Dunia
Penerbang
Dibyo Dwiatmodjo ; Captain Penerbang Airbus A330
|
KORAN
SINDO, 31 Desember 2014
Menjadi
suatu kepuasan dan kebahagiaan bagi penerbang jika suatu misi penerbangan
yang diawakinya sampai di bandara tujuan dengan selamat, aman, sesuai jadwal,
tidak ada keluhan dari penumpang, dan bahan bakar yang dikonsumsi tidak
melebihi dari yang direncanakan.
Bekerja
di udara memerlukan persiapan yang matang. Selain pengetahuan dan kemampuan
teknis, kondisi fisik menjadi salah satu yang utama. Penerbang sudah harus
hadir untuk melakukan persiapan terbang paling lambat 1 jam 30 menit sebelum
jadwal keberangkatan.
Pertama
sekali yang harus dilakukan adalah memeriksa rencana penerbangan atau dikenal
dengan nama flight plan yang sudah
disiapkan oleh petugas penyedia flight
plan atau dikenal dengan nama dispatcher.
Flight plan adalah rencana rute
penerbangan, lamanya waktu penerbangan, berat muatan kargo dan penumpang,
serta jumlah bahan bakar yang harus dimuat untuk penerbangan dari satu
bandara keberangkan ke bandara tujuan.
Flight
plan yang sudah disiapkan oleh dispatcher disertai informasi tentang kondisi
pesawat yang harus layak terbang, kondisi dan prakiraan cuaca sepanjang
perjalanan, bandara tujuan dan beberapa bandara sekitarnya, serta informasi
lain yang berkaitan dengan penerbangan itu sendiri.
Informasi
tersebut merupakan data bagi penerbang untuk memutuskan berapa jumlah bahan
bakar yang harus dimuat. Kurang lebih satu jam sebelum jadwal keberangkatan,
penerbang sudah harus berada di pesawat untuk melakukan pengecekan kondisi
pesawat, mengecek perlengkapan yang harus ada di pesawat beserta validitasnya
(emergency equipment) dan persiapan
penerbangannya itu sendiri.
Situasi
yang sangat krusial terjadi pada saat lepas landas dan menjelang pendaratan.
Namun bukan berarti sepanjang perjalanan, penerbang bisa santai dan duduk
diam di kokpit. Setiap saat penerbang harus tahu kondisi dan posisi pesawat.
Barangkali sangat mudah dipahami semua orang bahwa, saat lepas landas
merupakan saat krusial, genting, dan siaga.
Untuk
bisa lepas landas, pesawat untuk membutuhkan tenaga besar, temperatur mesin
bisa mencapai 900oC. Pada putaran mesin yang sangat tinggi, sedikit saja ada
gangguan, misalnya arus udara yang tidak beraturan, pun mampu membuat mesin
mati (stall). Kemungkinan lain
misalnya terhisapnya benda-benda asing (kerikil, burung) oleh mesin, tidak
menutup kemungkinan mesin bisa terbakar bahkan bisa merontokkan turbin,
sementara bahan bakar di dalam tangki masih banyak.
Demikian juga pada saat pendaratan di mana sudut pendaratan sekitar 3
derajat merupakan kondisi genting, hening, dan penuh konsentrasi. Seperti
saya sebutkan di atas, walaupun saat lepas landas dan pendaratan merupakan
kondisi yang genting, bukan berarti di perjalanan sepanjang penerbangan
membuat penerbang menjadi lengah.
Memang betul tampak santai, tetapi siap setiap saat, detik demi detik
penerbang harus tetap siap dan waspada. Apa pun yang terjadi pada pesawat,
penerbang harus dengan cepat dan tepat memutuskan untuk melakukan
tindakan-tindakan pengamanan. Pada saat cruise , penerbang tampak santai ngobrol
dengan sesama awak, tetapi pada saat bersamaan seorang penerbang dituntut
mampu mendengarkan instruksi menara pengontrol (ATC) dan memperhatikan
kondisi instrumen.
Hal itulah mengapa seorang penerbang harus memiliki kesehatan fisik dan
mental yang prima. Fatigue,
kelelahan, tekanan batin ataupun beban pikiran sering tidak muncul pada
kondisi fisik. Bisa saja kondisi fisik terlihat sehat padahal pikiran sedang
galau. Pada kondisi ini, penerbang sangat disarankan untuk melakukan
konsultasi dokter dan istirahat.
Keadaan cuaca tidak lepas dari perhatian. Di negara-negara tropis
seperti di Indonesia, musim penghujan terjadi pada bulan September sampai
dengan Maret setiap tahun. Sebagai informasi, hujan terjadi oleh awan
cumulonimbus (CB). Awan ini terbentuk pada kondisi udara yang tidak stabil.
Perbedaan panas permukaan laut dan permukaan bumi mengakibatkan perbedaan
tekanan udara, dan mendorong udara yang mengandung uap air ke atas.
Pada ketinggian tertentu, terjadi kondensasi dan terbentuklah awan.
Awan ini akan terus membesar ke arah atas hingga menembus ketinggian di mana
temperatur uap air menjadi nol, dan terus meninggi hingga mencapai temperatur
jauh di bawah nol. Di daerah tropis, awan CB bisa mencapai ketinggian 60.000
kaki. Paling tidak, ada tiga hal penting terjadi di dalam awan CB yang besar.
Pertama, adanya arus udara yang tidak beraturan di dalam awan. Kedua,
kandungan uap air pada temperatur sekitar nol dan minus, yang jika
berbenturan akan menghasilkan hujan dan es. Ketiga, kandungan ion positif dan
negatif yang akan menghasilkan petir. Bisa dibayangkan guncangan yang terjadi
jika pesawat masuk pada awan CB.
Risiko gangguan komunikasi dan atau alat navigasi bisa terjadi. Dalam
pesawat terbang, ada suatu alat yang disebut pitot tube, berupa tabung pipa
berdiameter sekitar 2 cm, yang diberi beberapa lubang kecil, terpasang di
bagian hidung pesawat bagian luar. Pitot tube berfungsi antara lain
memberikan sensor untuk mengetahui ketinggian dan kecepatan pesawat.
Memasuki awan CB, lubang pada pitot tube bisa tertutup es dan
mengakibatkan instrumen tidak bekerja baik. Akan sangat membahayakan jika
komputer di pesawat menerima sinyal yang salah dan secara otomatis
memerintahkan auto-pilot dengan perintah yang salah pula. Karakter awan CB
sudah sangat dikenal oleh para penerbang, sehingga mereka akan selalu
berusaha menghindar awan tersebut.
Awan CB yang terbentuk di sekitar bandara menjadi perhatian serius bagi
para penerbang. Terjadinya perubahan angin secara tiba-tiba (wind shear, downdraft dan updraft ) sangat dimungkinkan. Pada
situasi ini, lepas landas bisa ditunda. Demikian juga pada saat pendaratan,
batal mendarat dan mengalihkan ke bandara lain bisa terjadi.
Adalah tanggung jawab penerbang, khususnya bagi seorang captain yang
menjadi pimpinan misi penerbangan atau biasa disebut pilot in command membawa
pesawat dan penumpang beserta segala yang diangkut pada pesawat tersebut,
dengan selamat, aman, nyaman, sampai di tujuan sesuai waktu yang dijadwalkan.
Menjadi penerbang perlu melakukan pendidikan dan pelatihan yang ketat.
Setiap enam bulan dilakukan pelatihan dan ujian baik teori maupun praktek
sehingga penerbang selalu terlatih menghadapi segala kondisi. Untuk menjamin
kesehatan fisik, uji kesehatan juga dilakukan setiap enam bulan.
Kita kagum dengan keandalan Valentino Rossi yang memacu motornya sampai
300 km per jam, menikung hingga bahunya menempel di aspal. Dia mampu
melakukan itu karena latihan rutin. Setiap penerbang mampu dan menjadi
terbiasa menghadapi segala kondisi dengan melakukan pendidikan dan pelatihan
secara rutin. Segalanya bisa karena biasa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar