Lonjakan
Korupsi di Desa
Egi Primayogha ; Anggota Divisi Riset Indonesia Corruption
Watch (ICW)
|
KOMPAS,
19 Februari
2018
Pemerintah telah mematok
anggaran dana desa pada 2018 sebesar Rp 60 triliun. Rata-rata setiap desa
akan mendapatkan Rp 800 juta. Di tengah besarnya anggaran yang akan
dikucurkan, pengelolaan dana desa berhadapan dengan maraknya permasalahan
korupsi di tingkat desa. Hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW)
terhadap korupsi di tingkat desa menunjukkan, jumlah kasus korupsi selalu
melonjak lebih dari dua kali lipat dari tahun ke tahun. Pada 2015, kasus
korupsi berjumlah 17 kasus dan meningkat menjadi 41 kasus pada 2016. Tahun
2017 melonjak menjadi 96 kasus. Total kasus pada 2015- 2017 mencapai 154
kasus.
Pada aspek lain, korupsi
di desa turut menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar. Angkanya
mencapai Rp 47,56 miliar. Rinciannya adalah Rp 9,12 miliar pada 2015, Rp 8,33
miliar pada 2016, dan melonjak menjadi Rp 30,11 miliar pada 2017.
Dari 154 kasus yang
terpantau, anggaran desa adalah obyek korupsi yang paling banyak ditemukan.
Total 82 persen kasus menjadikan anggaran desa sebagai obyek. Obyek korupsi
anggaran desa mencakup alokasi dana desa (ADD), dana desa, kas desa, dan
lain-lain. Kendati demikian, turut ditemukan kasus korupsi dengan obyek
non-anggaran desa. Misalnya, pungutan liar yang dilakukan perangkat desa.
Total kasus dengan obyek korupsi non-anggaran desa 18 persen dari keseluruhan
kasus.
Terkait aktor, terdapat
hal yang penting menjadi sorotan, yakni meningkatnya jumlah kepala desa yang
tersangkut kasus korupsi, sepanjang 2015-2017 mencapai 112 orang. Pada 2015,
terdapat 15 kepala desa, pada 2016 menjadi 32 orang, dan pada 2017 melonjak
lebih dari dua kali lipat menjadi 65 kepala desa. Turut menjadi tersangka
adalah 32 perangkat desa dan tiga anggota keluarga kepala desa.
Pada Agustus 2017,
penangkapan kepala desa sempat menjadi sorotan publik. AM, Kepala Desa
Dassok, Kabupaten Pamekasan, terlibat dalam dugaan penghentian kasus yang
tengah ditangani Kejaksaan Negeri Pamekasan melalui upaya suap. Kasus ini
terkait pengadaan yang menggunakan anggaran dana desa. AM kemudian ditetapkan
menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama empat orang
lainnya.
Faktor
penyebab
Modus yang ditemukan dalam
kasus korupsi di desa beragam. Praktik penyalahgunaan anggaran paling banyak
ditemukan. Terungkap 51 kasus adalah praktik penyalahgunaan anggaran. Modus
lain adalah penggelapan (32 kasus), laporan fiktif (17 kasus),
kegiatan/proyek fiktif (15 kasus), dan penggelembungan anggaran (14 kasus).
Dari aspek penegakan
hukum, kasus korupsi di desa paling banyak ditangani Kepolisian RI dengan
total 81 kasus, disusul oleh Kejaksaan 72 kasus, dan KPK satu kasus. Minimnya
kasus yang ditangani KPK besar kemungkinan terkait keterbatasan wewenang yang
dimiliki. Apabila merujuk Pasal 11 UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, kewenangan KPK dalam menjerat kepala desa terbatas.
KPK dapat menjerat AM sebagai kepala desa karena ia terlibat dugaan suap
bersama-sama dengan Bupati Pamekasan, AS, dan Kepala Kejaksaan Negeri
Pamekasan.
Terdapat berbagai faktor
yang menjadi penyebab maraknya korupsi di tingkat desa. Pertama, terkait
minimnya pelibatan dan pemahaman warga akan proses pembangunan desa. Warga
memang kerap dilibatkan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
di desa, tetapi pelibatannya masih terbatas. Tak banyak pula warga yang
memiliki kemampuan cukup untuk memahami proses pembangunan, termasuk
pemahaman akan anggaran di desa, hak dan kewajiban sebagai warga di desa, dan
lainnya.
Kedua, minimnya fungsi
pengawasan di desa. Lembaga seperti badan permusyawaratan desa (BPD) belum
sepenuhnya optimal dalam menjalankan pengawasan anggaran di desa. BPD
seyogianya dapat berperan penting mencegah korupsi di desa, termasuk
mendorong warga lainnya untuk bersama-sama mengawasi pembangunan di desa
Ketiga, terbatasnya akses
warga terhadap informasi, seperti anggaran desa. Sebagai contoh, total jumlah
anggaran yang diterima desa dan total jumlah pengeluaran dipublikasikan,
sementara rincian penggunaan tak dipublikasikan secara berkala atau bahkan
tak diberikan sama sekali. Informasi mengenai pelayanan publik di desa juga
masih terbatas. Warga sering kali tak mendapatkan informasi mengenai
penggunaan akses layanan seperti kesehatan dan pendidikan. Tidak tersedianya
akses terhadap informasi kemudian membuat warga tidak terdorong untuk
berpartisipasi aktif sehingga pengawasan terhadap pembangunan desa menjadi
minim.
Terakhir, korupsi di desa
tak selalu disebabkan kehendak kepala desa atau perangkat desa untuk secara
sengaja melakukannya, tetapi dapat terjadi karena keterbatasan kemampuan dan
ketidaksiapan mereka mengelola uang dalam jumlah besar.
Dana
desa
Maraknya kasus korupsi
yang terjadi sepatutnya diberi perhatian serius. Setelah dikeluarkannya UU No
6/2014 tentang Desa, anggaran dana desa bergulir dalam jumlah sangat besar.
Kendati dari hasil temuan tak semua menjadikan anggaran desa sebagai obyek,
ini menunjukkan ada permasalahan besar dalam pengelolaan anggaran di desa
sehingga penggunaan dana desa menjadi rawan. Dalam kondisi demikian, terbuka
kemungkinan tindak pidana korupsi kian marak terjadi dalam pengelolaan dana
desa.
Perhatian lebih dari
otoritas terkait dibutuhkan. Kemendagri mesti lebih aktif memperkuat
kapasitas kepala desa dan perangkat desa, baik dalam aspek regulasi,
perencanaan pembangunan,
maupun tataran teknis lain
terkait pengelolaan keuangan desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa) juga harus lebih serius mendorong
warga aktif berpartisipasi. Penting bagi warga desa untuk paham atas hak dan
kewajibannya sebagaimana tertera dalam Pasal 68 UU Desa.
Tantangan terkait dana
desa juga kian besar pada 2018, mengingat maraknya daerah yang menggelar
pilkada serentak. Terdapat 115 kabupaten akan menggelar pilkada serentak pada
2018 dan sedikitnya 151 kepala daerah yang merupakan pejabat aktif kembali
mencalonkan diri sebagai kepala daerah sehingga terbuka lebar kemungkinan
terjadinya politisasi dana desa untuk kepentingan kontestasi pilkada.
Kementerian Keuangan, Kemendagri, dan Kemendesa perlu aktif mengawasi
pencairan dana desa agar tak diselewengkan. ●
|
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Hk
BalasHapus