Manajer-Manajer
Tuhan
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 23 Januari 2015
Tidak menyesal diprovokasi oleh Andy F Noya untuk menonton
film Bollywood berjudul PK. Film yang dibintangi Aamir Khan dan Anushka
Sharma ini merupakan kritik tajam terhadap intoleransi kehidupan beragama
yang telah memecah belah persahabatan sesama manusia, bahkan telah
menimbulkan konflik berdarah-darah di berbagai belahan dunia.
Kritik itu disajikan secara jenaka, kocak, dan sangat
filosofis sehingga film yang berdurasi tiga jam ini terasa segar dan
menghibur dari awal sampai akhir. Film ini mengingatkan saya pada film
serupa, yaitu My Name is Khan yang
dibintangi Shah Rukh Khan. My Name is
Khan adalah kritik terhadap Barat yang selalu menaruh curiga pada Islam
sebagai pemasok teroris. Kritik-kritik dalam film itu disampaikan secara
jenaka, namun sangat mengena dan menghibur.
Iklim perfilman di India memang memiliki kelebihan yang
tidak dimiliki negara mana pun. Mereka secara bebas bisa memperolok-olok
pejabat negara semisal polisi yang brengsek lewat film tanpa kena sensor.
Begitu pun dalam film PK ini, berbagai simbol dan tokoh agama yang bagaikan
manajer-manajer Tuhan dikritik. Tokoh agama selama ini kerap mencari untung
dengan menjual kewibawaan, ajaran, dan simbol agama yang disakralkan, padahal
itu tak luput dari pabrikasi ulah manusia.
Ceritanya dimulai ketika PK (Aamir Khan) yang datang dari
planet lain mendarat ke Bumi untuk melakukan riset, namun dia tidak bisa
kembali ke planet asalnya gara-gara jimat yang berupa kalung dicopet orang
dan dibawa lari entah ke mana. Sebagai sosok alien , meskipun sangat cerdas,
PK sama sekali tidak mengenal budaya manusia yang tinggal di Bumi.
Nama PK sendiri, atau Tipsy dalam bahasa Inggris, artinya
orang yang setengah mabuk dan perilakunya aneh. Dia telanjang dan tidak tahu
bahasa manusia. Semuanya serbaasing, sehingga orang memanggilnya PK.
Beruntung dia bertemu seorang reporter TV cantik bernama Jaggu (Anushka
Sharma) yang setia menolongnya. Jaggu melihat PK memiliki keunikan. Dia
berempati dan berusaha bersahabat untuk menggali misteri siapa sesungguhnya PK
yang aneh namun cerdas itu.
Di planet PK berasal, semuanya tanpa busana. Mereka
berkomunikasi melalui pikiran langsung, tanpa sarana bahasa verbal. Oleh
karena itu, dia heran dan merasa gaduh dengan bahasa manusia yang sedemikian
banyak diksinya, namun banyak sekali kata-kata itu digunakan untuk menutupi
kebohongannya.
Antara
pikiran, ucapan, dan tindakan tidak selalu sinkron. Bahasa tidak selalu
mendekatkan antarpribadi, tapi malah menutupi atau menciptakan pertengkaran.
PK juga merasa aneh dan mulai belajar tentang busana. Antara laki-laki dan
perempuan dipisahkan dan dibedakan oleh busananya. Padahal aslinya manusia
terlahir telanjang, hadir dengan kelugasan dan kejujuran.
Lebih
mengherankan lagi adalah pakaian dan tradisi keagamaan yang beraneka ragam
dimana antar kelompok justru mengklaim dirinya paling benar atau paling
merasa dekat dengan Tuhan. Kelompok-kelompok agama itu memiliki manajer yang
meyakini dirinya sebagai mandataris Tuhan. Para manajer itu sebagai perantara
dan juru selamat untuk menyampaikan keluh kesah dan permintaan kepada Tuhan.
Dengan cerdas
dan jenaka, PK menjungkirbalikkan petuah-petuah para manajer Tuhan. Kalau
istri sakit, misalnya, PK melarang datang ke kuil dan minta tolong pendeta
untuk menyembuhkan dengan membayar uang. Namun, cintai dan rawatlah istri
baik-baik dengan konsultasi ke dokter dan dibelikan obat.
Berbagai
makanan sesajen untuk Tuhan itu lebih baik dibagikan kepada orang miskin
ketimbang dipersembahkan Tuhan yang tidak memerlukan makan dan minum. Ketika PK
melihat orang berdoa di depan patung Tuhan, dan patung-patung itu pun dijual
di sekitar kuil, PK membelinya dan kemudian memanjatkan doa kepadanya.
Tetapi ketika
doanya tidak terkabul, dia protes pada penjualnya dan ingin membeli yang
lebih besar agar doanya terkabul. Tetapi lagi-lagi doanya tidak terkabul,
maka dia mengolok-olok penjual patung Tuhan sebagai penipu. Adegan ini
mengingatkan kita pada sosok Nabi Ibrahim ketika berdialog dengan Raja Namrud
yang penyembah patung.
Secara
cerdas, Ibrahim mematahkan semua argumen Namrud yang kemudian marah dan
Ibrahim dibakar, namun selamat. Menurut PK, di sana ada dua macam Tuhan.
Pertama , Tuhan di langit, yang mahagaib, yang merupakan Tuhan sejati
Pencipta semesta ini dan seluruh manusia. Kedua, ada Tuhan-Tuhan yang
diciptakan oleh manusia lalu disembah dan dibelanya seakan Tuhan lemah
sehingga memerlukan pembelaan manusia.
Maka di Bumi,
lalu muncul banyak Tuhan dan banyak agama. Masing-masing komunitas agama
berdoa pada Tuhan ciptaannya sendiri. PK melihatnya dengan heran, ibarat
melakukan komunikasi via telepon pada Tuhan yang sejati, banyak yang salah
nomor sehingga doanya tidak sampai. Namun demikian, semuanya yakin bahwa
Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan sejati.
Akibat adanya
keragaman agama dengan doktrin dan pemeluknya yang militan, konflik
antarpemeluk agama tak terhindarkan. Ada agama yang menyucikan hewan sapi,
tetapi ada pula agama yang menyuruh menyembelih sapi agar dicintai Tuhannya.
Masing-masing kelompok menciptakan identitas masingmasing yang terlihat pada
keunikan pakaiannya, tempat sucinya dan adegan ritualnya.
Padahal, kata
PK, ketika semuanya telanjang seperti penduduk planet dia berasal, semuanya
sama karena di sana tak ada pakaian dan mereka berkomunikasi langsung melalui
pikiran sehingga tidak ruwet dan tidak menimbulkan salah paham serta
pertengkaran seperti di Bumi. Perilaku dan dialog kritis PK dengan
tokoh-tokoh agama itu menjadi tersebar luas berkat inisiatif dan kecerdikan
Jaggu sebagai reporter TV yang menyiarkannya secara langsung.
Pemirsa diajak membedakan antara substansi
dan kemasan. Antara pembawa suara kebenaran dan manajer-manajer Tuhan yang
bertindak bagaikan CEO institusi keagamaan. Setelah melakukan perjalanan
panjang, lagi-lagi berkat bantuan Jaggu, jimatnya ketemu sehingga PK bisa
kembali lagi ke planet asalnya.
Dia berpesan
pada temannya yang hendak melakukan ekspedisi ke bumi. Pertama, Jangan
terlalu percaya pada bahasa manusia, karena tidak bisa dipercaya sepenuhnya.
Kedua , harus mengetahui fungsi dan makna pakaian, karena jika salah memilih
bisa menimbulkan malapetaka. Ketiga , ini yang paling lucu dan pedas, kalau
ada orang berbicara tentang Tuhan, sebaiknya kamu menyingkir jauh-jauh saja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar