami, mengingat dua
masalah tersebut sangat strategis.
Lonjakan harga sembako berkait
dengan perut lebih dari 100 juta warga negara, sementara persoalan konflik
lahan berdimensi lebih luas. Mulai aspek kepastian hukum dalam berbisnis,
prospek perekonomian rakyat di atas lahan yang disengketakan, aspek keamanan
hingga potensi konflik berdarah dengan jatuhnya korban jiwa.
Peduli dan Tegas
Muncul kekhawatiran bahwa
pemerintahan tidak fokus mengurusi persoalan yang dihadapi rakyat. Itu
sebabnya, antara suara atau aspirasi rakyat dan respons pemerintah sering tidak
nyambung. Pengungkapan sejumlah kasus penyimpangan penggunaan anggaran
pembangunan itu seharusnya membuat Presiden prihatin. Sebab, itu bukti
pemerintahannya tidak bersih. Bahkan, karena melibatkan pejabat pemerintah,
Presiden seharusnya proaktif.
Ambil contoh kasus dugaan korupsi
proyek Hambalang. Jika ada kementerian yang berani merealisasikan sebuah proyek
tanpa mengikuti mekanisme penganggaran yang benar, berarti menteri itu
melanggar undang-undang. Menjadi tidak wajar jika Presiden tidak meminta
pertanggungjawaban dari menteri tersebut.
Presiden juga terlihat tidak
tegas ketika hanya bisa mengimbau mundur menterinya jika lebih sibuk mengurusi
partai. Imbauan itu boleh jadi mengacu pada data, dan bukankah Presiden
berbicara harus berdasarkan data?
Kalau ada menteri tidak bisa
berkonsentrasi menjalankan tugasnya, Presiden punya hak prerogatif untuk
memberhentikannya. Bila hanya mengeluarkan imbauan justru akan dikembangkan
sebagai lelucon di ruang publik. Kalau menteri yang sibuk mengurusi
partai diimbau oleh Presiden untuk mundur, lantas apa konsekuensinya jika SBY
pun sibuk mengurusi partainya?
Sebagai pemimpin, SBY wajib
memberi contoh. Imbauannya ibarat peribahasa ‘’menepuk air di dulang terpercik muka sendiri’’. Masyarakat tahu
bahwa ia menjabat Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan tokoh sentral partai
itu. Tentu Presiden tidak bisa menyalahkan para menteri jika ada di antara mereka
masih bisa mengurusi partai pada waktu luang. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar