Minggu, 04 Januari 2015

Refleksi Pemerintahan Jokowi-JK

                             Refleksi Pemerintahan Jokowi-JK

Idil Akbar  ;   Staf Pengajar FISIP Unpad;
Peneliti di Nusantara Institute
KORAN SINDO,  02 Januari 2015

                                                                                                                       


Dua bulan lebih sudah sejak dilantik 20 Oktober lalu, Jokowi-JK memimpin Indonesia. Untuk bisa menyimpulkan apakah pemerintahan saat ini berhasil atau tidak masihlah terlalu dini.

Usia pemerintah yang masih seumur jagung tentu belumlah bisa dinilai hasil pemerintahannya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Namun, dalam waktu yang masih minim tersebut, perencanaan dan proses di dalam menjalankan pemerintahan serta inisiasi dari kebijakan yang telah pula diimplementasikan perlu menjadi bahan refleksi kita bersama.

Pertanyaannya, sudahkah pemerintahan Jokowi-JK memberi kesan positif terhadap usaha memenuhi harapan rakyat akan Indonesia yang lebih baik? Harapan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan Jokowi-JK tidaklah berlebihan. Setidaknya, hal itu yang sering tercitrakan bahwa Jokowi-JK diyakini memiliki kemampuan menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi bangsa ini.

Lalu, apakah Jokowi-JK mampu memenuhi harapan tersebut, itu yang perlu dibuktikan selama lima tahun ke depan. Kebijakan strategis dalam menyelesaikan persoalan negara akan ditunggu dan dinilai oleh rakyat. Maka itu pula, setiap keputusannya akan memberi indikator penting bagi keberlangsungan pemerintahan ke mana akan diarahkan.

Ke mana pemerintahan ini diarahkan mungkin menjadi kata kuncinya. Hal ini sekaligus merefleksikan apa saja usaha yang dilakukan Jokowi-JK dalam membawa pemerintahannya. Lebih jauh, perencanaan strategis juga perlu mendapat sorotan penting. Sebab, pada akhirnya Jokowi-JK harus menjatuhkan keputusan pada pilihan kebijakan, melanjutkan perencanaan sehingga menjadi sebuah kebijakan atau tidak.

Perlu dipahami bahwa penilaian terkait rencana kebijakan merupakan bagian penting dan tak dapat dilepaskan dari penilaian terhadap kebijakan itu sendiri. Memang kadar penilaian ini tak lebih tinggi dari halnya kebijakan yang telah diimplementasikan.

Beberapa Refleksi Strategis

Membangun tradisi politik yang sama sekali baru bukanlah hal mudah. Perlu komitmen dan juga ketegasan mutlak agar proses politik yang dilakukan lebih karena dorongan kebijaksanaan personal dan bukan atas intervensi dan problem jasa politik. Setidaknya itu refleksi pertama yang diperoleh dari kabinet yang disusun Jokowi-JK, yang semula terlihat cukup confidence untuk menyusun kabinet ramping, tetapi tidak dilakukan. Beruntung, kabinet didominasi sebagian besar kalangan profesional.

Namun, bukan berarti menteri profesional tak lepas dari kesanpolitis. Selain di antaranya disorot karena persoalan track record kepemimpinan dalam kementerian di masa lalu, terakhir pengangkatan orang parpol menjadi Jaksa Agung menyiratkan kuatnya pengaruh parpol atau tokoh politik tertentu dalam penyusunan SDM di kabinet.

Refleksi kedua yang sangat menyita perhatian publik Indonesia adalah terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi memang cenderung lazim diambil oleh setiap rezim. Bahkan di era pemerintahan SBY, Presiden telah menaikkan harga BBM hingga 4 kali selama 10 tahun periode kepemimpinannya. Namun, di era Jokowi-JK, menaikkan harga BBM menjadi tak lebih sesederhana dari sebelumnya.

Sebab pada saat yang sama, kebijakan menaikkan harga BBM kontradiktif dengan harga minyak dunia yang justru turun dan semakin turun hingga berada di titik terendah dalam 10 tahun terakhir. Kontradiksi ini menjadi sumber pertanyaan, dimana relevansi perlunya menaikkan harga BBM di saat harga minyak dunia turun? Memang akhirnya per 1 Januari 2015 pemerintahan Jokowi-JK menurunkan harga premium menjadi Rp7.600.

Refleksi ketiga terkait dengan beberapa rencana strategis Pemerintah yang juga sudah mulai menyedot perhatian publik, di antaranya rencana kenaikan TDL. Kenaikan TDL yang menurut klaim pemerintah sebagai dampak dari naiknya kurs dolar menjadi implikasi kebijakan yang di masyarakat suka ataupun tidak harus diterima.

Tak berhenti di sini, dampak kenaikan TDL biasanya akan pula menimbulkan ekses lain berupa kenaikan pada kebutuhan pokok masyarakat, kelesuan sektor industri dan bahkan tak menutup kemungkinan akan menyebabkan terjadinya pengurangan pekerja pada sektor riil. Problem seperti ini dipastikan akan membuat kebijakan yang dilematis bagi Pemerintah. Meski, sangat kecil kemungkinan untuk tidak jadi dilaksanakan.

Menuntut Komitmen

Apa yang sudah disampaikan pada saat pencapresan lalu merupakan satu bentuk komitmen yang harus dilaksanakan. Rakyat Indonesia tentu akan melihat dan menilai sejauh mana komitmen tersebut mampu diimplementasikan secara riil dan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Sebagai pemimpin negara sewajarnya bisa mengatasi segala permasalahan yang dihadapi bangsa. Karena itu, ketika rakyat menyampaikan pendapat kritis tentu didasarkan pada upaya menuntut komitmen Jokowi-JK terhadap penuntasan masalah yang dihadapi rakyat. Selama dua bulan memimpin Indonesia, Jokowi-JK masih terlihat gamang dengan komitmen yang ada.

Indikasinya tampak terlihat, baik dari kebijakan yang sudah diimplementasikan maupun baru berupa rencana strategis, sudah cukup membuat ketidaknyamanan secara masif. Tapi sebagai rakyat, masih tersisa harapan dan pemikiran positif bahwa situasi ini hanya terjadi di permulaan dan akan happy ending pada perjalanan hingga pemerintahan ini berakhir. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar