Kesulitan Menghadapi Remaja
Samsuridjal Djauzi ;
Mantan Sekjen PB IDI
|
KOMPAS, 05 Maret
2016
Anak saya yang pertama
laki-laki berumur 14 tahun dan sekarang duduk di kelas 3 SMP. Adiknya,
perempuan, masih berumur 9 tahun dan masih kelas 3 SD. Semula anak laki-laki
saya adalah anak yang penurut. Bahkan, dia amat lengket dengan saya. Jika
saya pergi bekerja dia merasa sedih, jika saya ada acara dengan teman-teman
dia selalu mau ikut.
Namun, sejak dua tahun
ini dia berubah total. Dia sulit diajak jalan bersama keluarga. Selalu saja
ada acara bersama temannya, entah main futsal atau kegiatan lain. Dia juga
mulai jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga lain. Kesukaannya jika di
rumah berdiam di kamarnya ditemani oleh komputer atau ponselnya. Dia juga
mulai jarang mau makan malam bersama. Dia memilih makan malam lebih larut
padahal kami biasanya jam 7 malam sudah makan malam.
Kini yang
mengkhawatirkan saya adalah prestasi sekolahnya. Sewaktu SD dia selalu
mendapat peringkat yang baik di sekolah. Namun, sejak SMP prestasi belajarnya
menurun kecuali bahasa Inggris karena dia suka belajar bahasa Inggris serta
secara aktif menggunakannya. Saya mencoba memperbaiki prestasi belajarnya
dengan mengikutsertakan dia dalam bimbingan belajar. Namun, upaya ini kurang
berhasil karena dia sering membolos pada bimbingan belajar. Angka
matematikanya sewaktu SD bagus, tetapi ketika SMP hanya bahasa Inggris yang
dapat dibanggakan. Meski angkanya tidak buruk, saya khawatir dengan kemauan
belajarnya.
Saya sudah mencoba
mengajaknya bicara bahwa sekolah itu penting untuk mencapai cita-cita.
Sekarang, dia malah mengubah cita-citanya yang semula menjadi sarjana teknik
menjadi pemusik terkenal. Dia memang berbakat musik dan rajin latihan bersama
teman-temannya. Saya tak melarang, bahkan mendukung kegiatan itu. Namun, saya
menginginkan minatnya main musik sama kuatnya dengan minatnya belajar.
Menurut saya, antara musik dan belajar bukan pilihan, tetapi dapat berjalan
bersamaan.
Saya sudah pernah
membicarakan prestasi anak saya dengan guru di sekolah. Mereka juga
berkesimpulan sama, minat belajar anak saya amat kurang. Menurut guru, dia
anak cerdas, tetapi malas belajar. Sering kali tak mengerjakan pekerjaan
rumah, bahkan belakangan mulai tidak masuk ke kelas. Saya juga minta tolong
kepada guru bimbingan dan konseling agar membantu meningkatkan minat
belajarnya. Upaya ini belum berhasil karena tampaknya dia tertutup terhadap
guru bimbingan dan konseling. Tak lama lagi anak saya harus menghadapi ujian
nasional. Saya tak yakin dia akan lulus dengan baik jika dia tak mengubah
cara belajarnya serta meningkatkan minat belajar.
Pertumbuhan fisik anak
laki-laki saya pesat. Tingginya melampaui tinggi badan saya. Sering kali dia
disangka sudah mahasiswa oleh teman-teman saya. Sebagai ibu, ini pertama kali
saya menghadapi remaja di rumah. Rupanya, mempunyai anak remaja tidak kalah
repotnya dari mempunyai bayi. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk anak
saya. Apakah yang harus saya lakukan? Apakah saya perlu membawa anak berkonsultasi
dengan pakar psikologi atau psikiater? Anak saya merasa apa yang dia lakukan
adalah hal biasa. Teman-temannya juga begitu dan dia selalu meyakinkan saya
bahwa dia akan dapat lulus ujian dengan baik. Saya percaya kepadanya. Namun,
dengan cara belajar sekarang, saya ragu dia akan berhasil baik.
M di S
Masa remaja sering
disebut sebagai masa pancaroba. Anda sendiri tentu mengalami kegalauan ketika
remaja. Penampilan fisik tubuh seperti orang dewasa, tetapi dalam banyak hal
masih harus bergantung kepada orangtua. Remaja punya keinginan mulai mandiri,
tetapi dia tak mampu mewujudkannya. Sering kali hal yang diinginkannya, yang
menurutnya baik, tak disetujui orangtua.
Remaja juga sering
merasa terlalu dikungkung. Pulang malam sedikit terlambat sudah ditegur.
Remaja juga punya kecenderungan lebih dekat dengan teman sebayanya.
Komunikasi dengan orangtua sering tak lancar, baik karena waktu orangtua
sempit, perbedaan selera maupun pandangan. Sebagai orangtua, kita masih punya
pola pikir seperti remaja zaman dulu. Padahal, keadaan telah berubah. Pada
zaman Anda remaja belum ada gawai. Sekarang, remaja yang tak dekat dengan
gawai mungkin dianggap kuno oleh teman-temannya.
Oleh karena itu,
kewajiban kita sebagai orangtua di samping menanamkan nilai-nilai yang kita
anggap baik juga perlu mencoba memahami dunia remaja sekarang ini. Perbedaan
nilai dan zaman ini sering mengakibatkan komunikasi orangtua dan remaja
semakin sulit. Namun, sebagai orangtua, kita harus merangkul remaja, jangan
sampai dia lari dari orangtua dan semakin dipengaruhi oleh kelompok
sebayanya. Kelompok sebayanya dapat berpengaruh baik, tetapi juga dapat
berpengaruh buruk. Remaja belum berpengalaman akan mudah percaya kepada
temannya, padahal temannya mungkin mempunyai maksud yang kurang baik.
Kepedulian Anda
terhadap prestasi belajar remaja Anda amatlah baik, tetapi jangan ambisi
orangtua menjadikan remaja mengorbankan masa remajanya. Banyak orangtua yang
ingin anaknya mendapat peringkat tertinggi di sekolah dan waktu anaknya habis
untuk belajar, tak ada kesempatan untuk berolahraga dan mengembangkan
bakatnya.
Kehidupan sekarang
kompetitif, tetapi jangan terlalu memaksa anak sehingga dia kehilangan
kesempatan untuk mengembangkan kreativitas. Kita harus percaya kepada anak di
samping terus mendampinginya. Bahagialah orangtua yang berhasil menjadi
sahabat remaja. Jika orangtua dapat menjadi sahabat, maka remaja dapat
mencurahkan persoalannya kepada orangtua mulai dari masalah jerawat,
kesulitan di sekolah, pertemanan, dan lain-lain.
Sering kali remaja
juga bimbang dengan masa depannya. Mereka menyaksikan banyak orang menjadi
tenar dan kaya tanpa mengenyam pendidikan tinggi. Sebaliknya, banyak orang
yang berpendidikan tinggi hidupnya penuh dengan kesulitan keuangan. Keraguan
remaja tentang masa depan ini tentu memengaruhi minatnya dalam belajar.
Tak ada salahnya Anda
berkonsultasi dengan pakar psikologi atau psikiater remaja. Mereka dapat
membantu memecahkan masalah remaja. Bukan hanya remaja yang harus berubah,
melainkan juga orangtua harus bersedia berubah untuk kepentingan remajanya.
Melalui konsultasi keluarga mungkin akan dapat ditemukan hal-hal yang perlu
diubah baik perubahan pada diri remaja maupun orangtua. Peran agama dalam
menghadapi kehidupan sering kali amat membantu. Jika orangtua dan anak dapat
meng-amalkan ajaran agamanya dengan baik biasanya kehidupan keluarganya
menjadi lebih tenteram.
Saya bukan pakar
psikologi ataupun pakar pertumbuhan anak. Namun, sebagai orangtua yang pernah
mempunyai remaja, saya juga merasakan bagaimana senang dan susahnya mempunyai
remaja. Tugas kita sebagai orangtua ialah mengawalnya menghadapi masa remaja
yang sekarang ini penuh dengan tantangan. Saya berharap keluarga Anda semua
sehat dan bahagia selalu. Remaja Anda akan tumbuh menjadi warga yang mempunyai
tanggung jawab dan berkontribusi terhadap nusa, bangsa, dan agamanya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar