Respons Atas
Pernyataan KH Ma’ruf Amin
Meneguhkan
Fatwa-Fatwa MUI
Mohammad Baharun ; Ketua Komisi Hukum
MUI/Guru Besar Sosiologi Agama
|
REPUBLIKA,
23 November 2012
Tulisan ini merupakan
apresiasi saya atas artikel KH Dr (HC) Ma'ruf Amin, ketua harian MUI Pusat (Republika,
08/11/12), khususnya mengenai fatwa MUI Jatim. Ada beberapa catatan
sehubungan itu. Pertama, MUI Jatim yang merupakan kepanjangan tangan MUI
Pusat di daerah menerbitkan fatwa yang berpijak pada fatwa (1984) dan fatwa
(2007) guna memberi petunjuk tegas soal aliran sesat, sebagai kewajiban untuk
meneguhkan fatwa MUI cabang berdasarkan permintaan umat yang resah karena
ajaran aliran yang sesat disebarkan seperti di Sampang.
Kedua, justru adanya
fatwa inilah maka ketegangan bisa berkurang eskalasinya karena ada kepastian.
Bandingkan dengan ketegangan antara Muslim Sunnah dan Syiah yang terjadi di
Irak, Pakistan, Afghanistan, dan Suriah, yang entah sudah merenggut berapa
ribu nyawa manusia secara sia-sia.
Ketiga, terbitnya
fatwa MUI Jawa Timur (yang didukung oleh NU dan Muhammadiyah serta elemen masyarakat) itu
merupakan dukungan penting dalam rangka mengawal dan melindungi akidah umat
dari ancaman penistaan keyakinan. Mungkin jejak (fatwa MUI Jatim) ini akan
diikuti MUI daerah lain dalam rangka otonomi. Hal ini sesuai harapan MUI
sendiri agar MUI daerah bisa menyelesaikan urusan daerahnya.
Keempat, adanya
fenomena diskualifikasi terhadap para sahabat dan istri Nabi Muhammad SAW
oleh sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan pengikut `ahlul bait'
(menurut versi mereka) belakangan ini, ternyata menimbulkan masalah sosial
dan ancaman keamanan. Ulama yang memiliki domain untuk memberikan fatwa
kepada umatnya, merespons dengan kepastian hukum atas munculnya keresahan di
masyarakat.
Kelima, biasanya pihak
yang keberatan dengan fatwa ulama ini membawa- bawa Deklarasi Amman (2005)
sebagai dalil. Perlu dijelaskan bahwa Deklarasi Amman (dan juga deklarasi
Makkah ataupun deklarasi Bogor sebagaimana yang disebut) itu bukanlah
kesepakatan pembenar untuk memberikan persetujuan terhadap tahrif (Alquran)
dan takfir (para Sahabat dan istri Nabi).
Keenam, Deklarasi
Amman harus dipahami sebagai sikap bijak para ulama dunia (yang berusaha
untuk menyadarkan dan menyatukan kembali umat). Mereka mengimpikan persatuan
yang hakiki, teriring harapan kembali ke jalan yang benar. Mereka menggunakan
kaidah hukum "Al-Islamu yahkum bizawahir, wallahu ya'lamu aara'ir" (Islam
itu menghukumi secara lahiriah, sedangkan Allah Maha Mengetahui yang
tersembunyi secara batiniah).
Ketujuh, walaupun
misalnya suatu kelompok itu, dengan nama yang paling baik sekalipun, ternyata
berlaku ekstrem (ghuluw) dan mengalami anomali, bisa ikut dalam Deklarasi
Amman secara aman dengan sikap taqiyah. Selama `berakting' itu mereka dapat
dianggap `baik-baik saja'. Tetapi, sudah pasti para ulama yang kredibel tidak
dengan sendirinya membenarkan keyakinan tahrif dan takfir yang menjadi
kebiasaan aliran tertentu itu sampai sekarang, meskipun nama alirannya
dicantumkan dalam deklarasi dan sering kemudian dijadikan sebagai argumentasi
pembenar.
Kedelapan, cermati isi
deklarasi, yang ternyata hanya mensyaratkan persaudaraan dalam dua kalimat
syahadat. Kaum Syiah Rafidhah, misalnya, (termasuk sebagian yang
berkembang di Indonesia seperti dirasakan) meyakini tiga kalimat syahadat.
Simak azan yang dikumandangkan mereka, Ali masuk dalam satu kesatuan syahadat
itu, hingga jadi tiga kalimat syahadat, baca pernyataan mereka (Iklan
Republika oleh Yayasan MIB, 9 Februari 2012, hal 2).
Kesembilan, bisa saja
kita melakukan pendekatan dengan Syiah Rafidhah seberapa kali kita mau untuk
membuat deklarasi. Pertanyaannya, apakah Syiah sudah berubah dan kembali ke
khitah: Alquran dan Sunnah As Shahihah?
Apakah mereka tidak menjadikan kita sebagai korban isu ukhuwah?
Kesepuluh, para
penanda tangan di Amman segera cuci-tangan jika Syiah Rafidhah yang tadinya
saat deklarasi menunjukkan sikap `ukhuwwah', namun pascadeklarasi tetap saja
melakukan kebiasaan menista ahlussunnah. Salah satu penanda tangan dari
Yaman, misalnya, Habib Umar bin Hafidz, tatkala menyaksikan ada seorang
Ayatullah (Yasir Alhabit) melaknat `Aisyah istri Rasulullah, langsung
mengatakan bahwa mazhab yang mentradisikan penistaan sahabat Nabi adalah
mazhab iblis.
Kesebelas, berdasarkan
pernyataan ini, dengan dalih apa pun sudah pasti semua ulama tidak akan
merestui Syiah Rafidhah (atau yang mungkin mengklaim sebagai Mazhab Ahlul
Bait) dengan karakter tetap melakukan pelecehan dan penistaan terhadap para
pembesar sahabat dan istri Nabi.
Kedua belas, dengan
demikian, fatwa MUI Jawa Timur yang merupakan keinginan mayoritas umat dan
diwakili ormas-ormas Islam harus diberlakukan, untuk menghentikan aktivisme
aliran yang punya kebiasaan pelaknatan dan menjadi penyebab pembusukan umat
serta sumber perpecahan itu. Dalam semangat otonomi, MUI daerah seperti di
Jawa Timur ataupun di daerah lain nanti dapat mempertimbangkan sebuah fatwa
seperti di Jawa Timur. ●
|
Bagi kami semua mazhab dalam Islam,itu sesat bila yg disembah itu Selain Allah , tidak mengakui Kenabian Muhammad dan tidak mengakui kesucian al Qur'an . dan apakah tidak boleh melaknat sahabat Rosul , yg dianggap memang bersalah, dan tak ada jaminan bahwa sahabat itu semua benar, karena mereka manusia biasa, dan mereka bukan orang suci? karena yg disebut dalam Qur'an hanya Ahlul Baitnya (keluarga) Rosullah yg disucikan dari dosa.Sahabat masuk Islam karena terpaksa karena kalah perang, contoh Abu Sofyan bin muawiyyah waktu pembebasan tanah Makkah, dihati mereka masih ada kedengkian pada Nabi Muhammad dan Ali,samapai ke turunannya Yazid bin Muawiyyah keturunan Hindun pemakan jantung Paman Rosul yaitu Hamzah ra, mereka meracun ahlul bait Nabi yaitu Hasan bin Ali dan membantai Husein bin Ali di Karbala, pantaskah kita mengagungkan sahabat yg membantai keluarga Nabi? Banyak komentar mendukung masalah fatwa MUI Jatim , bagi kami MUI JAtim dipimpin oleh Ulama bayaran, Arab Saudi WAHABIYAH yg memang getol menghujat Syiah, Apakah Yakin kalau Mazhab Sunni atau Wahabi paling benar dan pasti Syurga? kalau memang pasti Syurga anda bersyukur bahwa tak ada saingannya diSyurga karena Mazhab lain pasti Neraka, dan yg korup di DEPAG, DPR, Hambalang dll lalu yg ngebom Bali dan Jakarta yg ditangkap Densus coba tanyakan mazhabnya dakah yg bermazhab Syi'ah? langsung tidak langsung itu merupakan contoh muka buruk cermin dipecah, yaitu keburukan orang2 mazhabnya dilemparkan ke Mazhab Syiah dan Ahmadiyyah, untuk menutupi keburukan pengikut Sunni dan Wahabi du=i Negeri ini.
BalasHapusBaharun Negeri ini bukan NEgaranya orang Suni ,negeri ini keyakinan dilindungi UUD 45 , lalu siapa yg bikin kacau Negeri ini ? siapa yg bakar Masjid, Ponpes, rumah, lalu membunuh orang tak berdosa? apakah masih kurang menyakiti sesama Umat Islam, Karena Orang 2 seperti baharun inilah tipe penghasut umat untuk berbuat anarkis, dan Ulama Dajjal yg ngaku Habib asal Surabaya ketua Yayasan Albayinat dan MUI Madura apakah mau bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan atas fatwa sesatnya, Masalah istri Nabi Aisyah, Al azhab 33 Allah melarang istri Nabi untuk keluar dari Rumah Nabi, tapi kenyataannya Aisyah beserta Tolhhah dan Zubair memimpin pemberontakan ingin menjatuhkan Amirul Mukminin Ali Kw , apakah kita tidak boleh menyalahkan Aisyah? sedang Aisyah telah melanggar perintah Allah SWT.lalu dakah zaman Nabi Azan pakai Assholatul khoirum minannnaun? kalau nggak berarti ini juga BID'ah
BalasHapus