Jumat, 17 November 2017

Konsistensi Anies-Sandi dan Taman BMW

Konsistensi Anies-Sandi dan Taman BMW
Prijanto  ;  Wakil Gubernur DKI Jakarta 2007-2012
                                              KORAN SINDO, 15 November 2017



                                                           
KISRUH rebutan tugas, wewenang, dan tanggung jawab reklamasi Teluk Jakarta telah selesai dengan cantik dan manis. Judul salah satu media cetak tersebar di medsos: Reklamasi, ‘Luhut: Saya sudah selesai’.

Di dalamnya tertulis ‘Nah, ketika ditanyai wartawan ihwal NJOP reklamasi itu, Luhut mengaku tidak lagi mengurusi proyek reklamasi. Luhut menegaskan saat ini reklamasi teluk Jakarta adalah urusan Gubernur DKI Anies Baswedan. ”Urusan gubernur sudah itu” tegasnya’.

Konsistensi Anies-Sandi terkait reklamasi Teluk Jakarta sampai saat ini patut diacungi jempol. Anies sewaktu di Hambalang bergeming ketika diiming-imingi keuntungan reklamasi Rp77 triliun untuk Pemprov DKI. Reklamasi lebih banyak mudaratnya daripada manfaat, terang Anies.

Sandiaga Uno dalam berbagai kesempatan secara tegas juga mengatakan, untuk kepastian hukum reklamasi dihentikan. Sudirman Said ujung tombak Tim Sinkronisasi Anies-Sandi lebih berani lagi dalam menyikapi penekanan Presiden tentang perlunya menjaga marwah hukum. Sikap Anies-Sandi terhadap rekla masi justru merupakan sikap menjaga marwah hukum, tegas Sudirman Said.

Anies-Sandi Sudah Mengantongi Data Taman BMW

Konsistensi menjaga marwah hukum Anies-Sandi juga tampak dipersoalkan rencana membangun stadion olahraga di atas tanah Taman BMW (Bersih Manusiawi Wibawa) di Kelurahan Papango, Jakarta Utara. Jan ji kampanye akan membangun stadion olahraga sebagai pengganti Stadion Lebak Bulus yang digunakan MRT semasa gubernur sebelumnya, memang ditunggu masyarakat Jakarta. Stadion bertaraf internasional dengan fasilitas layaknya Stadion Old Trafford, markas klub Manchester United, sedang dirancang.

Pembangunan nya direncanakan dengan pola kemitraan dengan swasta, kata Sandiaga Uno. Namun, dalam menjaga marwah hukum sebagaimana yang ditekankan oleh Trio Macannya DKI—Anies-Sand i - Sudirman Said—dalam berbagai kesempatan, tampak jelas Pemprov DKI sangat berhati-hati dalam membangun stadion olah raga tersebut.

Pada 8 Agustus 2017, Dr. Yurisman Star, ketum LSM Snak Markus (Solidaritas Nasional Anti-Korupsi dan Makelar Kasus), diundang oleh Sandiaga Uno untuk memaparkan persoalan tanah Taman BMW, di hadapan timnya. Dari paparan tersebut, Sandi dan tim hukumnya sudah mengantongi data dan persoalan Taman BMW antara lain:

Pertama,kasus Taman BMW sudah masuk KPK sejak 3 September 2012, dan saat ini sudah ada di bagian Penindakan KPK (Surat KPK Nomor: R-4160/40- 43/10/2012, tanggal 31 Oktober 2012).

Kedua, kasus Taman BMW sudah menjadi temuan BPK (LHP BPK RI 2014 dan sudah di PDTT oleh BPK RI tahun 2015).

Ketiga, Taman BMW bukan hasil konsinyasi dari PT Narpati Estate dan PT Buana Permata Hijau (Surat Keterangan Camat Tanjung Priok No.91/1.711.1/ 1985, Putusan No. 160/G/ 1991/ Tn/PTUN-JKT, Penetapan No.03/Cons/1994/ PN Jkt Ut).

Keempat, SK Hak Pakai dari Kakanwil BPN tahun 2003 sejumlah 7 SK Hak Pakai, tidak ada alas hak tanah dan sudah gugur demi hukum (Surat Kakanwil BPN DKI kepada Jaksa Agung Muda Intelijen No.1055/0-9/ PPS & KP/2009).

Kelima, Berita Acara Serah Terima tentang penyerahan kewajiban PT Agung Podomoro kepada Pemprov DKI tanah seluas 265.335,99 m2 dan menunjuk Taman BMW sebagai objek, pada 8 Juni 2007, patut diduga bodong dari sisi letak, luas, dan keabsahan SPH (Surat Pelepasan Hak) karena rakyat meng aku tidak punya tanah dan tanda tangan di SPH bukan tanda tangannya.

Misteri Sertifikat Tanah Taman BMW

Sepeninggal Gubernur Djarot, Pemprov DKI sudah memiliki enam sertifikat Taman BMW. Diperoleh informasi, sertifikat P.250/Papango 72.858 m2, P.251/Papango 35.098 m2, P.314/Papango 29.256 m2, P.315/Papango 66.999 m2, P.508/Sunter Agung 30.245 dan P.509/Sunter Agung 28.841 m2. Sertifikat nomor P.250 dan P.251 terbit saat Gubernur Jokowi dan empat sertifikat lainnya terbit saat Gubernur Djarot.

Melihat gambar letak tanah dan luas dalam sertifikat, patut diduga data yang di gunakan Pemprov DKI dalam memohon, menggunakan Surat Hak Pakai tahun 2003 yang sudah dinyatakan gugur demi hukum (Ref. Surat Kakanwil BPN Jakarta kepada Jaksa Agung Muda Intelijen tahun 2009). Terbitnya sertifikat Taman BMW membawa misteri, yang patut diduga adanya pemaksaan kehendak dengan menabrak hukum.

Bagaimana mungkin alas hak tanah tidak jelas dan sedang dalam sengketa di pengadilan bisa keluar sertifikat? Hal ini jelas melanggar PP No 24/1997 dan PMNA No 3/1997. Konon di lingkungan pegawai BPN sendiri juga ada yang menyesalkan, karena gegabah.

Sertifikat bukanlah segalanya. Pendaftaran tanah di Indonesia menganut asas ‘stelsel negatif’. Artinya, terdaftarnya nama seseorang di dalam register bukanlah berarti ‘absolut’ menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidakabsahannya dapat di buktikan pihak lain.

Beberapa kasus tanah, Pemprov DKI di gugat dan kalah di pengadilan, walau sudah mengantongi sertifikat. Di sinilah Anies-Sandi tertantang, akankah mereka berdua akan menerima sertifikat yang patut diduga bermasalah?

Anies-Sandi Menjaga Marwah Hukum

Dengan jargon menjaga marwah hukum dan memberikan kepastian hukum, Anies-Sandi jelas tidak akan gegabah membangun stadion olahraga di atas tanah bermasalah. Persoalan Taman BMW sudah di ketahuinya sejak mereka berdua belum dilantik.

Tim hukum Sandi selesai mendengarkan paparan Snak Markus memberikan kesimpulan ”Tanah taman BMW bukan milik DKI dan juga bukan milik PT Agung Podomoro”. Tim hukum Sandi patut diacungi jempol atas kecerdasannya dalam memahami persoalan. Kiprah Anies-Sandi dalam menegakkan hukum dan melindungi hak-hak rakyat sangat di - tunggu rakyat Jakarta.

Akankah Gubernur Anies akan memohon pembatalan sertifikatnya sendiri kepada kepala BPN RI, setelah mempelajari dan mengetahui bahwa dokumen yang ada di markasnya Pemprov DKI tidak ada yang mendukung keabsahan sertifikat? Langkah tersebut memang belum lazim, tetapi itulah karakter yang ditunggu rakyat.

Bukan ada udang di balik batu, tetapi sematamata ingin meluruskan dan mendirikan stadion untuk rakyat Jakarta di atas tanah yang halal, sehingga diridai Allah SWT sesuai keyakinannya. Anies-Sandi tidak ingin membuat sejarah membangun stadion olahraga, tetapi kelak digugat di pengadilan dan kalah.

Putusan pengadilan, stadion harus dibongkar dan ganti rugi kepada pemilik tanah. Tidak mungkin Anies-Sandi ngotot jika dokumennya tidak beres, mengingat mereka dengan keras mengecam berdirinya bangunan di atas pulau reklamasi tanpa dokumen yang sah. Mari kita tunggu kiprah Anies-Sandi. Insya Allah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar