APEC
Semakin Relevan dan Bersinar
Simon Saragih ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
12 November
2017
APEC kini menjadi salah satu
forum internasional yang paling besar dalam kalender diplomatik. Para
pemimpin 21 negara anggota/teritori pada umumnya selalu hadir.
Lebih dari 2.000 pemimpin
bisnis turut hadir karena APEC juga memberi panggung pada kelompok pebisnis.
Demikian pemantauan yang jeli oleh kantor berita Agence France Presse (AFP).
Setiap tuan rumah pun antusias
melayani tetamu agung, termasuk Vietnam, tuan rumah Kerja Sama Ekonomi Asia
Pasifik 2017, di Danang. Puncak pertemuan berlangsung 10- 11 November 2017.
”Kami telah lama mempersiapkan
diri menjadi tuan rumah yang baik,”
kata Duta Besar Nguyen Nguyet Nga, konsultan senior Vietnam untuk
Sekretariat APEC 2017.
Tidak lupa, Vietnam ingin
menonjolkan kekhasan negerinya, tenunan tradisional sutra, melanjutkan
tradisi pamer para tuan rumah APEC sebelumnya. Begitu penting hingga negara
Vietnam fokus menjadi tuan rumah yang ingin menunjukkan keramahan dan layanan
prima.
Maklum, APEC begitu penting
dilihat dari magnitude ekonomi. Dihuni 2,8 miliar warga dunia, memiliki 60
persen dari total produk domestik bruto (PDB) dunia, lokasi hampir setengah
dari perdagangan dunia, dan menyerap 53 persen dari total investasi asing
langsung di dunia.
Bukan kelompok kerja sama
ekonomi yang mengikat, tetapi melandaskan segalanya pada konsensus. Ini lebih
mengawetkan ketimbang Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia
yang tidak menarik karena tidak
menggambarkan keterwakilan proporsional seluruh perekonomian dunia.
APEC bersinar dengan asas
konsensus ketimbang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang sedang tidur.
”APEC makin relevan sebagai kelompok ekonomi yang mengutamakan konsensus,”
kata Presiden Vietnam Tran Dai Quang.
Bahkan, di APEC, demokrasi
lebih berjalan secara diplomatis sebab China yang tidak mengakui Hong Kong
dan Taiwan sebagai negara dibiarkan mewakili diri sendiri di APEC. Dan, lebih
penting, APEC berada di kawasan yang menjadi episentrum ekonomi dunia.
”Presiden China Xi Jinping
tidak akan menyia-yiakan kesempatan sebagai landasan utama kerja sama
regional lewat APEC,” kata Richard Javad Heydarian, profesor politik dari De
La Salle University, seperti pernah ditulis di The Strait Times, 24 November
2016.
China tak melepas
China yang memiliki wilayah
begitu luas dengan banyak penduduk ingin membangkitkan perekonomiannya lewat
kerja sama ekonomi multilateral. China tidak bisa hanya mengandalkan wilayah
pantai untuk kemajuan ekonomi, tetapi juga harus mendorong wilayah yang
memiliki perbatasan dengan Rusia, dari eks-Uni Soviet, hingga ke India.
China ingin memastikan kerja
sama regional ekonomi lewat APEC tidak berubah menjadi kerja sama yang
didominasi AS. Untuk itu, China lebih tahu bahasa diplomatik ala Asia yang
lebih lembut, santun, dan merangkul ketimbang bahasa AS lewat Presiden AS
Donald Trump, yang berlagak sebagai paling jago sekarang ini.
APEC makin relevan dengan ulah
AS di bawah Presiden Trump yang terkesan antiglobalisasi. Profesor Emeritus
Dr Carl Thayer dari University of New South Wales, Australia, melihat
APEC semakin meraih momentum, seperti
dikutip Vietnam News, 28 Oktober.
APEC pun menyatukan semua
negara yang berseteru secara diplomatik dan ekonomi. Di APEC, negara-negara
anggota Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) dan negara-negara angota Kemitraan
Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) bisa bertemu sekaligus. China bukan
anggota TPP dan Jepang serta AS bukan anggota RCEP.
Melulu lebih ke ekonomi. Itulah
APEC walau juga sering dibajak menjadi ajang politik oleh beberapa negara.
”Dan, kebetulan Asia relatif tidak banyak terjebak masalah sosial politik dan
ketegangan kawasan,” seperti pernah dikatakan ekonom Dr Mari Elka Pangestu.
Ini sekaligus kesempatan bagi
Indonesia, yang harus cerdik memainkan peran. Indonesia ada di episentrum
perekonomian dunia dan memerlukan dunia untuk kemakmuran warganya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar