Kamis, 01 Januari 2015

Dunia Penerbang

                                                     Dunia Penerbang

Dibyo Dwiatmodjo  ;   Captain Penerbang Airbus A330
KORAN SINDO,  31 Desember 2014

                                                                                                                       


Menjadi suatu kepuasan dan kebahagiaan bagi penerbang jika suatu misi penerbangan yang diawakinya sampai di bandara tujuan dengan selamat, aman, sesuai jadwal, tidak ada keluhan dari penumpang, dan bahan bakar yang dikonsumsi tidak melebihi dari yang direncanakan.

Bekerja di udara memerlukan persiapan yang matang. Selain pengetahuan dan kemampuan teknis, kondisi fisik menjadi salah satu yang utama. Penerbang sudah harus hadir untuk melakukan persiapan terbang paling lambat 1 jam 30 menit sebelum jadwal keberangkatan.

Pertama sekali yang harus dilakukan adalah memeriksa rencana penerbangan atau dikenal dengan nama flight plan yang sudah disiapkan oleh petugas penyedia flight plan atau dikenal dengan nama dispatcher. Flight plan adalah rencana rute penerbangan, lamanya waktu penerbangan, berat muatan kargo dan penumpang, serta jumlah bahan bakar yang harus dimuat untuk penerbangan dari satu bandara keberangkan ke bandara tujuan.

Flight plan yang sudah disiapkan oleh dispatcher disertai informasi tentang kondisi pesawat yang harus layak terbang, kondisi dan prakiraan cuaca sepanjang perjalanan, bandara tujuan dan beberapa bandara sekitarnya, serta informasi lain yang berkaitan dengan penerbangan itu sendiri.

Informasi tersebut merupakan data bagi penerbang untuk memutuskan berapa jumlah bahan bakar yang harus dimuat. Kurang lebih satu jam sebelum jadwal keberangkatan, penerbang sudah harus berada di pesawat untuk melakukan pengecekan kondisi pesawat, mengecek perlengkapan yang harus ada di pesawat beserta validitasnya (emergency equipment) dan persiapan penerbangannya itu sendiri.

Situasi yang sangat krusial terjadi pada saat lepas landas dan menjelang pendaratan. Namun bukan berarti sepanjang perjalanan, penerbang bisa santai dan duduk diam di kokpit. Setiap saat penerbang harus tahu kondisi dan posisi pesawat. Barangkali sangat mudah dipahami semua orang bahwa, saat lepas landas merupakan saat krusial, genting, dan siaga.

Untuk bisa lepas landas, pesawat untuk membutuhkan tenaga besar, temperatur mesin bisa mencapai 900oC. Pada putaran mesin yang sangat tinggi, sedikit saja ada gangguan, misalnya arus udara yang tidak beraturan, pun mampu membuat mesin mati (stall). Kemungkinan lain misalnya terhisapnya benda-benda asing (kerikil, burung) oleh mesin, tidak menutup kemungkinan mesin bisa terbakar bahkan bisa merontokkan turbin, sementara bahan bakar di dalam tangki masih banyak.

Demikian juga pada saat pendaratan di mana sudut pendaratan sekitar 3 derajat merupakan kondisi genting, hening, dan penuh konsentrasi. Seperti saya sebutkan di atas, walaupun saat lepas landas dan pendaratan merupakan kondisi yang genting, bukan berarti di perjalanan sepanjang penerbangan membuat penerbang menjadi lengah.

Memang betul tampak santai, tetapi siap setiap saat, detik demi detik penerbang harus tetap siap dan waspada. Apa pun yang terjadi pada pesawat, penerbang harus dengan cepat dan tepat memutuskan untuk melakukan tindakan-tindakan pengamanan. Pada saat cruise , penerbang tampak santai ngobrol dengan sesama awak, tetapi pada saat bersamaan seorang penerbang dituntut mampu mendengarkan instruksi menara pengontrol (ATC) dan memperhatikan kondisi instrumen.

Hal itulah mengapa seorang penerbang harus memiliki kesehatan fisik dan mental yang prima. Fatigue, kelelahan, tekanan batin ataupun beban pikiran sering tidak muncul pada kondisi fisik. Bisa saja kondisi fisik terlihat sehat padahal pikiran sedang galau. Pada kondisi ini, penerbang sangat disarankan untuk melakukan konsultasi dokter dan istirahat.

Keadaan cuaca tidak lepas dari perhatian. Di negara-negara tropis seperti di Indonesia, musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan Maret setiap tahun. Sebagai informasi, hujan terjadi oleh awan cumulonimbus (CB). Awan ini terbentuk pada kondisi udara yang tidak stabil. Perbedaan panas permukaan laut dan permukaan bumi mengakibatkan perbedaan tekanan udara, dan mendorong udara yang mengandung uap air ke atas.

Pada ketinggian tertentu, terjadi kondensasi dan terbentuklah awan. Awan ini akan terus membesar ke arah atas hingga menembus ketinggian di mana temperatur uap air menjadi nol, dan terus meninggi hingga mencapai temperatur jauh di bawah nol. Di daerah tropis, awan CB bisa mencapai ketinggian 60.000 kaki. Paling tidak, ada tiga hal penting terjadi di dalam awan CB yang besar.

Pertama, adanya arus udara yang tidak beraturan di dalam awan. Kedua, kandungan uap air pada temperatur sekitar nol dan minus, yang jika berbenturan akan menghasilkan hujan dan es. Ketiga, kandungan ion positif dan negatif yang akan menghasilkan petir. Bisa dibayangkan guncangan yang terjadi jika pesawat masuk pada awan CB.

Risiko gangguan komunikasi dan atau alat navigasi bisa terjadi. Dalam pesawat terbang, ada suatu alat yang disebut pitot tube, berupa tabung pipa berdiameter sekitar 2 cm, yang diberi beberapa lubang kecil, terpasang di bagian hidung pesawat bagian luar. Pitot tube berfungsi antara lain memberikan sensor untuk mengetahui ketinggian dan kecepatan pesawat.

Memasuki awan CB, lubang pada pitot tube bisa tertutup es dan mengakibatkan instrumen tidak bekerja baik. Akan sangat membahayakan jika komputer di pesawat menerima sinyal yang salah dan secara otomatis memerintahkan auto-pilot dengan perintah yang salah pula. Karakter awan CB sudah sangat dikenal oleh para penerbang, sehingga mereka akan selalu berusaha menghindar awan tersebut.

Awan CB yang terbentuk di sekitar bandara menjadi perhatian serius bagi para penerbang. Terjadinya perubahan angin secara tiba-tiba (wind shear, downdraft dan updraft ) sangat dimungkinkan. Pada situasi ini, lepas landas bisa ditunda. Demikian juga pada saat pendaratan, batal mendarat dan mengalihkan ke bandara lain bisa terjadi.

Adalah tanggung jawab penerbang, khususnya bagi seorang captain yang menjadi pimpinan misi penerbangan atau biasa disebut pilot in command membawa pesawat dan penumpang beserta segala yang diangkut pada pesawat tersebut, dengan selamat, aman, nyaman, sampai di tujuan sesuai waktu yang dijadwalkan.

Menjadi penerbang perlu melakukan pendidikan dan pelatihan yang ketat. Setiap enam bulan dilakukan pelatihan dan ujian baik teori maupun praktek sehingga penerbang selalu terlatih menghadapi segala kondisi. Untuk menjamin kesehatan fisik, uji kesehatan juga dilakukan setiap enam bulan.

Kita kagum dengan keandalan Valentino Rossi yang memacu motornya sampai 300 km per jam, menikung hingga bahunya menempel di aspal. Dia mampu melakukan itu karena latihan rutin. Setiap penerbang mampu dan menjadi terbiasa menghadapi segala kondisi dengan melakukan pendidikan dan pelatihan secara rutin. Segalanya bisa karena biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar