Senin, 03 Juni 2013

Ketidaknyamanan Paruh Kedua 2013


Ketidaknyamanan Paruh Kedua 2013
Bambang Soesatyo ;   Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR,
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
SUARA MERDEKA, 03 Juni 2013


HARGA sejumlah komoditas kebutuhan pokok dan harga bahan bangunan mulai merangkak naik pada pekan terakhir Mei ini. Inilah ekses dari keberlarut-larutan isu dan ketidakpastian harga baru bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Ketidaknyamanan hidup bakal menyergap masyarakat mulai paruh kedua 2013 mengingat masih ada faktor lain yang juga bakal memicu lonjakan harga barang dan tarif jasa.

Pemberlakuan harga baru BBM bersubsidi menjadi faktor pertama pemicu lonjakan harga barang dan jasa. Bila DPR menyetujui proposal kenaikan harga BBM bersubsidi yang diajukan pemerintah, bisa diperkirakan harga baru BBM bersubsidi diberlakukan mulai Juni 2013. Pemerintah mengusulkan kenaikan harga premium Rp 2.000 per liter, sedangkan kenaikan harga solar Rp 1.000.

Faktor kedua pemicu kenaikan harga adalah momentum hari raya keagamaan. Pada pekan pertama Juli 2013, masyarakat bersiap-siap menyongsong Ramadan mengingat Idul Fitri tahun ini jatuh pada 8-9 Agustus. Pengalaman menunjukkan bahwa satu atau dua pekan sebelum Ramadan, pasar sudah ancang-ancang menaikkan harga kebutuhan pokok. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada momentum itu, lonjakan harga acap di luar batas kewajaran.

Koreksi terhadap harga kebutuhan pokok yang terbentuk dari momentum seperti itu seringkali butuh periode lama atau berbulan-berbulan kemudian. Namun untuk sisa waktu 2013, khususnya setelah Idul Fitri, sangat kecil kemungkinan bagi terjadinya koreksi harga kebutuhan pokok. Pasalnya, masih ada beberapa faktor yang berisiko mengganggu kelancaran arus distribusi barang.

Faktor pertama adalah masih ada kemungkinan kembali terjadi kelangkaan BBM bersubsidi akibat pencurian atau penyelundupan. Faktor kedua adalah perhitungan terhadap dampak cuaca menjelang akhir 2013. Menuju tahun politik 2014, diperkirakan intensitas pencurian BBM bersubsidi meningkat. Beberapa pihak menyinyalir pencurian BBM bersubsidi itu terkait dengan pengumpulan dana untuk kegiatan Pemilu 2014.

Kalau pihak berwenang tak bisa mencegah kemungkinan itu, akan terjadi kelangkaan BBM sebagaimana terjadi akhir-akhir ini. Kelangkaan BBM pasti mengganggu distribusi barang. Kalau berlarut-larut, harga aneka barang pun pasti merangkak naik. Bila faktor ini dikombinasikan dengan perkembangan cuaca buruk yang sering terjadi menjelang akhir tahun, sangat kecil kemungkinan terjadinya koreksi harga kebutuhan pokok hingga akhir 2013.

Terlalu lama pemerintah ’’menggoreng’’  isu kenaikan harga BBM bersubsidi. Warga kebanyakan pun bisa menilai dan merasakan langsung hal ini. Berargumen bahwa kepastian harga baru BBM bersubsidi bisa ditetapkan pemerintah setelah DPR merespons proposal dana kompensasi  adalah perilaku tidak bertanggungjawab. 

Sekali pun proposal dana kompensasi itu populis, tidak semestinya penekanan pada dana kompensasi itu jadi sumber ekses yang merugikan puluhan hingga ratusan juta orang. Pemerintah mestinya lebih menitikberatkan keprihatinan terhadap ekses yang ditimbulkan oleh isu kenaikan harga BBM bersubsidi. Kerusakan itu tidak semata-mata ditandai oleh kelangkaan BBM di beberapa daerah, tapi oleh kenaikan harga komoditas kebutuhan pokok.

Program Instan 

Terlalu mahal harga yang harus dibayar rakyat akibat ketidakpastian tersebut. Ketidakadilan ini terjadi karena pemerintah lebih memprioritaskan lolosnya proposal dana kompensasi untuk melayani 15,5 juta keluarga atau kelompok sasaran dari dana kompensasi itu. Dalam proposal itu, pemerintah berniat memberikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (Balsem), menambah volume beras yang dibagikan kepada warga miskin (raskin), bantuan untuk keluarga harapan, dan bantuan kepada siswa dari keluarga miskin.

Rencananya, keluarga miskin menerima bantuan dari program Balsem Rp 150 ribu per bulan selama 5 bulan. Untuk Balsem pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 14 triliun. Adapun volume pembagian raskin diperbesar menjadi 15, dari sebelumnya 12 kali.

Dana kompensasi kenaikan harga BBM untuk warga miskin tak akan menyelesaikan masalah. Mustahil pemberian Balsem selama 5 bulan bisa menyelesaikan persoalan warga miskin. Setelah lima bulan Balsem terpenuhi, apa langkah lanjutnya? Membiarkan mereka kembali pada kemiskinan dan pemerintah tidak lagi peduli karena sudah membantu selama 5 bulan?  

Akal sehat kebanyakan orang sulit memahami makna program instan seperti ini. Karenanya, tidak salah bila muncul pandangan bahwa dana kompensasi itu dimanfaatkan untuk mendongkrak citra pemerintah. Sayang, citra pemerintah sulit diperbaiki karena mayoritas rakyat  akan menghadapi ketidaknyamanan hidup sepanjang paruh kedua 2013. Harga akan meroket dan gerak inflasi tak terkendali.

Lantas apa makna pertumbuhan ekonomi yang dibangga-banggakan? Setelah pemerintah memangkas subsidi BBM dan harga kebutuhan pokok meroket, bakal makin sulit bagi rakyat kebanyakan untuk memahami makna atau nilai tambah yang tinggi terkait pertumbuhan ekonomi nasional yang kita bangga-banggakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar