Bertemunya dua kepentingan
yang berbeda antara buruh dan pengusaha terkadang mengakibatkan konflik
di antara kedua pihak. Di satu sisi, para pengusaha berusaha
memaksimalkan keuntungannya, sementara di sisi lain buruh menginginkan
perbaikan upah serta kondisi kerja yang nyaman. Ketika buruh menganggap
bahwa upah yang diterimanya dirasa tidak sepadan dengan tenaga yang
mereka keluarkan ataupun tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup, maka
ketegangan antara buruh dan pengusaha tidak dapat dihindarkan.
Untuk mengeliminasi agar
konflik tidak muncul ke permukaan, diperlukan kebijakan dari manajemen
perusahaan dalam mengakomodasi kepentingan-kepentingan buruh. Prinsip
harmonisasi antara pengusaha dan buruh perlu dijunjung tinggi untuk
mengatasi berbagai konflik yang terjadi.
Ada solusi elegan yang
barangkali bisa ditawarkan untuk mengatasi persoalan antara pekerja dan
pengusaha. Intinya, kedua pihak harus sadar untuk saling memahami posisi
masing-masing. Bagi pengusaha, dasar kenaikan upah bisa dibangun dengan
menggunakan benchmark (pembanding) yang setara, misalnya, dengan
menggunakan standar upah pekerja di negara lain, seperti Vietnam, China
atau negara lainnya yang tepat, yang bisa dijadikan ukuran dalam
pengajuan upah minimum regional (UMR) mereka di Indonesia.
Dengan pembanding yang
tepat, akan didapatkan komposisi upah yang lebih ideal. Pengalaman
praksis sebagai pengusaha ketika harus membayar lebih mahal upah bagi
pekerjanya sejatinya tidak menjadi masalah sepanjang angkanya realistis
dengan pembanding yang ada.
Soal standardisasi upah
untuk semua perusahaan kiranya perlu diselaraskan dengan kondisi
perusahaan yang ada mengingat jenis usaha dan kemampuan yang berbeda.
Misalnya, antara perusahaan yang padat karya dan industri yang padat
modal, perlakuan antara kedua jenis industri itu tentu sangat berbeda.
Yang terpenting, semua pihak
perlu menjaga agar iklim usaha tetap kondusif. Jika pengusaha dan pekerja
saling memahami, rasanya aksi demonstrasi yang akhirnya berujung pada
pemogokan kerja tidak akan terjadi. Bukankah dengan iklim usaha yang
kondusif, semua pihak akan memetik manfaat positifnya? Selain ekonomi
tumbuh baik, investor merasa hommy, lapangan kerja terbuka dan
peningkatan upah terjadi dengan sendirinya seiring berlakunya
keseimbangan hukum ekonomi supply
dan demand.
Barangkali para pimpinan
serikat pekerja perlu diberi ruang yang luas untuk berkomunikasi secara
tulus, tanpa hidden agenda (agenda tersembunyi) untuk kepentingan
tertentu. Pihak manajemen perlu memberikan gambaran riil tentang
perkembangan dan kondisi perusahaan. Di lain pihak, pekerja diharapkan
bisa memahami kondisi perusahaan. Melalui komunikasi yang diliputi rasa
saling kepercayaan macam ini, upah pekerja secara proporsional pun bisa
diberikan oleh pengusaha hingga diperoleh win win solution yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam hal ini, pimpinan serikat
pekerja harus bisa memahami pula bahwa upah yang terlalu mahal akan
menyebabkan kemandekan pertumbuhan ekonomi karena pada akhirnya akan
menjadi cost perusahaan. Di
sisi lain, pengusaha tidak boleh berlaku otoriter menerapkan upah murah
secara semena-mena. Harus disadari bahwa bukankah segala sesuatu yang
murah, sudah pasti tidak akan efisien? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar