11
Tahun KPK
Emerson Yuntho ; Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption
Watch
|
KORAN
SINDO, 31 Desember 2014
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 29 Desember 2014 lalu, tepat berusia
11 tahun. Keberadaan lembaga antikorupsi yang berdiri pada akhir tahun 2013
ini telah menjadi harapan bagi seluruh rakyat Indonesia yang sudah lama
frustrasi atas merebaknya korupsi di negeri ini.
Meski
pada awal berdiri muncul banyak pesimisme, perlahan tapi pasti KPK mulai
menjadi institusi yang ditakuti atau setidaknya menjadi ancaman bagi para
koruptor. Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh komisi antirasuah ini
telah menyentuh hampir semua lini, mulai dari eksekutif, legislatif,
yudikatif hingga kelompok bisnis.
Wilayah
kerjanya mulai dari pusat hingga daerah. Sudah ratusan koruptor yang berhasil
dijerat KPK dan dijebloskan ke penjara. Selama 11 tahun kinerjanya
memberantas korupsi, dalam catatan Indonesia
Corruption Watch (ICW) terdapat sejumlah prestasi yang berhasil diraih
KPK. Di antaranya seluruh kasus korupsi yang disidik dan dituntut oleh KPK
pada akhirnya divonis bersalah oleh pengadilan.
Tidak
ada satu pun koruptor yang divonis bebas ketika prosesnya sudah sampai ke
pengadilan. Prestasi KPK lainnya yang tidak dimiliki lembaga lain adalah
berhasil menjerat praktik korupsi yang dilakukan antara lain oleh tiga
menteri aktif di era pemerintahan SBY, yaitu Andi Mallarangeng, Jero Wacik,
dan Suryadharma Ali.
KPK juga
telah memproses kasus korupsi yang melibatkan jenderal polisi aktif, yaitu
Irjen Pol Djoko Susilo, dan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Sejak KPK
beroperasi hingga kini tercatat uang negara Rp249 triliun berhasil
diselamatkan. Dalam aspek penindakan, KPK telah melakukan sejumlah terobosan,
antara
lain dengan sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) pelaku korupsi, menjerat
dan memiskinkan pelaku korupsi secara berlapis dengan regulasi antikorupsi
dan regulasi antipencucian uang, menangkap koruptor yang melarikan diri ke
luar negeri dan menuntut pencabutan hak politik untuk pelaku korupsi.
Namun
ibarat pepatah ”tak ada gading yang tidak retak”, KPK juga bukan institusi
yang sempurna. Dengan segudang prestasi dan kewenangan besar yang dimiliki,
KPK juga memiliki sejumlah catatan atau kekurangan yang perlu diperbaiki.
Dalam lima tahun terakhir mulai terjadi pelunakan perlakuan KPK terhadap
tersangka korupsi.
Meski berstatus tersangka KPK, tidak semua pelaku korupsi langsung
segera ditahan. Hingga akhir 2014 ini, ICW mencatat sedikitnya 11 tersangka
KPK yang lebih dari tiga bulan berstatus tersangka tetapi belum juga ditahan.
Bahkan terdapat tersangka korupsi yang sudah lebih dari tiga tahun belum juga
ditahan. Selain muncul pelunakan terhadap koruptor, jika dicermati kembali
faktanya masih banyak perkara korupsi yang ditangani belum sepenuhnya
dituntaskan KPK.
Artinya, meski sudah ada proses hukum yang dilakukan, masih ada aktor
lain yang belum tersentuh. Dalam catatan ICW, terdapat sedikitnya 11 kasus
korupsi yang belum 100% dituntaskan meski telah dilakukan penyidikan.
Fenomena ”membongkar tetapi belum menuntaskan”. Misalnya saja dalam perkara
suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia atau dikenal dengan kasus cek
pelawat.
KPK sejauh ini hanya menjerat penerima (anggota DPR) dan perantara suap
(Nunung Nurbaeti) serta pihak yang diuntungkan (Miranda Goeltom). Namun
hingga kini belum terungkap siapa bandar atau penyandang dana yang memberikan
suap melalui cek pelawat tersebut. Selain sejumlah kasus korupsi yang belum
selesai di tahap penyidikan, pada tahap penyelidikan KPK juga belum
menyelesaikan penanganan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI).
Tim khusus penanganan kasus korupsi BLBI sudah mulai dibentuk sejak KPK
dipimpin Antasari Azhar. Meski KPK telah meminta keterangan sejumlah mantan
menteri dan melakukan pencekalan, hingga saat ini proses hukumnya masih tetap
dalam tahap penyelidikan dan belum beranjak ke tahap penyidikan.
KPK juga perlu dikritik karena hingga 11 tahun terakhir ini belum
menyentuh empat hal, yaitu pelaku korupsi yang berasal dari korporasi,
korupsi di sektor pengadaan alat pertahanan atau melibatkan pelaku dari
kalangan militer, korupsi di sektor pengeluaran keuangan negara, dan pelaku
pasif pencucian uang yang berasal dari korupsi.
Di luar prestasi dan upaya yang gencar dalam memberantas korupsi, sudah
barang tentu terdapat pihak yang dirugikan atau tidak suka dengan keberadaan
KPK, yaitu koruptor dan para pendukungnya. Masifnya upaya pelemahan terhadap
KPK kemudian memunculkan istilah perlawanan balik terhadap koruptor (corruptor fight back). Beberapa
pelemahan yang menonjol antara lain pengajuan permohonan uji materi (judicial review) UU KPK ke Mahkamah
Konstitusi (MK).
Sedikitnya tujuh uji materiUU KPK yang berpotensi melemahkan KPK
diajukan ke MK. Terakhir adalah uji materi UU KPK oleh Akil Mochtar, mantan
Ketua MK, khususnya mengenai kewenangan KPK dalam menuntut pelaku korupsi
dengan UU Pencucian Uang. Akil meminta hakim MK untuk menyatakan KPK tidak
berwenang menuntut perkara pencucian uang yang berasal dari korupsi.
Cara lain adalah pengusulan atau pembahasan regulasi oleh DPR maupun
pemerintah. Sejumlah rancangan undang-undang (RUU) pernah diusulkan untuk
dibahas di DPR meskipun substansinya dinilai berpotensi melemahkan KPK.
Misalnya Revisi UU KPK, RUU KUHP, dan RUU KUHAP. Meski banyak mengalami upaya
pelemahan, hingga tahun ke-11 KPK masih membuktikan diri sebagai lembaga yang
paling dipercaya publik dalam upaya pemberantasan korupsi.
KPK tetap menjadi ancaman bagi para koruptor maupun pendukungnya.
Sejauh ini sejumlah upaya pelemahan terhadap KPK pada akhirnya gagal
dilakukan karena adanya dukungan banyak pihak termasuk dari rakyat dan media.
Agar tetap didukung, sudah seharusnya KPK meningkatkan prestasi yang
diperolehnya dan memperbaiki kekurangan yang ada.
Perlu ada keberanian KPK dalam melakukan segala upaya agar koruptor
jera dan menuntaskan kasus korupsi yang dinilai belum tuntas. KPK juga harus
tetap menjadi lembaga independen dan memperkuat fungsi kordinasi dan
supervisi dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan
kepolisian.
Langkah pencegahan juga perlu menjadi fokus utama sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari upaya pemberantasan korupsi. Tahun 2015 adalah tahun
paling krusial untuk eksistensi KPK di masa mendatang. Upaya pembajakan dan pelemahan
KPK berpotensi terus terjadi, terutama melalui pemilihan calon pimpinan KPK
dan pembahasan sejumlah rancangan regulasi bidang hukum di DPR seperti RUU
KUHAP dan RUU KUHP.
Pada sisi lain, janji maupun program Presiden Jokowi untuk selalu
mendukung KPK perlu terus dikawal. Selama masih berkuasa, Presiden Jokowi
harus memastikan tidak boleh ada upaya pelemahan terhadap KPK. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar