UKM, MEA, dan
Selamat Tahun Baru 2015
Rama Datau Gobel ; Ketua Umum BPP Hipmi DKI Jakarta
|
KORAN
SINDO, 30 Desember 2014
Tahun
Baru nanti semestinya kita dapat “kado” istimewa bernama komunitas Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Namun, berhubung beberapa negara belum cukup siap,
implementasinya baru akan berjalan per 1 Januari 2016.
Satu
tahun ke depan bukan waktu yang panjang untuk melakukan persiapan. Namun siap
tidak siap, perjanjian ini akan kita hadapi. Kita sudah teken dan harus
dijalankan. Harus diingat, embrio perdagangan bebas ini dulunya ikut
“dibuahi” oleh pemerintah di saat Orde Baru sedang jayajayanya pada 1992.
Itu
sebabnya kita teramat percaya diri saat itu meneken ASEAN Free Trade Area
(AFTA). Indonesia saat itu sedang seksiseksinya dan dilanda euforia
keberhasilan membangun perekonomian. Kita siap-siap mau jadi negara industri
waktu itu.
Maka
AFTA yang berisi pengurangan tarif melalui implementasi skema Common Effective Preferential Tariff
(CEPT) dengan enteng dan optimis diteken. Tidak ada yang salah memang dari
perjanjian AFTA tersebut. Sebab, kita lagi di atas angin. Daya saing kita
saat itu masih menjadi salah satu yang terbaik di ASEAN.
Ditambah
lagi negara mana yang tidak tergiur dengan potensi yang ditawarkan oleh ASEAN
Bersatu. Ada 600 juta populasi (market
size) di ASEAN, separuhnya di Indonesia. Pertumbuhan gross domestic product (GDP) ASEAN sebesar 6,7%. Diperkirakan,
GDP ASEAN 2014-2018 akan sebesar USD2,2 triliun.
Faktor-faktor
inilah yang membuat pengambil kebijakan lebih optimistis saat ini. Ditambah
lagi dengan pembangunan ekonomi yang terencana, kebijakan- kebijakan
pemerintah lebih mudah dijalankan untuk membangun daya saing industri dan
manufaktur. Namun, krisis 1998 membalikkan semua harapan. Krisis membuat daya
saing negara kita mundur sekian langka ke belakang.
Sementara,
tahap-tahap menuju perdagangan bebas ASEAN terus berjalan sesuai apa yang
telah diteken. Pada deklarasi Bali Concord II 2003, dipatok implementasi ASEAN Economic Community (AEC) baru
akan dilaksanakan pada 2020. Belakangan, pada ASEAN Summit di Cebu, Filipina,
Januari 2007, disepakati perdagangan bebas dipercepat lima tahun lebih awal,
yakni pada 2015 dan kemudian dimundurkan lagi setahun.
Menurut Blueprint MEA, ASEAN diproyeksikan akan: i) membentuk pasar dan
basis produksi tunggal, ii) membentuk satu kawasan yang sangat berdaya saing
tinggi ekonominya, iii) sebuah wilayah yang ekonominya dibangun secara adil,
dan iv) membangun sebuah kawasan yang sepenuhnya terintegrasi dengan ekonomi
global.
Sebanyak 10 negara nanti akan otomatis terintegrasi dalam satu napas
memudahkan keluar-masuk barang, jasa, modal, investasi, sumber daya manusia
antarnegara ASEAN, walau judulnya tetap dipertahankan yakni setiap negara
boleh membuat aturannya sendiri-sendiri. Sebagaimana disebutkan sebelumnya,
dengan waktu yang sangat mepet dan datangnya pemerintahan yang baru seumur
jagung ini, tidak banyak hal yang dapat dituntut.
Yang penting, sementara ini, kita sudah menangkap adanya nyawa dan roh
yang kuat rezim baru untuk segera melakukan pembenahan di sana-sini, utamanya
soal logistik kita yang masih sangat mahal. Semangat pemerintah ini jangan
sampai padam. Musti tetap dijaga dan didukung semua komponen bangsa. Siap
tidak siap, tiba waktunya nanti, kita sudah disuguhi MEA lengkap dengan
tantangan dan peluangnya.
Tinggal bagaimana sambil menikmati MEA, kita segera melakukan
percepatan pembangunan daya saing ekonomi kita. Perdagangan bebas adalah
sebuah persaingan terbuka. Banyak hambatan dibabat (0 tarif), sekaligus
muncul tantangan baru, yakni dibutuhkan kemampuan peningkatan mutu dan
kualitas produk, jasa dan harga.
Tentu, mindset yang harus
kita bangun adalah tidak menganggap MEA hanya sebagai sebuah ancaman asing
masuk ke Indonesia. Lebih dari itu, kita harus mempersiapkan diri agar
merebut akses pasar berikut 600 juta populasinya. Pada saat yang sama, kita
juga harus mampu terlebih dulu memanfaatkan pasar kita yang besarnya 260 juta
jiwa itu sebagai modal awal.
Satu hal lagi, bahwa tidak semua industri dapat menjadi andalan kita
untuk mengisi pasar tersebut. Pemerintah dalam hal ini juga harus jeli
melihat industri mana saja yang menjadi tumpuan kekuatan kita. Di
belakangnya, kita harus bangun industri pendukung di dalam negeri sendiri
agar lahan di negeri yang luas ini dapat menjadi basis produksi untuk pasar
Asia Tenggara.
Dengan begitu, kita perlahan-lahan tidak hanya menjadi basis pasar
produk-produk negeri tetangga, namun menjadi basis produk sendiri. Contoh
industri yang paling siap berjaya di dalam negeri adalah industri kreatif.
Pada tingkat produksi, kita punya sumber daya manusia (SDM), yakni anak-anak
muda yang kreativitasnya tidak ada tandingannya di ASEAN. Ditopang oleh pasar
dalam negeri saja, industri ini bakal lebih dari sekedar hidup, yakni
menggeliat. Dengan catatan, industri ini mendapat dukungan dan keberpihakan
dari pemerintah.
UKM
Selain industri kreatif, salah satu sektor yang mesti terus
diperhatikan adalah bagaimana kita memperkuat usaha kecil dan menengah (UKM).
Sektor ini semestinya tidak kalah diperbincangkan dan diperkuat. Mari kita
lihat data-data berikut bahwa 96% usaha di ASEAN adalah UKM. Sisanya 4%
merupakan usaha-usaha kakap yang kerap masuk ke majalah-majalah sekelas
Forbes.
Kontribusinya bagi penciptaan lapangan kerja juga tidak bisa dipandang
sebelah mata. Sebab, 85% lapangan kerja di ASEAN dari UKM. UKM juga
memberikan kontribusi besar bagi perekonomian ASEAN. Sebanyak 30-53% PDB
ASEAN dari UKM. Sayangnya, kontribusi UKM bagi ekspor ASEAN belum bagus-bagus
amat hanya sekitar 19-31% dari total ekspor ASEAN.
Namun, kita satu suara bahwa UKM merupakan bagian integral dari
pembangunan ekonomi dan pertumbuhan negara-negara ASEAN. UKM di ASEAN, selain
pencipta lapangan kerja, juga mengurangi pengangguran dan kemiskinan,
memberikan kontribusi kepada peningkatan PDB, pertumbuhan ekonomi, juga harus
mendorong investasi.
Kita bersyukur bahwa potensi UKM Indonesia merupakan yang tertinggi di
antara negara-negara ASEAN. Artinya, ada harapan bagi bangsa ini untuk
membangun ekonomi dari sektor UKM. Namun, belajar dari kasus “berdarah-darahnya”
UKM kita menghadapi perdagangan bebas dengan China, menghadapi MEA, UKM kita
musti dipersiapkan. Kita tidak bisa membiarkan mereka bertarung sendiri
menghadapi pemodal yang lebih besar dan lebih pengalaman.
Keberpihakan harus diperuntukkan kepada mereka, karena untuk itulah
adanya negara. Negara tidak boleh absen. Belajar dari perdagangan bebas
dengan China, sejak 1 Januari 2010 AFTA diberlakukan, dua tahun kemudian kita
tidak melakukan perbaikan yang signifikan untuk mengatasi defisit perdagangan
kedua negara.
Walaupun ekspor meningkat sekitar 3% dari biasanya, namun impor kita
juga jauh lebih tinggi. Bahkan pada 2014 ini defisit ini akan terus
berlanjut, tanpa ada kejelasan realisasi klausul China akan meningkatkan
investasinya di Indonesia. Hebatnya lagi, China berhasil mengirim barang-barangnya
ke Indonesia yang kebanyakan merupakan hasil industri kecil menengah (IKM).
Sedangkan kita masih bertumpu pada ekspor berbasis sumber daya alam
yang akan segera menurun seiring telah diberlakukannya Undang- Undang
Minerba. Demikian strategisnya peranan UKM ini, kami merekomendasikan
sejumlah masalah klasik yang harus kita carikan solusi buat pelaku UKM kita.
Pertama, akses permodalan yang berat. Bila pun ada, cost of fund-nya besar.
Cost of
fund di negara kita ini merupakan yang terbesar di ASEAN. Kedua, masalah
kelembagaan. Pelaku UKM kita rata-rata merupakan usaha informal. Biaya
formalisme usaha di negara ini masih sangat membebani pelaku usaha. Itu pun
pelaku usaha harus mengantongi beragam perizinan, yang berarti biaya juga.
Kami pernah mengusulkanagarpelakuusahacukup memegang satu izin untuk semua
jenis izin.
Dengan demikian UKM akan mudah dilembagakan dan lebih bankable,
sehingga muda mendapat pinjaman dari bank. Terakhir, akses pasar dan
sumberdaya manusia. Kelemahan UKM kita tak hanya soal produksi serta
ketidaksediaan bahan baku yang berkelanjutan. Namun juga masih minim soal
informasi pasar. Kita perlu meningkatkan promosi dan ekshibisi produk-produk
UKM kita hingga ke luar negeri. Bila semua dapat kita kerjakan, insya Allah,
UKM kita kelak mampu bersaing di ASEAN. Selamat Tahun Baru 2015. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar