Jumat, 26 April 2013

Literasi Lintas Batas


Literasi Lintas Batas
Agus M. Irkham ;  Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat
TEMPO.CO, 24 April 2013



Tanggal 23 April adalah tanggal simbolis untuk sastra dunia. Demikian UNESCO menulis di laman resminya, www.un.org. Pada tanggal itu 396 tahun silam, Cervantes, Shakespeare, dan Inca Garcilaso de la Vega meninggal. Tanggal itu juga menjadi tanggal kelahiran atau kematian penulis terkemuka lain, seperti Maurice Druon, K. Laxness Haldor, Vladimir Nabokov, Josep Pla, dan Manuel Mejía Vallejo. Karena itu, pada 1995, saat berlangsung Sidang Umum UNESCO di Paris, tanggal tersebut diputuskan sebagai Hari Buku dan Hak Cipta Dunia (World Book and Copyright Day).

Di Indonesia, pertama kali World Book Day (WBD) dirayakan adalah pada 2006. Diprakarsai oleh Forum Indonesia Membaca. Pamrih terjauh penyelenggaraan WBD ialah membuka seluas-luasnya partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kesadaran pentingnya buku dan membaca. Serta mengapresiasi dunia perbukuan itu sendiri (bibliofil). Dari pembaca, penulis, penerbit, komunitas pendaras buku, hingga para pekerja buku. Semua terlibat, bukan hanya sebagai peserta, tapi juga sebagai pembicara, pengisi acara, sekaligus pengunjung.

Sejak 2006 hingga 2011, perayaan WBD terpusat di Jakarta. Bahkan pada tahun-tahun awal penyelenggaraan hanya dirayakan di Jakarta. Namun, sejak 2012, WBD terselenggara tidak hanya di Jakarta, tapi juga di daerah-daerah. Termasuk pada 2013 ini. Sementara dahulu penggagas dan penggerak utamanya adalah Forum Indonesia Membaca (FIM), kini bertambah lagi aktor penting kampanye budaya baca di Indonesia—terutama dalam konteks pelaksanaan perayaan WBD—yaitu Forum Taman Bacaan Masyarakat (Forum TBM) dan komunitas literasi lainnya di luar FIM.

Sebagaimana perayaan WBD 2012, 2013 ini pun pekat sekali dengan nuansa desentralisasi literasi. Di daerah, para aktivis perbukuan, komunitas literasi, serta para pegiat budaya baca yang terhimpun di Forum TBM menghelat beragam program literasi. Perayaan dilakukan sejak awal April hingga akhir April 2013.

Sekadar menyebut contoh, di Kabupaten Bandung, TBM Arjasari menghelat beragam lomba. Dari pidato, mendongeng, mewarnai, sampai memasak nasi liwet Nusantara. Uniknya, pemenang akan mendapatkan hadiah berupa beras sekarung dan ayam siap potong.

Masih di Kabupaten Bandung, di Desa Lebakwangi, TBM Ayah Salwa menggelar acara bermuatan literasi lokal, yakni berupa lomba menulis surat dalam bahasa Sunda yang ditujukan kepada Kepala Desa Lebakwangi. Selain itu, ada lomba membuat cover buku dengan tema membaca dan TBM.

Di Surabaya, Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia (YPPI) menggelar tiga acara menarik, yaitu unjuk bincang (talk show) bertema “Digital Library as Unlimited Resources”, kunjungan ke beberapa perpustakaan di Surabaya (library tour), serta Kelas Inspirasi tentang buku dan perpustakaan. Di Kelas Inspirasi ini, YPPI menghadirkan Suherman, pustakawan terbaik se-Asia Tenggara.

Di Yogyakarta, menandai perayaan WBD tahun ini, Forum TBM Yogyakarta ambil bagian dalam proses pendirian, pengelolaan, sekaligus pembukaan (soft opening) Perpustakaan Emha Ainun Nadjib. Bertempat di Rumah Budaya EAN, serangkaian acara dihidangkan. Dari bertajuk “Perpustakaan dan Seniman”, bedah buku, bincang-bincang bertema “Dunia Buku Saat Ini”, hingga bazar buku.

Di Banten, TBM Rumah Dunia menandai perayaan WBD tahun ini dengan menerbitkan 10 judul buku karya relawan RD. Kesepuluh buku tersebut diterbitkan secara swakelola (self publisher).

Tak kalah menarik adalah acara yang akan diselenggarakan oleh Forum TBM Wilayah Banten, TBM Kedai Proses, dan Forum TBM Kabupaten Pandeglang, yaitu berupa penampilan standup comedy literacy. Layaknya dramatic reading kisah lucu yang khusus berkaitan dengan keberaksaraan (literasi), tapi dengan menghafal dan improvisasi. Tidak dengan membawa atau membaca buku.

Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai bagian dari usaha untuk secara pelan-pelan memberikan pemahaman kepada khalayak, termasuk pengelola TBM bahwa budaya lisan itu bukan lawan dari budaya baca, tapi justru akan memperkaya budaya baca (teks). Jadi ada transliterasi dari teks ke lisan, dan dari lisan ke teks.

Berderet TBM dan komunitas literasi yang merayakan WBD di atas dapat saya perpanjang lagi. Desentralisasi perayaan WBD ini dapat dimaknai sebagai bentuk tengah bermekarannya kampanye membaca dan menulis di Indonesia. Mereka memasarkan keberaksaraan secara spontan, partisipatif, kreatif, sekaligus mandiri. Tidak menunggu bantuan dari pemerintah, baik daerah, terlebih pusat. Kreativitas gerakan membaca yang mereka lakukan juga dapat dicandrai dari penggunaan nama masing-masing TBM dan komunitas yang unik, khas, dan beda. Dari Jala Pustaka (Pekalongan) hingga Pondok Maos (Kendal). Dari Mentari Pagi (Blora) sampai Sindikat Baca (Bojonegoro).

Inisiatif para pegiat TBM dan Komunitas Literasi merayakan WBD juga akan semakin memahamkan khalayak luas bahwa gerakan membaca sekarang ini tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri, tapi harus berbarengan. Berjejaring. Luasan isunya pun tidak hanya terbatas pada satu dua negara tertentu, tapi dunia. Jadi perayaan literasi, khususnya WBD yang mereka lakukan, tidak lagi—meminjam istilah yang diperkenalkan Ketua Umum FTBM, Gol A. Gong—dari kampung untuk Nusantara, melainkan sudah beranjak dari kampung untuk dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar