Minggu, 01 Juli 2012

Hati-hati dengan LSM Asing

Hati-hati dengan LSM Asing
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi
SINDO, 30 Juni 2012


Saya pernah menolak tawaran suatu nongovernment organization (NGO) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari sebuah negara maju (LSM asing) untuk membiayai keberangkatan saya ke beberapa negara.

LSM itu menawarkan tiket dan akomodasi kepada saya untuk mengunjungi beberapa negara guna memberi ceramah konstitusi dan politik di Indonesia serta menjelaskan keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) dan prestasinya kepada pejabat pemerintah dan masyarakat di beberapa negara tersebut. LSM asing itu mengatakan kepada saya bahwa MK Indonesia sangat fenomenal karena dalam usianya yang masih muda, belum 10 tahun, sudah memainkan peran penting dalam membangun demokrasi dan konstitusi.

Pengalaman Indonesia membangun demokrasi dan menegakkan konstitusi dengan segala paham yang mendasarinya perlu diperkenalkan kepada negara-negara lain. Kepada LSM asing yang di Indonesia cukup terkenal itu saya katakan bahwa saya tak mau diongkosi oleh LSM, sebab saya ini pejabat negara. Saya bisa berangkat dengan biaya sendiri yang disediakan oleh negara asal proposal undangannya bisa menjelaskan manfaat kunjungan saya tersebut.

Saya juga pernah menolak tawaran sebuah LSM asing yang akan membiayai perhelatan internasional antarpimpinan MK, pimpinan Mahkamah Agung (MA), dan pimpinan Komisi Yudisial (KY) dari berbagai negara. LSM asing itu meminta MK Indonesia menjadi tuan rumah simposium internasional tentang peran MA, MK, dan KY dalam penegakan supremasi hukum.LSM asing itu akan menanggung semua biaya delegasi dari 50 negara yang akan diundang ke Indonesia.

Kepada LSM asing itu pun saya katakan bahwa MK Indonesia tidak mau menyelenggarakan atau menjadi tuan rumah international event dengan sponsorship dari LSM asing. Jika manfaat dari simposium internasional jelas dan terukur,MK Indonesia bisa menyelenggarakannya dengan biaya MK sendiri. Demikianlah, saya sering mengunjungi berbagai negara untuk berceramah dan berangkat ke sana dengan biaya sendiri.

Pun MK Indonesia sudah dua kali sukses menyelenggarakan simposium internasional dengan penyediaan akomodasi MK Indonesia sendiri. Mengapa saya menolak dibiayai LSM asing? Karena sebagai pejabat negara, yang akan berbicara atau tampil mewakili negara, saya harus menjaga martabat bangsa dan negara. Saya tidak mau ada orang yang mengatakan atau ada LSM asing yang mengklaim bahwa kunjungan saya untuk berceramah atau mengisi kuliah di berbagai negara itu dibiayai oleh pihak asing.

Begitu pula MK tidak mau menyelenggarakan forum internasional yang bisa-bisa diklaim disponsori oleh LSM asing. Selain itu, berdasar pengalaman kita sendiri, tak jarang kita temui adanya LSM asing yang hanya mengambil nama secara besar-besaran, jauh lebih besar dari sedikit biaya yang mereka keluarkan, atas kunjungan kita atau atas event yangkita selenggarakan.Misalnya mereka minta berpidato, memberi sambutan, dalam acara yang mereka sponsori yang dalam pidatonya menyelipkan klaim bahwa karena merekalah acara itu ada.

Gambargambar dan dokumen kegiatan itu kemudian mereka jadikan alat untuk mencari dana bagi keperluan LSM asing itu sendiri. Menurut saya munculnya fitnah atas proses amendemen UUD 1945 antara 1999 hingga 2002 yang diisukan dibiayai oleh asing itu tak lepas dari permainan LSM asing yang hanya bermain klaim seperti itu.Pada awal reformasi (1998) berbagai diskusi dan seminar untuk reformasi konstitusi (amendemen UUD 1945) memang banyak diselenggarakan oleh kampus-kampus dan LSM-LSM kita sendiri yang dibantu berbagai LSM asing.

Di dalam seminar-seminar atau berbagai lokakarya itu, selain orang-orang kampus dan aktivis LSM, adakalanya diundang orang-orang MPR dan parpol-parpol untuk ikut berpastisipasi agar memperluas bekal secara lebih komprehensif tentang konstitusi. Pada acara-acara itu, LSM asing yang membantu pembiayaan selalu ikut memberi sambutan dan memasang spanduk atau lambang LSM-nya pada dekorasi.

Eh,tak tahunya muncul isu dan klaim bahwa pihak asing membiayai proses perubahan UUD 1945 sehingga dikatakan bahwa perubahan UUD 1945 adalah hasil operasi pihak asing.Padahal LSM asing itu sama sekali tak ikut berbicara soal substansi amendemen karena sebenarnya mereka tidak lebih pandai, bahkan lebih bodoh, daripada kita sendiri.

Tuduhan seperti itu kadang kala diperkuat oleh LSM asing yang mengklaim telah mendorong perubahan politik, hukum, dan ekonomi sehingga Indonesia menjadi lebih baik. Padahal, kadang kala, mereka hanya menyumbang konsumsi untuk dua kali makan dan membayari sewa ruang pertemuan, sedangkan tiket dan penginapan ditanggung oleh institusi peserta sendiri.

Tapi foto-foto dan dokumen kegiatan tentang itu dibesar-besarkan dengan menonjolkan atribut- atribut LSM asing tersebut sehingga seakan-akan merekalah yang melakukan perubahan dan membiayainya. Gila, kan? Berkenaan dengan ini saya juga agak menyayangkan adanya aktivis gerakan atau tokoh LSM kita sendiri yang tak jarang begitu senang dan bangga dibiayai LSM asing untuk berbagai seminar atau kunjungan ke luar negeri.

Soalnya kemudian, ada di antara mereka ini yang tak malu-malu, bersikap inlander tulen, menjual harga diri dengan menjelek-jelekkan Indonesia sebagai negara yang harus disorot oleh dunia internasional. Lebih gila lagi, kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar