Senin, 24 Juni 2013

Menanti Langkah Padu OJK-BI

Menanti Langkah Padu OJK-BI
Leo Herlambang ;   Dosen FEB Unair,
Ketua Focus Group Fiskal, Moneter, LK, dan Pasar Modal ISEI 
JAWA POS, 24 Juni 2013


DI saat pasar finansial, baik di pasar uang maupun pasar modal, bergejolak seperti sekarang, diperlukan lembaga pengawas pasar yang tepercaya serta melindungi konsumen dan masyarakat. Lembaga tersebut harus turun ke pasar untuk memberikan jaminan bahwa transaksi dilaksanakan secara teratur, transparan, dan akuntabel.

Saat ini momen yang pas untuk menyampaikan unek-unek kepada pimpinan BI (Bank Indonesia) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) terkait dengan pengawasan pasar finansial. Selama ini, hingga akhir 2013, perbankan diawasi BI. Adapun pasar modal dan industri keuangan nonbank (IKNB) diawasi OJK sejak awal 2013. Pengawasan mereka berdua (BI dan OJK) akan digabung pada 2014 dalam OJK. 

Pengawasan tunggal, yang kian banyak dianut di negara-negara lain, diperlukan karena produk atau lembaga keuangan (LK) saling tumpang tindih. Misalnya, ada produk bankassurance, unit link, korporasi keuangan, dan semacamnya. 

Perkembangan pasar finansial yang kompleks, baik lembaga keuangannya, produknya, maupun konglomerasinya, memang membutuhkan pengawasan tunggal. Sangat sulit pengawasan pasar finasial dilakukan sendiri-sendiri. Seperti kejadian krisis yang lalu, kalau ada korban systemic risk, kurang ada yang bertanggung jawab. Seperti kasus Antaboga dan Bank Century. Antaboga di bawah pengawasan Bapepam dan Century di bawah pengawasan BI. Keduanya belum plong hingga kini.

Pengawasan makro adalah pengawasan atas dampak tindakan lembaga keuangan, dalam hal menjaga stabilitas dari, misalnya, risiko sistemik, makroekonomi, perkembangan pasar, infrastruktur pasar. Pengawasan mikro untuk melihat apakah LK, misalnya, patuh atas regulasi, kondisi kelayakan usaha. Pengawasan transaski bisnis meliputi, antara lain, perlindungan konsumen, transaksi antarlembaga, insider trading, fair dealing, margin trading, dan short selling.

Pengawasan makrokonomi dan mikroekonomi secara umum sudah standar. Namun, pengawasan transaksi bisnis tentunya lebih penting. Mengapa perilaku stakeholder pasar ini penting karena perilaku, etika, atau moral stakeholder pasar adalah sumber kestabilan dan ketidakstabilan pasar. 

Ketidakstabilan yang tidak realistis inilah sumber systemic risk terbesar. Etika atau moral ekonomi saat ini banyak dibahas dan terus dikembangkan melalui ekonomi Islam. Paham ekonomi yang mendorong agar manusia tidak menjadi serigala bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, perkembangan produk dan entitas Islamic finance sangat pesat. Seperti menebar rahmatan lil alamin, kini hampir di semua pusat keuangan dunia ingin menjadi pusat produk dan entitasnya.

Ketidakstabilan pasar finansial membutuhkan pengawas pasar yang kuat. Ketidakstabilan pasar saat ini disebabkan faktor internal, eksternal, dan gabungan internal-eksternal. Di sinilah diperlukan pengawasan BI dan OJK agar tidak terjadi risiko pasar dan bila tidak tertangani bisa membesar, dan dapat berakibat systemic risk.

Ilustrasinya sebagai berikut. Akibat asing menarik dananya dari pasar uang, harga aset turun. Pihak-pihak yang melakukan transaksi margin terkena margin call, -karena tidak setor dana, terkena forced sell- sehingga harga aset turun lebih tajam. Pada saat yang sama, rumor beredar, asing menawarkan transaksi  short sell sehingga harga aset finansial turun lagi. Pihak-pihak yang tidak ikut transaksi tersebut ikut-ikutan melakukan jual sehingga pasar sangat tertekan. Penurunan harga aset itulah yang tidak lagi melihat fundamental perusahaan, tetapi lebih karena tindakan margin trading dan short selling yang mengakibatkan ketakutan pasar.

Di pasar uang, sebagai pengawas, BI harus bertarung mempertahankan rupiah agar tidak tembus Rp 10.000 per USD dan cadangan devisa agar tidak jatuh di bawah USD 100 miliar. Sebagai pengawas, tampaknya BI belum banyak mengeluarkan jurus aturan dan belum sambung 100 persen dengan OJK. Misalnya, apakah ada hubungan transaksi perbankan dan perusahaan sekuritas untuk membiayai transaksi margin. Saya lebih senang, dugaan itu salah.

Di pasar modal, belum terlihat tindakan nyata untuk menyelamatkan pasar meski itu hanya berupa aturan. Misalnya, pengetatan transaksi margin trading dan short selling. Kalaupun sudah ada aturannya, contoh aturanshort selling pun masih bisa dicari celahnya. Rumor bahwa ada pihak asing yang menawarkan pembiayaan short sell membuat harga pasar semakin jatuh juga belum tertangani meski mungkin sudah terdeteksi. Transaksi-transaksi seperti itu, kalau terjadi saat kritis, jelas sangat berbahaya bagi kestabilan pasar finansial dan perekonomian. Itu menciptakan supply and demand yang artificial  bukan lagi riil, dan yang berbahaya digerakkanpredatoric speculator.

Koordinasi antara BI dan OJK dalam pengawasan pasar finansial secara integratif harus diterapkan, tidak hanya menunggu 2014 ketika situasi sekarang menuntut aksi nyata. Tidak perlu menunggu korban-korban lagi seperti kasus Century, Antaboga, dan Sarijaya. Atau sampai seperti BEI harus tutup beberapa hari seperti pada 2008. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar