Setelah bawang putih dan kedelai, negeri ini diuji masalah
ujian nasional dan BBM. Setiap kali muncul isu itu, di kepala kita selalu
terbayang korupsi, musuh negara nomor satu saat ini.
Tetapi, taruhlah korupsi bisa kita atasi. Masih ada satu masalah lagi,
yaitu dilema negeri kepulauan. Ya, kita sering lupa bahwa pembangunan
Indonesia tidak punya referensi dalam literatur. Di antara lima negara
yang tergabung dalam BRICS, tak satu pun yang dibangun di atas resep
ekonomi kepulauan. Dan di antara negara-negara EOCD, hanya Jepang-lah
yang masuk kategori negara kepulauan.
Archipelago
Memang, di dunia hanya ada lima negara yang masuk sebagai negara
kepulauan yang rumit. Yaitu, Indonesia (13.000 pulau) dengan luas 1,9
juta kilometer persegi; Filipina (7.107 pulau) dengan luas 300.000
kilometer persegi; Jepang (6.852 pulau)dengan luas 230.000 kilometer
persegi; serta Solomon (992 pulau) dengan luas 28.450 kilometer persegi.
Selain itu, ada Finlandia yang punya 178.584 pulau, namun hanya sedikit
yang ditempati dan tidak rumit.
Di antara daftar tersebut, ya hanya Indonesia dan Filipina-lah yang ekonominya
paling rumit. Bentangannya sangat luas. Selain teknologi bukan andalan
utama perekonomian mereka, infrastruktur penghubung antarpulau terbilang
sangat buruk. Di dalam setiap pulau pun tak kalah buruk.
Itu sangat berbeda dengan Jepang. Jarak Surabaya-Jakarta yang ditempuh 17
jam dengan kereta api di sini bisa ditempuh hanya 2 jam sangat nyaman
dengan kereta api cepat di Jepang. Demikian pula, kota-kota dan desa-desa
di dalam pulau begitu cepat dijangkau.
Tidak banyak yang mengetahui, untuk mengantarkan BBM ke berbagai
kabupaten di Papua, Pertamina harus menggunakan pesawat terbang yang
biaya angkutnya berpuluh kali lipat untuk mengantar BBM yang sama di
Pulau Jawa. Tak mengherankan bila SPBU-SPBU milik asing di sini lebih
tertarik mengisi BBM di kota-kota besar yang infrastrukturnya bagus.
Juga, tidak mengherankan mengapa Susi Air cepat berkembang pada era
otonomi daerah ini, sedangkan Merpati justru terseok-seok. Para bupati
dan pengusaha membutuhkan pesawat-pesawat carter berkapasitas kurang dari
12 orang untuk menembus daerah-daerah terpencil.
Untuk menuju ibu kota Kaltim saja (Samarinda), sebelum jalan tol yang
sedang dibangun itu jadi, Anda perlu menghabiskan waktu 3-4 jam menembus
hutan belantara dari Balikpapan. Demikian juga, untuk menuju Namlea (di
Pulau Buru), Anda harus menunggu mulai pagi (saat pesawat tiba di Ambon)
hingga malam untuk menumpang feri selama 8 jam.
Jangankan di Indonesia Timur. Di Pulau Jawa saja, untuk menuju Pulau
Sumatera, Anda butuh waktu berjam-jam menunggu giliran naik feri, apalagi
bila ada truk yang bannya pecah dan tidak bisa keluar. Belum lagi bila
gelombang tinggi tengah datang bersama angin barat yang membahayakan
pelayaran atau ada yang memainkannya.
Karena itu, tidak mengherankan bila biaya untuk mengantar cargo dari
Jakarta ke Banda Aceh lebih mahal ketimbang Jakarta-Istambul (Turki). Di
Jogja, sarapan pagi Rp 3.000 saja sudah bisa dapat nasi enak. Tetapi,
pergilah ke Pulau Simeuleu (Aceh) atau Pulau Buru. Di Pulau Buru, harga
beras sempat mencapai Rp 20.000 per kilogram dan harga bensin Rp 25.000
per liter. Di pulau-pulau itu, Anda sulit menemui uang pecahan seribu
rupiah. Pecahan uang sehari-hari ya Rp 10.000 atau Rp 50.000.
Tetapi, dengan kehidupan sesulit itu, mereka tidak pernah berteriak,
apalagi berdemo. Infrastruktur yang menjadi hak mereka telah kita sedot
untuk subsidi BBM yang mayoritas kita nikmati di Pulau Jawa ini. Di
daerah-daerah pedalaman, mereka sudah biasa hidup susah. Jadi, susahnya
mereka tidak sama dengan kita yang suka berteriak di pusat.
UN dan BBM
Indonesia Archipelago berbeda dengan Florida Archipelago, yakni 43 pulau
kecil terhubung oleh sebuah highway lurus dengan 42 jembatan yang
sangat bagus. Indonesia Archipelago adalah sebuah dataran ekonomi yang
rumit yang menimbulkan persoalan-persoalan kompleks.
Karena itu, desentralisasi harus benar-benar menjiwai pikiran para
pemimpin. Pada era otonomi ini, seharusnya kementerian-kementerian yang
punya anggaran besar paham betul bahwa mengelola NKRI tidak bisa
dilakukan seperti masa lalu. Kemendikbud sudah harus siap dengan konsep
baru ujian nasional (unas), yaitu menghapus unas menjadi UD (ujian
daerah) yang disesuaikan dengan kapasitas masing-masing daerah, atau
bahkan menjadi US (ujian sekolah) yang disesuaikan dengan masing-masing
sekolah.
Fabrizio Zilibotti (1994) yang meneliti economics
of archipelago menemukan,
negara-negara kepulauan akan menghadapi biaya pendistribusian yang tinggi
dan problem ketidaksempurnaan pasar. Karena itu, sejak dunia mengenal
internet dan banyak produk yang bisa dibuat versi digitalnya, sebenarnya
ia telah memberikan 50 persen kontribusi.
Unas, perjalanan dinas, market
survey, dan lain-lain sebenarnya bisa diatasi dengan internet.
Tetapi, sistem politik dan birokrasi sering menghambatnya. Itu juga
terjadi dalam pendistribusian BBM yang menimbulkan kebisingan-kebisingan
dan pertarungan para pemburu rente yang semua menghendaki BBM murah untuk voters terbesar. Sampai kapan kita
biarkan negeri ini terbelenggu dengan hal-hal seperti itu? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar