Rabu, 25 Juli 2012

Pengelolaan Blok Migas Menjelang Habis Kontrak


Pengelolaan Blok Migas Menjelang Habis Kontrak
Pri Agung Rakhmanto ; Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi
Universitas Trisakti; Pendiri ReforMiner Institute
KOMPAS, 25 Juli 2012


Berdasarkan data pemerintah, diketahui bahwa dari 72 wilayah kerja eksplorasi dan eksploitasi migas yang ada, sampai 2021 terdapat 29 wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya. Pada 2012 saja terdapat 8 wilayah kerja migas yang akan berakhir masa kontraknya. Pada 2018 dan 2020, masing-masing 8 dan 7 wilayah kerja yang akan berakhir masa kontraknya.

Publik umumnya menuntut agar hak pengelolaan blok migas tersebut nantinya diserahkan kepada pihak nasional. Dalam hal ini, khususnya kepada Pertamina, sebagai representasi perusahaan migas negara, dengan melibatkan BUMD sebagai representasi daerah. Namun, pertimbangan pemerintah sering kali tidak selalu sejalan dengan logika dan keinginan publik.

Pemerintah sejauh ini telah menetapkan tiga kriteria sebagai dasar pertimbangan dalam perpanjangan atau pengakhiran kontrak. Pertama, blok migas dengan potensi cadangan (reserves) besar dan kinerja operator (kontraktor kontrak kerja sama, KKKS) sebelumnya bagus, dapat diusulkan perpanjangan kontrak dengan melibatkan Pertamina dan BUMD sebagai pemegang sebagian participating interest.

Kedua, blok migas dengan cadangan menengah dan kinerja KKKS sebelumnya rendah diusulkan diberikan kepada Pertamina dengan melibatkan BUMD dan KKKS sebelumnya sebagai pemegang sebagian participating interest.
Ketiga, blok migas dengan cadangan kecil dan kinerja KKKS sebelumnya rendah, diusulkan untuk dilakukan tender terbuka.

Pertimbangan Teknis

Ketiga kriteria di atas dapat dipahami dari sudut pandang teknis, yaitu dalam konteks untuk mempertahankan tingkat produksi dari blok yang ada dan untuk menjaga hubungan yang baik dengan KKKS sebelumnya. Sekaligus juga untuk memberikan sinyal kepada KKKS lainnya yang masih menjalankan kontrak di blok migas lain: bahwa pemerintah ”bersahabat” dengan mereka.

Dengan kata lain, ada kekhawatiran dari pemerintah jika blok migas yang memiliki cadangan besar diserahkan kepada pihak nasional produksinya akan menurun. Juga ada kekhawatiran bahwa jika hal itu dilakukan, KKKS lainnya, terutama KKKS besar, kemudian akan mengalihkan investasinya ke portofolio atau negara lain.

Kekhawatiran ini logis karena fokus pemerintah selama ini memang (hanya) pada 
pencapaian produksi. Dan, menjadi semakin logis karena di sektor hulu migas, pemerintah sejak dulu memang tidak mengambil posisi untuk bersedia menanamkan investasi serta melakukan eksplorasi dan produksi migas sendiri.

Dengan kekhawatiran semacam itu, keberpihakan pemerintah dalam mendorong perusahaan migas milik negara sendiri terlihat jadi setengah hati. Dari kriteria di atas, terlihat bahwa Pertamina hanya akan dapat hak pengelolaan untuk blok-blok migas dengan skala cadangan kelas menengah. Itu pun dengan syarat: kinerja KKKS sebelumnya di blok tersebut rendah.

Dengan kondisi seperti ini, Pertamina akan makin sulit jadi tuan rumah di negerinya sendiri. Dari sudut pandang keberpihakan dan pemberdayaan perusahaan migas negara dan penguatan elemen ketahanan energi nasional, kriteria di atas tak sejalan.

Kriteria di atas pada dasarnya juga kontraproduktif dengan upaya menarik investasi eksplorasi baru untuk menemukan cadangan-cadangan migas baru dalam skala besar, yang sangat diperlukan bagi keberlanjutan produksi dan pasokan migas nasional ke depan. Jika blok migas dengan cadangan kecil hanya ditawarkan dengan tender terbuka, secara logika akan sulit mendapatkan peminat dan sampai kapan pun cadangan di blok tersebut akan kecil.

Strategis

Mestinya, di blok migas dengan cadangan kecil itulah pemerintah dapat memainkan salah satu strateginya dalam kaitan dengan perpanjangan atau pengakhiran kontrak. Intensifikasi eksplorasi lanjut pada blok migas dengan cadangan kecil dan ekstensifikasi eksplorasi awal pada daerah frontier, seperti halnya di wilayah Indonesia timur ataupun di laut dalam, mestinya menjadi bagian dari posisi tawar dan komitmen yang diminta pemerintah kepada KKKS besar dalam kaitan dengan perpanjangan atau pengakhiran kontrak.

Dengan kata lain, kontrak tak bisa diperpanjang sekadar hanya dengan kriteria kinerja KKKS sebelumnya yang dinilai tinggi. KKKS besar dengan kinerja tinggi justru harus ”dipaksa” agar bersedia melakukan investasi skala besar untuk mampu meningkatkan produksi dan menambah cadangan nasional secara signifikan dan berkelanjutan secara paralel. Sebab, mereka memiliki keunggulan modal, teknologi, dan pengalaman.

Berakhirnya masa kontrak mestinya juga harus bisa dijadikan alat tawar bagi pemerintah untuk memberikan jalan bagi ekspansi Pertamina di luar negeri. Jadi, bisa saja kontrak diperpanjang dan Pertamina tidak mendapatkan hak pengelolaan di dalam negeri. Namun, Pertamina harus mendapatkan ganti—setidaknya participating interest tertentu—di luar negeri, di wilayah yang potensial tetapi dengan risiko rendah di mana KKKS tersebut juga beroperasi, misalnya di Timur Tengah atau Afrika.

Dengan demikian, aset nasional—baik di dalam maupun di luar negeri—dalam wujud produksi dan cadangan secara keseluruhan akan bertambah. Migas adalah sumber energi strategis dan berakhirnya masa kontrak blok migas juga adalah hal strategis. Untuk itu, pemerintah juga harus berpikir dan bertindak strategis: jangan sekadar teknis! ●

4 komentar:

  1. Gagasan yang luar biasa, kami nantikan selanjutnya ya?

    BalasHapus
  2. Keren mas, dan tentunya ini sangat berguna bagi yang ingin belajar ...

    BalasHapus
  3. info yang sangat bermanfaat sekali buat di simak, ...

    BalasHapus
  4. mantap juga buat saya pahami lebih dalam , ...

    BalasHapus