|
SINAR
HARAPAN, 22 Juni 2013
Ada empat isu strategis
permasalahan Kota Jakarta yakni pelayanan perkotaan, pengembangan ekonomi kota,
keberlanjutan kota, dan penyelenggaraan pembangunan perkotaan. Tantangan yang mengadang
berupa persaingan global, desentralisasi dan demokratisasi, serta perubahan
iklim.
Namun demikian, Jakarta
memiliki peluang kerja sama regional, nasional, dan global dalam mengembangkan
ketahanan kota yang berkelanjutan (kota hijau), karena kota mempunyai potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia (intelektual, kreatif, inovatif).
Permasalahan pelayanan
perkotaan Jakarta berupa ketidakoptimalan penyediaan perumahan dan
infrastruktur, ketimpangan wilayah antara Jakarta dengan Bodetabek, serta daya
saing kota yang rendah.
Pengembangan ekonomi kota
terhambat oleh ketidakoptimalan peran kota sebagai pendorong dan pusat
pertumbuhan ekonomi, kemiskinan perkotaan, ketidakoptimalan pengembangan
ekonomi kota dan kapasitas fiskal, serta kekurangoptimalan modal sosial
masyarakat perkotaan.
Ketidakberlanjutan kota
dapat dipengaruhi ketidakoptimalan pengelolaan lingkungan dan tindakan
antisipasi, adaptasi, dan mitigasi terhadap bencana dan perubahan iklim. Untuk
penyelenggaraan pembangunan perkotaan dipengaruhi ketidakoptimalan tata kelola
dan kelembagaan pemerintah kota, serta ketidakefisienan penataan ruang dan
penatagunaan tanah.
Strategi Ketahanan Kota
Jakarta terus mengalami
penurunan kualitas lingkungan kota. Konsentrasi NO2 dan CO lebih tinggi dari
kota-kota di Bodetabek.
Kualitas air 13 sungai yang
mengalir di tengah kota semakin menurun tercemar berat, penuh sampah, hitam dan
bau menyengat. Timbunan sampah terus bertambah, di mana hanya 50 persen sampah
terangkut ke tempat pembuangan akhir sampah (Status Lingkungan Hidup Indonesia,
2010).
Dampak perubahan iklim di
Jakarta mengakibatkan permukaan air laut di pesisir naik dan penurunan muka
tanah sehingga frekuensi limpasan air laut (rob) semakin sering terjadi (JICA,
2011). Intensitas dan curah hujan telah melebihi ambang normal membuat
saluran-saluran air sudah tidak mampu menampung lagi, meluap dan menggenangi
jalanan yang memacetkan lalu lintas.
Di musim hujan, Jakarta
terus dihantui bencana banjir, di musim kemarau justru terjadi kelangkaan air
bersih, kekeringan, dan bencana kebakaran.
Pembenahan angkutan
transportasi publik yang lamban dan ketidaksesuaian pembangunan kota terhadap
penataan ruang membuat kemacetan lalu lintas semakin parah, menguras waktu,
tenaga, dan bahan bakar. Peningkatan pencemaran udara menyesakkan dada, iritasi
mata, infeksi saluran pernapasan, asma, hingga stres pengguna jalan, terutama
para pejalan kaki dan pesepeda.
Lalu apa yang dapat kita
lakukan untuk Jakarta?
Untuk jangka pendek, Pemprov
DKI Jakarta harus meningkatkan penanganan pencemaran lingkungan dan mitigasi
bencana dalam pengelolaan perkotaan berupa fasilitasi penyusunan peraturan
daerah tentang pengelolaan lingkungan, mitigasi bencana, dan pengelolaan
sampah, fasilitasi pengembangan kota hijau, serta peningkatan sarana dan
prasarana pengendali banjir di perkotaan.
Peningkatan implementasi
rencana tata ruang perkotaan dan pengendalian pemanfaatan ruang perkotaan
dilakukan dengan fasilitasi penyusunan peraturan daerah terkait pemberian izin
mendirikan bangunan, pengendalian pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
DKI Jakarta 2030 dan draf Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta 2030
yang sedang disusun dalam pembangunan perkotaan, serta menyiapkan mekanisme
bank lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) dan lahan terbangun permukiman
masyarakat bawah.
Untuk jangka menengah, kota
sebagai pembangkit pertumbuhan yang berkeadilan, layak huni dan berkelanjutan
bagi makhluk hidup (manusia, flora, fauna).
Strategi perkotaan berupa
kebijakan dan sinkronisasi peraturan, mengurangi kemiskinan, modal sosial dan
budaya, kerawanan sosial dan kriminalitas, kelembagaan dan kerja sama antarkota
di Jabodetabek, pengembangan ekonomi dan kapasitas fiskal, pelayanan publik,
pengendalian pencemaran lingkungan dan mitigasi bencana, penerapan rencana tata
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, serta peningkatan kapasitas
pemerintah kota.
Untuk jangka panjang,
kebijakan pembangunan perkotaan diarahkan pada penyeimbangan pertumbuhan antara
Jakarta dan Bodetabek, pengendalian pertumbuhan kota-kota di Bodetabek,
percepatan pembangunan kota-kota satelit, dan peningkatan keterkaitan kegiatan
ekonomi di wilayah Jabodetabek.
Kota Hijau
Konsep dasar pembangunan
perkotaan berdasarkan faktor geografis-demografis, ekonomi, fisik, dan
sosial-antropologis, dengan prinsip dasar kemandirian, keberlanjutan, kesetaraan
dan keadilan, partisipatif, kolaborasi dan sinergi, tata kelola yang baik,
serta bertahap dan terukur.
Jakarta harus dibangun
menjadi kota hijau yang layak huni (liveable), berdaya saing (smart), dan
berkelanjutan (sustainable) dengan delapan indikator sarana dan prasarana,
hunian nyaman berbasis tekonologi, sosial dan budaya, daya dukung dan daya
tampung lingkungan, responsif dan adaptif bencana dan perubahan iklim,
pemerataan pembangunan kota, ekonomi kota yang produktif, inovatif, dan
mandiri, peran dan fungsi kota sesuai tipologinya, serta tata kelola pemerintah
yang bersih.
Di samping itu, ada delapan
atribut kota hijau yakni perencanaan dan perancangan kota berwawasan
lingkungan, penyediaan RTH sebesar 30 persen, penerapan bangunan hijau,
pembangunan transportasi berkelanjutan, pemanfaatan dan pengembangan energi
terbarukan, pengolahan dan pengelolaan sampah ramah lingkungan, pengelolaan dan
konservasi air, serta mendukung gerakan komunitas hijau.
Kota hijau adalah kota yang
aman, nyaman, dan tenteram sebagai kawasan hunian berbasis lingkungan, sosial
budaya, dan ekonomi. Kebijakan kota hijau berupa meningkatkan kualitas
lingkungan kota, menyediakan permukiman dan perumahan yang terjangkau sesuai
karakteristik masyarakat lokal, dan memperkuat identitas kota sesuai budaya
lokal.
Strategi kota hijau meliputi
peningkatan RTH secara kuantitas dan kualitas, pengembangan kawasan terpadu
berorientasi dan terintegrasi transportasi massal, peremajaan kawasan kumuh,
peningkatan kerja sama dengan dunia usaha dalam penyediaan perumahan yang
terjangkau, dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap seni dan budaya
lokal.
Indikator keberhasilan kota
hijau mencakup variabel sumber daya manusia (harapan hidup), sosial
(kriminalitas, kesejahteraan masyarakat), budaya (kegiatan kebudayaan), dan
lingkungan (tingkat pencemaran, emisi CO2, kesehatan lingkungan).
Pengembangan kota hijau
harus memperhatikan tipologi kota dan kawasan perkotaan. Pemerintah perlu
melakukan pemetaan dan sinkronisasi kota dan kawasan perkotaan yang ditangani,
membuat peta jalan pelaksanaan kegiatan, serta konsep strategi khusus terhadap
pengembangan kota hijau secara penuh dan utuh.
Kota hijau memberikan
kesempatan pada semua warga untuk maju, sehat, sejahtera, dan bahagia.
Membangun Jakarta menjadi kota hijau bukan suatu pilihan, tetapi sudah menjadi
keharusan, sebagai kado terindah bagi kota dan kita. Dirgahayu Kota Jakarta. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar