|
KOMPAS,
22 Juni 2013
Kompas
edisi 31 Mei 2013 memberitakan status badan hukum untuk perguruan tinggi yang
harus dipahami benar implikasinya karena berisiko pailit.
Inilah
konsekuensi hukum status kekayaan negara yang dipisahkan pada perguruan tinggi
negeri badan hukum (PTN-BH). Lembaga semacam ini tidak lagi memiliki tujuan
yang sama dengan tujuan bernegara. Dengan demikian, secara rasionalitas hukum,
tak ada lagi hubungan dinas publik (openbare dienstbetrekking) PTN-BH dengan
keuangan negara. Ini berarti PTN-BH tidak lagi memperoleh dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena APBN hanya untuk mencapai tujuan
bernegara sebagaimana diatur Pasal 7 Ayat (1) UU No 17/2003 tentang Keuangan
Negara.
Berarti
PTN-BH kemungkinan akan menggunakan otonominya untuk mendapatkan pendanaan.
Salah satunya dengan cara mendirikan badan usaha komersial atau mendapatkan
dana dari pihak ketiga yang justru akan memengaruhi sifat otonom PTN ke arah
komersialisasi dan menjauhkan tujuan PTN untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Paradoks
rasionalitas
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ketika disahkan memang mengandung
paradoks rasionalitas yang contradictio in terminis. Artinya, meskipun
berstatus badan hukum, PTN-BH tetap mendapatkan pendanaan APBN. Bentuk dan
mekanisme pendanaan PTN-BH diatur pemerintah.
Padahal,
badan hukum dengan kekayaan yang dipisahkan dapat mengatur diri sendiri tanpa
tergantung pada sumber kekayaan pendirinya. Badan hukum tanpa kemandirian
berarti status badan hukumnya (rechtsfiguur) hanya fictie atau khayalan pendirinya.
PTN-BH dituntut mandiri dan dapat menggunakan kekayaan negara yang dipisahkan,
kecuali tanah, sebagai alat untuk mengejar tujuan dalam melakukan hubungan
hukum.
Dengan
kondisi demikian, jika PTN-BH mau konsisten secara rasional, harus mempunyai
kemandirian pendanaan, tidak mendapatkan dana APBN, serta seluruh penyelenggara
pendidikannya menganut monoisme status kepegawaian. Dengan demikian, tidak ada
dualisme atau bahkan multiisme status kepegawaian dalam suatu PTN-BH.
Namun,
pertanyaannya adalah apakah ada PTN yang mau dan mampu melakukan konsep badan
hukum secara konsisten seperti itu? Pertanyaan ini perlu mengingat kurang
jelasnya keterkaitan pemberian status badan hukum PTN dengan upaya mencapai
tujuan pendidikan.
Alternatif
rasionalitas
Alasan
pemberian status badan hukum pada PTN lebih untuk menghindari kerumitan
pengelolaan keuangan PTN yang menerapkan mekanisme APBN. Kerumitan ini
menghambat penyelenggaraan pendidikan tinggi melaksanakan Tri Dharma, yaitu
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Jika
tahun 2000 beberapa PTN mendapatkan status badan hukum milik negara (BHMN)
dengan peraturan pemerintah, sehingga dapat mengatur keuangannya, hal itu
disebabkan oleh alternatif penyelesaian berdasarkan Bab IX Burgelijk Wetboek yang mengatur badan hukum.
Dengan
kata lain, peraturan pemerintah tentang penetapan status badan hukum milik
negara bagi PTN saat
itu menjadi dasar hukum untuk mengesampingkan ketentuan
dalam Indonesiche Comptabiliteitswet
(ICW) 1925 yang mengatur pertanggungjawaban keuangan negara.
Akan
tetapi, setelah ICW 1925 tidak lagi berlaku dengan ditetapkannya UU No 17/2003
tentang Keuangan Negara dan UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, solusi
kerumitan keuangan negara tidak lagi perlu dengan memberi status badan hukum
bagi PTN. Alternatif yang dapat digunakan adalah meminta presiden mengambil
kebijakan khusus bagi PTN dalam pengelolaan keuangannya berdasarkan Penjelasan
Pasal 6 Ayat (1) UU No 17/2003.
Presiden
dapat menetapkan dan membuat keputusan yang bersifat kebijakan teknis berkaitan
dengan APBN, yang khusus diterapkan bagi PTN, yaitu penerapan pola pengelolaan
keuangan lembaga pendidikan (PPK-LP). Pola ini tidak berorientasi pada bisnis
sebagaimana badan layanan umum, juga tidak kaku seperti APBN, tetapi suatu pola
pengelolaan keuangan yang fleksibel-komplementer. Artinya tidak rumit,
akuntabel, dan tidak membebani peserta didik serta masyarakat.
Konsep
PPK-LP serupa dengan pola pengelolaan keuangan pada Otoritas Jasa Keuangan.
Dengan demikian, APBN tetap dapat menjadi sumber pendanaan PTN sebagai bentuk
tanggung jawab pemerintah, PTN tetap independen menjalankan Tri Dharma
perguruan tinggi sekaligus menjamin upaya PTN meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pendidikan.
Dengan
demikian, status badan hukum PTN tidak relevan lagi dalam era reformasi
keuangan negara saat ini. Tujuan PTN dikembalikan lagi pada jalur tujuan ideal
yang linear dengan tujuan bernegara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar