Membumikan
Pancasila dalam Pembangunan
Abdullah Azwar Anas ; Bupati Banyuwangi
|
JAWA
POS, 14 Oktober 2017
Sebagaimana pernah ditegaskan Bung Karno, kemerdekaan
tidak menyudahi permasalahan. Kemerdekaan malah membangunkan soal-soal.
Kemerdekaan memberi jalan terhadap soal-soal. Hanya ketidakmerdekaan yang
tidak member terang kepada soal-soal.
Pandangan Bung Karno memberikan pesan bahwa kemerdekaan
tidak menjadikan masalah bisa beres dalam waktu semalam. Namun, dengan
kemerdekaan, republik ini beroleh ruang untuk menyelesaikan beragam persoalan
dengan gotong royong dan cara kita sendiri.
Kemerdekaan yang diperluas dalam relasi antara pusat dan
daerah maupun relasi antarwilayah juga memberikan ruang bagi kehidupan di
tingkat lokal untuk mendonasikan pengalaman-pengalaman terbaiknya guna saling
melengkapi antarwilayah demi terwujudnya pembangunan nasional semesta
berencana.
Di tengah kompleksitas masalah, kita bersyukur Indonesia tetap
tegak sebagai bangsa dengan posisi politik yang berdaulat, kekuatan ekonomi
menuju kemandirian, dan basis budaya yang kian menjadi kepribadian bangsa.
Dengan konsep dan praktik pembangunan nasional semesta berencana, Indonesia
bergegas menjadi kekuatan ekonomi terbesar keempat di dunia.
Kinerja dan ekspektasi positif tersebut perlu diperkuat
dengan pilar-pilar pembangunan daerah yang kuat dan sinergis dengan
pemerintah pusat. Melalui tulisan ini, kami hendak berbagi pengalaman apa
yang dijalankan di Banyuwangi, tentu dengan segala kekurangan yang masih ada.
Setidaknya ada tiga sifat pembangunan yang dijalankan,
yaitu inovatif, kerakyatan, dan gotong royong. Inovasi diperlukan untuk
mencari terobosan di tengah keterbatasan. Kerakyatan menjadi napas berbagai
program yang dijalankan. Gotong royong adalah cara pelaksanaan program yang
melibatkan kerja bersama banyak pihak.
Sifat-sifat itulah yang kemudian mengiringi
program-program daerah yang mengacu pada Pancasila, Trisakti Bung Karno, dan
mendukung kesuksesan agenda Nawacita Presiden Joko Widodo.
Terkait dengan Pancasila, yang kita khawatirkan makin
terkikis dalam sendi kehidupan bangsa, perlu terus dibumikan lewat
serangkaian program pembangunan daerah. Di sini kita bagi bidang pembangunan
dalam tiga garis besar, yaitu paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi,
sosial-budaya, serta pelayanan publik.
Dalam hal ini, kita tidak hanya berbicara soal pembangunan
yang bersifat fisik semata, tapi juga mental. Paradigma Pancasila
mengelaborasikan pembangunan fisik, cara berpikir, pengembangan kebudayaan,
dan adaptasi terhadap tantangan zaman.
Ekonomi
Pembangunan bidang ekonomi yang dijalankan bermuara pada
upaya mewujudkan keadilan sosial. Beberapa program yang dijalankan, antara
lain, proteksi pasar para pedagang kecil; memberi ruang yang luas bagi produk
pertanian lokal; inovasi-inovasi pengembangan usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM); serta pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (society
based tourism).
Kerja selaras program ekonomi kerakyatan di bidang
pertanian, UMKM, dan pariwisata itu berhasil meningkatkan pendapatan per
kapita warga Banyuwangi dari Rp 20,8 juta per orang per tahun (2010) menjadi
Rp 41,46 juta per orang per tahun (2016) atau melonjak 99 persen. Angka
kemiskinan pun cukup pesat menjadi 8,79 persen (2016).
Berdasar data BPS, inflasi Banyuwangi tetap yang terendah
di Jatim. Artinya, meski ekonomi dan pendapatan tumbuh, daya beli warga tetap
terlindungi.
Sosial-Budaya
Di bidang sosial-budaya, pembangunan bermuara pada
masyarakat yang inklusif, berdaya saing, dan berpegang teguh pada moral
Pancasila. Misalnya untuk pendidikan, peningkatan akses menjadi fokus.
Beasiswa Banyuwangi Cerdas digelontorkan untuk membiayai 700 anak muda
berkuliah di berbagai kampus di Indonesia. Program Garda Ampuh menjaring
3.000 anak atau warga yang sempat putus sekolah untuk dikembalikan ke
sekolah, baik formal maupun nonformal.
Ada pula program Siswa Asuh Sebaya yang menanamkan prinsip
gotong royong dan solidaritas sosial sejak usia pelajar. Pemkab Banyuwangi
tiap tahun juga menggelar Kursus Bahasa Asing Berbasis Desa gratis yang
diikuti ribuan warga, terutama anak muda desa.
Untuk mentransformasi pendidikan di perdesaan yang secara
geografis sulit dijangkau, beberapa tahun terakhir telah rutin dikirim
sarjana baru untuk tinggal di sana selama dua tahun dengan honor khusus.
Mereka bertugas mendidik di sekolah dan perkampungan-perkampungan. Di
Banyuwangi kini juga berdiri tiga kampus negeri baru. Salah satunya
Universitas Airlangga Kampus Banyuwangi yang kini telah punya sekitar 1.000
mahasiswa dari 19 provinsi se-Indonesia.
Banyuwangi juga mengembangkan 210 sekolah inklusif untuk
memastikan para penyandang disabilitas mendapatkan hak mereka terhadap
pendidikan yang baik.
Di bidang kesehatan, inklusivitas diwujudkan lewat program
Jemput Bola Rawat Warga yang telah melayani lebih dari 1.600 warga, yakni
dokter dan tim perawat mendatangi warga miskin di rumahnya. Dalam waktu
dekat, ada program santunan bagi para pendamping pasien miskin di rumah
sakit. Jadi, warga miskin yang harus meninggalkan pekerjaannya karena
menunggui keluarga yang sakit diberi kompensasi harian.
Dalam hal seni-budaya, program Banyuwangi Festival mampu
menjadi kanal tumbuh kembangnya seni-budaya generasi muda. Banyuwangi
Festival merangkum kebinekaan dengan menampilkan berbagai seni-budaya, mulai
ritual adat, seni tradisi, seni kontemporer, hingga berbasis religi. Komitmen
pada kebinekaan di Banyuwangi teruji dengan diraihnya gelar Compassionate
City dan Harmony Award dari Kementerian Agama.
Pelayanan Publik
Di bidang pelayanan publik dan reformasi birokrasi,
Banyuwangi menjadi kabupaten pertama dan satu-satunya di Indonesia yang
meraih nilai A dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP). Mal Pelayanan Publik juga telah didirikan untuk mengintegrasikan
pengurusan dokumen, surat, atau perizinan di dalam satu gedung sehingga
memudahkan warga.
Inovasi-inovasi lain seperti e-village budgeting dan
e-monitoring system membuat tata kelola pembangunan semakin transparan serta
kredibel. Ada pula program Lahir Procot Pulang Bawa Akta yang memudahkan
warga dalam mendapatkan hak akta kelahiran secara cepat.
Dengan berbagai inovasi dan inisiatif yang saling
menyatukan pemerintah dan warganya, Indonesia bukanlah negeri tanpa
pengharapan. Kita adalah negeri dengan harapan cerah pada masa depan. Apabila
kita mau bergotong royong, berinovasi, dan memberi bersama-sama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar