Rabu, 25 Juli 2012

Zakat untuk Produktivitas Umat


Zakat untuk Produktivitas Umat
Biyanto ; Dosen IAIN Sunan Ampel,
Ketua Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
 SINDO, 25 Juli 2012


Di antara ibadah yang sangat dianjurkan selama Ramadan adalah memperbanyak sedekah. Anjuran ini termaktub dalam beberapa hadits Nabi Muhammad SAW.Misalnya,beliau menyatakan bahwa sebaik-baiknya sedekah adalah yang dikeluarkan pada bulan Ramadan.

Pada kesempatan lain, Nabi juga menyatakan bahwa tangan di atas (pemberi) itu lebih baik dari tangan di bawah (peminta- minta). Karena itulah, Islam sangat mencela orang yang bermalas-malasan, meminta- minta, dan tidak mau bekerja keras.Beberapa ajaran ini tentu dapat dijadikan spirit umat untuk mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) selama Ramadan. Jika kita amati praktik pengeluaran ZIS di tengah-tengah masyarakat, dapat disimpulkan bahwa umumnya dilakukan dengan dua cara.

Pertama, pembayar zakat (muzaki) secara langsung membagikan ZIS pada mereka yang berhak (mustahik). Meski terkesan konvensional, cara ini masih menjadi pilihan sebagian orang.Tetapi,pembagian zakat model ini menyisakan persoalan karena dapat menimbulkan korban akibat penumpukan massa. Kedua, pembayar zakat menyalurkan ZIS melalui lembaga amil. Cara ini dipandang lebih sesuai dengan spirit ajaran Islam sebagaimana dicontohkan Nabi dan para sahabat.

Distribusi melalui amil juga dimaksudkan untuk efisiensi dan efektivitas pembagian ZIS. Dengan demikian, pembayar zakat dapat memercayakan penyaluran ZIS pada amil. Apalagi kini telah tersedia banyak amil zakat yang amanah, bertanggung jawab, transparan, dan profesional. Berdasarkan hasil riset Islamic Development Bank (IDB) dikatakan bahwa potensi zakat di Indonesia pada 2010 mencapai Rp100 triliun.

Sementara pada 2011 potensi zakat diestimasi mencapai Rp217 triliun, dengan perincian Rp117 triliun dari rumah tangga dan Rp100 triliun dari perusahaan-perusahaan milik keluarga muslim.Meski potensinya sangat besar,Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyatakan bahwa realisasi pembayaran zakat pada 2010 baru mencapai Rp1,5 triliun. Ini berarti masih jauh dari potensi zakat sesungguhnya.

Padahal pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.Tetapi, lagi-lagi kita menyaksikan betapa undangundang ini belum mampu melahirkan efek jera bagi orang yang tidak membayar zakat. Karena itu, untuk mengoptimalkan potensi zakat selama Ramadan,beberapa amil memilih cara lebih aktif dengan menyediakan counter zakat di kantor pemerintahan, rumah sakit,pusat perbelanjaan, dan bank.

Cara ini dapat dikatakan terobosan karena berupaya menjemput zakat dari pembayar zakat.Di counter tersebut pembayar zakat juga dapat berkonsultasi mengenai beberapa persoalan keagamaan, terutama yang berkaitan dengan zakat. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan ZIS. Cara ini juga berbeda dari kebanyakan amil zakat yang pasif dengan hanya membuka penerimaan ZIS di masjid.

Jika hasil riset IDB dijadikan pijakan, potensi zakat tergolong sangat besar. Ini jelas menjadi tantangan bagi Baznas serta Badan Amil Zakat (BAZ) setiap provinsi, kabupaten, dan kota untuk mencari cara yang tepat guna memaksimalkan potensi zakat. Optimalisasi potensi zakat sangat berarti bagi peningkatan kesejahteraan umat,terutama untuk menangani problem kemiskinan dan pengangguran.

Apalagi data Badan Pusat Statistika (BPS) menunjukkan bahwa angka kemiskinan Indonesia masih sangat tinggi, mencapai 30,02 juta (Maret 2011). Hingga mendekati akhir Ramadan, lembaga amil zakat pasti lebih sibuk karena harus juga mengelola zakat fitrah. Jika dikelola profesional, penerimaan ZIS dan zakat fitrah selama bulan Ramadan tentu sangat besar manfaatnya untuk memberdayakan umat. Sayangnya, pemanfaatan ZIS dan zakat fitrah sejauh ini masih banyak yang digunakan untuk kepentingan konsumtif.

Penerima zakat cenderung menggunakan dana zakat untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari. Lembaga amil juga belum banyak yang mengarahkan pemanfaatan zakat untuk peningkatan produktivitas seperti pemberian modal usaha, pengembangan unit produksi, dan pemberian beasiswa pendidikan. Ironinya,ada sebagian orang kaya yang merasa bangga melihat fenomena terus bertambahnya kerumunan orang miskin yang antre menerima zakat di depan rumahnya.

Fenomena ini dapat diamati di beberapa daerah saat orang-orang kaya itu membagikan zakatnya. Ini tentu menjadi potret yang aneh karena masih ada orang yang justru senang melihat peningkatan jumlah orang miskin.Dengan bangga mereka bahkan mengundang orang miskin datang ke rumahnya untuk diberi zakat. Hal ini jelas menjadi fenomena yang bertentangan dengan tradisi Islam. Karena seharusnya orang kaya itulah yang mendatangi fakir miskin untuk diberi zakat.

Sudah saatnya lembaga amil berusaha memaksimalkan pengelolaan zakat dengan cara yang lebih produktif.Harus diakui bahwa menghilangkan tradisi pemanfaatan zakat untuk kepentingan konsumtif jelas membutuhkan waktu. Apalagi realitas menunjukkan bahwa masih banyak warga miskin yang membutuhkan penanganan langsung karena problem yang dihadapi bersifat riil.Tetapi, harus diingat bahwa penanganan kemiskinan tidak boleh hanya mengandalkan pendekatan yang pragmatis.

Strategi ini jelas tidak akan berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Boleh jadi, masyarakat miskin bahkan akan merasa nyaman dengan kemiskinannya. Dalam pikiran mereka pasti ada pihak yang memberi bantuan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Pada konteks inilah lembaga amil perlu mengalokasikan dana dari zakat untuk memberdayakan perekonomian umat. Masyarakat miskin harus didorong untuk cepat keluar dari kemiskinannya.

Caranya dengan memberikan dana yang diambilkan dari zakat untuk modal usaha atau pinjaman lunak. Dana ini harus digunakan sebagai modal usaha yang bermanfaat bagi kelanjutan kehidupannya.Untuk memastikan bahwa dana zakat digunakan sebagaimana mestinya, lembaga amil perlu mengajak elemen masyarakat guna mendampingi warga miskin hingga benar-benar berdaya.

1 komentar: