Densus
Tipikor untuk Akselerasi Pembangunan
Bambang Soesatyo ; Ketua Komisi III DPR RI
|
SUARA
MERDEKA, 02 November 2017
DINAMIKA pembangunan yang
merata hingga ke pelosok desa harus dikawal dengan kebijakan pengawasan dan
kebijakan pengamanan yang maksimal. Sangat jelas bahwa negara dewasa ini
butuh peningkatan efektivitas pengawasan sebagai jaminan bahwa ratusan
triliun rupiah anggaran pembangunan itu bisa tepat guna dan tepat sasaran.
Maka, pemerintah tidak boleh ragu untuk terus merekayasa sistem dan institusi
sebagai bagian dari upaya mendapatkan mekanisme pengawasan yang semakin
efektif.
Setelah menunda kehadiran dan
fungsi Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mabes Polri,
kebijakan atau strategi baru apakah yang akan diterapkan negara untuk
mengamankan anggaran pembangunan? Pendekatan pengawasan dan pengamanan
kebijakan pembangunan nasional tidak mungkin lagi menerapkan pola lama. Harus
ada pendekatan baru, karena kebijakan pembangunan nasional telah berubah.
Perubahan kebijakan itu pun sangat jelas bagi semua orang karena memang cukup
signifikan.
Untuk mewujudkan perimbangan
antara pusat dan daerah atau perimbangan antardaerah, pemerintah telah
memilih instrumen Transfer Dana ke Daerah dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN). Dengan transfer dana ke daerah, negara berupaya
mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah; mengurangi
kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan antardaerah, mengurangi kesenjangan
layanan publik antardaerah, serta mendanai pelaksanaan otonomi khusus dan
keistimewaan daerah.
Sejak 2015, anggaran
pembangunan yang dialirkan ke daerah bertambah lagi, dalam upaya meningkatkan
pemerataan pembangunan. Presiden Joko Widodo memasukkan instrumen Dana Desa
dalam APBN. Pertama kali direalisasikan, jumlah dana desa baru Rp 20,76
triliun. Hingga 2018 mendatang, realisasi jumlah dana desa sudah tiga kali
lipat. Transfer daerah dan dana desa harus dipahami sebagai upaya negara
mengakselerasi pembangunan di semua wilayah agar ketimpangan pusat dan
daerah, kota dan desa, terus diperkecil.
Kesimpulan yang ingin
dikedepankan adalah fakta bahwa anggaran pembangunan yang pengelolaannya
dipercayakan kepada pemerintah daerah sangatlah besar. Tahun 2018, transfer
dana daerah plus dana desa mencapai Rp 766,16 triliun, dengan rinciannya
transfer ke daerah Rp 706,1 triliun dan dana desa Rp 60 triliun. Mengacu pada
data Kementerian Dalam Negeri per 2017, sebaran transfer dana ke daerah
mencakup 34 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota. Untuk sebaran dana desa per
2017, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(Kemendes PDTT) mencatat jumlah desa penerima dana desa sebanyak 74.954 desa.
Karena Dana Desa Tahun 2018 tidak naik, jumlah desa penerima dana desa
diperkirakan tidak berbeda jauh dari tahun 2017. Kebijakan pembangunan dengan
pendekatan populis seperti itu tidak hanya memerlukan peningkatan efektivitas
pengawasan, tetapi juga pengamanan.
Jangan Dipolitisasi
Presiden telah memutuskan untuk
menunda kehadiran dan fungsi Densus Tipikor yang dirancang oleh Mabes Polri.
Konsekuensinya, pendekatan pengawasan dan pengamanan atas anggaran
pembangunan masih dengan pola sekarang. Padahal, berdasarkan kalkulasi beban
pengawasan dan beban pengamanan, jelas diperlukan pendekatan baru, mencakup
kebijakan atau strategi.
Tidak masuk akal jika masih
mengandalkan pengawasan dan pengamanan itu pada inspektorat jenderal (Irjen).
Mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun lebih tidak masuk akal
lagi. Jelajah kerja KPK sangat terbatas, karena tidak punya satuan kerja
resmi di semua daerah. Apalagi, selama 15 tahun berkiprah, KPK hanya fokus
pada penindakan. Negara nyaris tidak punya sistem pencegahan korupsi. Karena
tidak adanya sistem pencegahan, banyak oknum kepala daerah leluasa
menyalahgunakan wewenang dan menyalahgunakan anggaran pembangunan.
Kalau semua institusi itu belum
efektif mengawasi dan mengamankan anggaran pembangunan, negara tentu tidak
boleh diam. Negara harus inovatif merekayasa sistem dan fungsi institusi agar
kebijakan pembangunan nasional bisa mencapai tujuan utamanya. Dalam konteks
itu, sebagai alat negara, Polri telah berbuat. Polri telah merekayasa
institusinya dengan menyiapkan Densus Tipikor. Tidak tanggungtanggung, Densus
Tipikor disiapkan untuk mengambil peran besar atas beban pengawasan dan beban
pengamanan kebijakan pemerataan pembangunan nasional, yang ditandai oleh
besaran dan luasnya sebaran transfer dana daerah dan dana desa.
Pemberantasan dan pencegahan
korupsi harus selalu dimaknai semata-mata sebagai kerja penegakan hukum. Demi
tertib pembangunan dan tertib hukum itu sendiri, inisiatif pemberantasan dan
pencegahan korupsi jangan sekali-kali dipolitisasi. Korupsi yang nyaris
membudaya saat ini sudah merusak berbagai tatanan, termasuk sistem nilai.
Para koruptor tidak malu-malu lagi memamerkan hasil jarahannya, sementara
masyarakat tidak berdaya untuk menyikapinya sekali pun. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar