Kamis, 25 April 2013

Ekonomi Dilema Archipelago


Ekonomi Dilema Archipelago
Rhenald Kasali ;  Ketua Program MM UI
JAWA POS, 24 April 2013

  
Setelah bawang putih dan kedelai, negeri ini diuji masalah ujian nasional dan BBM. Setiap kali muncul isu itu, di kepala kita selalu terbayang korupsi, musuh negara nomor satu saat ini.

Tetapi, taruhlah korupsi bisa kita atasi. Masih ada satu masalah lagi, yaitu dilema negeri kepulauan. Ya, kita sering lupa bahwa pembangunan Indonesia tidak punya referensi dalam literatur. Di antara lima negara yang tergabung dalam BRICS, tak satu pun yang dibangun di atas resep ekonomi kepulauan. Dan di antara negara-negara EOCD, hanya Jepang-lah yang masuk kategori negara kepulauan.

Archipelago 

Memang, di dunia hanya ada lima negara yang masuk sebagai negara kepulauan yang rumit. Yaitu, Indonesia (13.000 pulau) dengan luas 1,9 juta kilometer persegi; Filipina (7.107 pulau) dengan luas 300.000 kilometer persegi; Jepang (6.852 pulau)dengan luas 230.000 kilometer persegi; serta Solomon (992 pulau) dengan luas 28.450 kilometer persegi. Selain itu, ada Finlandia yang punya 178.584 pulau, namun hanya sedikit yang ditempati dan tidak rumit. 

Di antara daftar tersebut, ya hanya Indonesia dan Filipina-lah yang ekonominya paling rumit. Bentangannya sangat luas. Selain teknologi bukan andalan utama perekonomian mereka, infrastruktur penghubung antarpulau terbilang sangat buruk. Di dalam setiap pulau pun tak kalah buruk.

Itu sangat berbeda dengan Jepang. Jarak Surabaya-Jakarta yang ditempuh 17 jam dengan kereta api di sini bisa ditempuh hanya 2 jam sangat nyaman dengan kereta api cepat di Jepang. Demikian pula, kota-kota dan desa-desa di dalam pulau begitu cepat dijangkau.

Tidak banyak yang mengetahui, untuk mengantarkan BBM ke berbagai kabupaten di Papua, Pertamina harus menggunakan pesawat terbang yang biaya angkutnya berpuluh kali lipat untuk mengantar BBM yang sama di Pulau Jawa. Tak mengherankan bila SPBU-SPBU milik asing di sini lebih tertarik mengisi BBM di kota-kota besar yang infrastrukturnya bagus.

Juga, tidak mengherankan mengapa Susi Air cepat berkembang pada era otonomi daerah ini, sedangkan Merpati justru terseok-seok. Para bupati dan pengusaha membutuhkan pesawat-pesawat carter berkapasitas kurang dari 12 orang untuk menembus daerah-daerah terpencil.

Untuk menuju ibu kota Kaltim saja (Samarinda), sebelum jalan tol yang sedang dibangun itu jadi, Anda perlu menghabiskan waktu 3-4 jam menembus hutan belantara dari Balikpapan. Demikian juga, untuk menuju Namlea (di Pulau Buru), Anda harus menunggu mulai pagi (saat pesawat tiba di Ambon) hingga malam untuk menumpang feri selama 8 jam.

Jangankan di Indonesia Timur. Di Pulau Jawa saja, untuk menuju Pulau Sumatera, Anda butuh waktu berjam-jam menunggu giliran naik feri, apalagi bila ada truk yang bannya pecah dan tidak bisa keluar. Belum lagi bila gelombang tinggi tengah datang bersama angin barat yang membahayakan pelayaran atau ada yang memainkannya.

Karena itu, tidak mengherankan bila biaya untuk mengantar cargo dari Jakarta ke Banda Aceh lebih mahal ketimbang Jakarta-Istambul (Turki). Di Jogja, sarapan pagi Rp 3.000 saja sudah bisa dapat nasi enak. Tetapi, pergilah ke Pulau Simeuleu (Aceh) atau Pulau Buru. Di Pulau Buru, harga beras sempat mencapai Rp 20.000 per kilogram dan harga bensin Rp 25.000 per liter. Di pulau-pulau itu, Anda sulit menemui uang pecahan seribu rupiah. Pecahan uang sehari-hari ya Rp 10.000 atau Rp 50.000.

Tetapi, dengan kehidupan sesulit itu, mereka tidak pernah berteriak, apalagi berdemo. Infrastruktur yang menjadi hak mereka telah kita sedot untuk subsidi BBM yang mayoritas kita nikmati di Pulau Jawa ini. Di daerah-daerah pedalaman, mereka sudah biasa hidup susah. Jadi, susahnya mereka tidak sama dengan kita yang suka berteriak di pusat.

UN dan BBM 

Indonesia Archipelago berbeda dengan Florida Archipelago, yakni 43 pulau kecil terhubung oleh sebuah highway lurus dengan 42 jembatan yang sangat bagus. Indonesia Archipelago adalah sebuah dataran ekonomi yang rumit yang menimbulkan persoalan-persoalan kompleks.

Karena itu, desentralisasi harus benar-benar menjiwai pikiran para pemimpin. Pada era otonomi ini, seharusnya kementerian-kementerian yang punya anggaran besar paham betul bahwa mengelola NKRI tidak bisa dilakukan seperti masa lalu. Kemendikbud sudah harus siap dengan konsep baru ujian nasional (unas), yaitu menghapus unas menjadi UD (ujian daerah) yang disesuaikan dengan kapasitas masing-masing daerah, atau bahkan menjadi US (ujian sekolah) yang disesuaikan dengan masing-masing sekolah.

Fabrizio Zilibotti (1994) yang meneliti economics of archipelago menemukan, negara-negara kepulauan akan menghadapi biaya pendistribusian yang tinggi dan problem ketidaksempurnaan pasar. Karena itu, sejak dunia mengenal internet dan banyak produk yang bisa dibuat versi digitalnya, sebenarnya ia telah memberikan 50 persen kontribusi.

Unas, perjalanan dinas, market survey, dan lain-lain sebenarnya bisa diatasi dengan internet. Tetapi, sistem politik dan birokrasi sering menghambatnya. Itu juga terjadi dalam pendistribusian BBM yang menimbulkan kebisingan-kebisingan dan pertarungan para pemburu rente yang semua menghendaki BBM murah untuk voters terbesar. Sampai kapan kita biarkan negeri ini terbelenggu dengan hal-hal seperti itu? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar