Puasa
dan Pendidikan Multikultural
Dede
Rosyada ; Direktur Perguruan Tinggi Agama
Islam Kemenag RI
MEDIA INDONESIA, 23 Juli 2012
TUHAN
mendeklarasikan diri-Nya sebagai rabb, atau pendidik, seperti yang tertuang
dalam salah satu ayat pada surah al-Fatihah, al-hamdu lillahi rabb al-alamiin.... Kata rabb merupakan turunan dari kata rabaaatautarbiyah yang bermakna mendidik dan pendidikan. Akan
tetapi, Tuhan tidak kontak langsung dengan manusia. Fungsi pendidikan Dia
laksanakan melalui berbagai kewajiban syar’i
yang diperintahkan kepada umat manusia, baik yang berimplikasi hukum wajib atau
sunah.
Berbagai
kewajiban syar’i selalu berdimensi
pendidikan. Banyak dimensi pendidikan bisa disimpulkan dalam pelaksanaan salat,
mulai membangun tradisi disiplin waktu, membangun budaya bersih, hingga membina
sikap kejujuran dan lainnya. Demikian pula dengan ibadah zakat dan puasa, yang
pada bulan ini semua umat Islam menyambutnya dengan penuh sukacita karena penuh
makna dan bahan ajar.
Akan
tetapi, di tengah-tengah kegembiraan menyambut bulan penuh barakah tersebut,
umat Islam Indonesia masih saja menghadapi kenyataan yang kurang elok bila
dilihat dari dimensi kebersamaan, yakni mengawali dan mengakhiri Ramadan dalam
hari dan tanggal berbeda karena penggunaan metodologi penetapan pergantian
bulan yang berbeda.
Pada
2012, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan pada Jumat (20/7) karena ijtimak
terjadi pada Kamis (19/7) pukul 11.00 WIB. Dengan demikian, Syakban sudah habis
di Kamis kendati posisi hilal Indonesia bagian Barat masih dalam 1,30 derajat
di atas ufuk. Berdasarkan hasil penglihatan dengan perhitungan (ru’yah bi al-hisab), Kamis adalah hari
terakhir Syakban dan malam Jumat sudah merupakan malam pertama Ramadan. Karena
itu Muhammadiyah menetapkan Jumat hari pertama Ramadan dan hari pertama
berpuasa bagi umat Islam.
Akan
tetapi, pemerintah dengan berbagai aliran keagamaan Islam yang ada di Indonesia
menggunakan metodologi lain, yakni melihat bulan dengan mata kepala (ru’yah bi al-ain) atau dengan bantuan
alat. Ramadan tiba jika bulan sabit (hilal)
pertanda awal Ramadan sudah kelihatan di akhir Syakban.
Kendati
tahu dari hasil perhitungan bahwa posisi hilal 1,30 derajat di atas ufuk,
sebuah posisi yang tidak mungkin terlihat oleh mata kepala dengan alat
sekalipun, Kementerian Agama memerintahkan seluruh Bagian Urusan Agama Islam di
Kantor kementerian Agama untuk memantau terbitnya hilal ketika terbenam
matahari di Kamis. Ternyata, tidak satu pun melaporkan bahwa mereka melihat
hilal. Oleh karena itu, Jumat belum masuk Ramadan dan belum wajib berpuasa
sehingga sebagian besar umat Islam Indonesia berpuasa pada Sabtu (21/7).
Peristiwa
itu sering berulang dan umat Islam Indonesia sangat jarang mengawali dan
mengakhiri puasa pada hari dan tanggal yang sama. Peristiwa tersebut bukan
sesuatu yang aneh bagi umat Islam Indonesia. Persoalannya ialah jika masih ada
anggota masyarakat muslim Indonesia yang belum mampu menghargai perbedaan
tersebut.
Padahal, perbedaan itu sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari,
setidaknya hingga saat ini. Oleh karena itu, dalam sepuluh tahun terakhir ini,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan para ahli
pendidikan di Indonesia melakukan kajian dan upaya-upaya teknis untuk
mengembangkan misi pendidikan multikultural dalam program pendidikan di
Indonesia, baik formal maupun nonformal. Program itu berupa pendidikan untuk
membina para pembelajar (learner) agar mampu menghargai perbedaan dan bisa
hidup bersama dalam keragaman.
Pendidikan
multikultural, seperti dikatakan Callary Sada (2004), merupakan sebuah reļ¬eksi
proses pendidikan keragaman dalam rangka meningkatkan pluralisme untuk
membangun kebersamaan. Senada dengan itu, HAR Tilaar (2004) menyebut pendidikan
multikultural sebagai sebuah upaya membina sikap untuk menghargai keragaman
etnik, budaya, dan agama. Fokus pendidikan multikultural bukan pada pengajaran
ragam budaya, tapi justru mendidik, membina, membiasakan, dan terus melakukan
kontrol dan perbaikan agar anak-anak bangsa ini bisa hidup dengan saling
menghargai dan menghormati keragaman demi tetap menjaga dan memperkuat serta
mempererat persatuan dan kesatuan bangsa dalam meretas jalan menuju masyarakat
maju, mandiri, dan sejahtera ke depan.
Pandangan
menarik lainnya tentang makna pendidikan multikultural juga dikemukakan Will
Kymlicka (2000). Dalam bukunya, Multicultural Citizenship, Kymlicka menegaskan bangsa
sebesar Amerika dengan etnik yang beragam bisa tegak karena menjaga pilar-pilar
multikultural. Salah satu pilar itu yakni penghargaan terhadap hak-hak individu
dan kelompok serta toleransi masyarakat antara satu etnik dan lainnya, antara
satu penganut agama dan penganut agama lainnya. Sikap saling memahami,
menghargai, dan memberi kesempatan antara satu masyarakat terhadap masyarakat
lainnya untuk mengamalkan agama sesuai dengan keyakinan, dalam konteks
Indonesia, merupakan modal utama persatuan dan kesatuan.
Dimensi Sosial Puasa
Dengan mayoritas masyarakat muslim, Islam sangat
menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan (QS 3: 103). Namun karena yang
melakukan praktik beragama manusia itu sendiri, agama sering kali merupakan bagian
yang paling sensitif bagi setiap pemeluknya, yang jika merasa terganggu akan
dengan mudah tersulut oleh konflik sosial. Karena itu, salah satu ibadah yang diharapkan
dapat menempatkan hati dan pikiran manusia
menjadi netral dari sensitivitas negatif, puasa diharapkan dapat menjadi titik
tolak pengembangan pendidikan multikultural di Indonesia.
Dengan
klasifikasi sebagai ibadah makhdhah, puasa secara sengaja diperintahkan Tuhan
kepada manusia agar kita dapat meyakini betapa besarnya dimensi sosial dari
puasa. Dimensi sosial harus dimaknai sebagai bentuk keterkaitan antara satu
makhluk dan lainnya agar di antara sesama manusia dapat saling menghargai satu
sama lain.
Beberapa lesson learn dari puasa dalam konteks dimensi sosial dapat
dilihat dari perintah Tuhan agar manusia dapat menjaga lidahnya dari berkata
yang membuat orang lain sakit hati, atau kata-kata yang akan menimbulkan
permusuhan dan provokasi.
Larangan
Tuhan untuk berkata yang menyakitkan orang lain atau berkata provokatif yang
mengajak orang lain membenci seseorang atau satu golongan, kendati secara
syar’i tidak membatalkan puasa, dimensi sosial puasa menjadi tidak jalan dan
dapat mengurangi kualitas ibadah puasa. Itu merupakan sebuah proses pendidikan
multikultural yang sangat fundamental karena perintah ritual tersebut
benarbenar berdimensi sosial yang sangat esensial, terutama dalam meningkatkan
penghargaan dan respek terhadap hak-hak individual dan komunal.
Memperbanyak
sedekah sebagai salah satu ibadah ritual yang menyertai puasa juga merupakan
sebuah pendidikan bagi umat Islam agar memiliki komitmen kebersamaan untuk
membangun persatuan dan kesatuan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki
hak yang sama terhadap karunia-Nya sehingga makna kebersamaan dapat dilihat
juga sebagai inti pendidikan multikultural. Integritas sosial jenis itu tidak
hanya menghargai hak-hak individual dan komunal, tapi juga membawa mereka dalam
komunitas untuk hidup bersama dalam menikmati karunia Tuhan.
Selain
untuk meningkatkan kualitas ibadah puasa, sedekah merupakan wujud integritas
sosial di bawah sebuah keyakinan bahwa semua umat manusia adalah satu,
sama-sama makhluk Tuhan, yang berhak atas semua karunia-Nya.
Demikian
pula dengan kewajiban zakat fitrah, yang merupakan pendidikan untuk membangun
kesadaran bahwa karunia Tuhan yang dia peroleh karena kecakapan dan keahliannya
bukan haknya penuh, melainkan ada hak orang lain yang perlu disampaikan. Ketika
menyampaikan hak-hak tersebut mungkin ada salah hitung, salah takar, atau
kelalaian lainnya sehingga perlu dibersihkan dalam rangka menyempurnakan
ibadahnya itu. Itu pelajaran paling berharga dalam mewujudkan idealisasi kita
sebagai muslim yang tidak sekadar sempurna dalam ibadah ritual, tapi juga
sempurna dalam ibadah sosial.
Membayar
zakat fitrah juga memiliki dimensi ganda, baik sebagai upaya membersihkan
muzaki dari hak orang lain yang mungkin termakan akibat salah hitung dalam
zakat harta atau zakat profesi maupun uang atau barang yang dikeluarkan itu
untuk kepentingan konsumsi mereka yang kurang beruntung.
Ibadah
puasa merupakan proses Tuhan mendidik kita semua untuk menjadi muslim yang
baik, yang pelaksanaan ibadah ritualnya sempurna, dan semakin baik pula
hubungan sosial dengan masyarakat tempat kita berada. Ibadah puasa merupakan
salah satu cara Tuhan mendidik kita semua untuk bisa menghargai orang lain. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar