Era
Kebangkitan Industri Pertahanan
Sjafrie Sjamsoeddin ; Wakil
Menteri Pertahanan RI;
Sekretaris Komite
Kebijakan Industri Pertahanan
|
KOMPAS,
23 November 2012
Memiliki pertahanan yang tangguh adalah
sebuah kebutuhan mendasar bagi setiap bangsa. Kemampuan pertahanan tidak saja
penting dalam menjaga keselamatan bangsa, tetapi juga simbol kekuatan serta
sarana untuk menggapai cita-cita, tujuan, ataupun kepentingan nasional.
Efektivitas pertahanan negara turut
ditentukan juga oleh kemampuan industri pertahanan dalam memenuhi kebutuhan
pengadaan dan pemeliharaan alat utama sistem senjata (alutsista) secara
mandiri. Oleh sebab itu, industri pertahanan perlu dibangun melalui
revitalisasi industri pertahanan.
Setelah Presiden SBY memberikan arahan
revitalisasi industri pertahanan di Kementerian Pertahanan tahun 2004, sejak
saat itu mesin dari semua pemangku kepentingan segera bekerja. Kementerian
Pertahanan sebagai pembuat regulasi dan kebijaksanaan pembinaan industri
pertahanan, TNI sebagai pengguna, dan industri pertahanan sebagai produsen
dalam negeri menyatu dalam target merevitalisasi industri pertahanan untuk
membangkitkan kekuatan industri pertahanan dalam negeri.
Berbagai langkah, strategi, dan regulasi
segera diambil. Pemerintah yang diperankan oleh Bappenas, Kementerian BUMN,
Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pertahanan bersama TNI dan Polri serta
instansi pemerintah lain sebagai pengguna, segera menerjemahkannya.
Presiden pada 2010 telah membentuk suatu
badan kebijakan nasional industri pertahanan yang disebut Komite Kebijakan
Industri Pertahanan (KKIP). Tugas yang diemban oleh KKIP adalah mengembangkan
kemampuan industri pertahanan dalam negeri, baik alutsista maupun non-alutsista.
Sejak saat itu Indonesia sebenarnya telah
memiliki visi, misi, dan strategi dasar pembangunan industri pertahanan.
Apalagi pemerintah dan DPR pada 2012 menetapkan Undang-Undang Nomor 16
tentang Industri Pertahanan Negara sebagai legalisasi dan legitimasi
menghidupkan dan mengembangkan industri pertahanan dalam negeri.
Industri Pertahanan
Suatu negara yang kuat akan sangat
dipengaruhi oleh kekuatan industri teknologi pertahanan yang mandiri.
Filosofi ini penting untuk mendukung misi negara menjaga kedaulatan negara
dan keutuhan wilayah.
Presiden melihat kebangkitan industri
pertahanan dalam negeri dan untuk semakin mendorong tumbuhnya industri
pertahanan dalam negeri, presiden bahkan menggariskan beberapa kebijakan
teknis.
Pertama mewajibkan pengguna dalam negeri
memakai produksi dalam negeri untuk alutsista dan non-alutsista. TNI dan
Polri serta instansi pemerintah lainnya diwajibkan memakai produksi dalam
negeri manakala kebutuhan tersebut dapat diproduksi oleh kita sendiri.
Kedua, manakala harus membeli dari
luar negeri, maka persyaratannya adalah produksi dalam negeri belum mampu
memenuhi spesifikasi teknis dan kebutuhan operasional dari pengguna yang
perlu teknologi tinggi. Namun, pembelian dari luar negeri harus ditambah
persyaratan transfer teknologi dan ofset dari negara pemasok kepada industri
pertahanan dalam negeri.
Ketiga, pembelian dari luar negeri tidak
boleh mendikte secara politik terhadap negara dalam membeli peralatan
militer.
Sebagai pembina industri pertahanan,
Kemhan berkepentingan memberikan peluang kepada industri pertahanan dalam
negeri untuk memasok kebutuhan. Bahkan, Kemhan mendorong industri pertahanan
dalam negeri untuk bisa ekspor produk mereka ke luar negeri.
Kemampuan industri dalam negeri kita
sekarang ini sudah pada tingkat teknologi menengah. Artinya, industri
pertahanan kita sudah dapat membuat dan sudah digunakan oleh TNI.
Sebagai contoh, alutsista darat buatan PT
Pindad mulai dari pistol dan senjata serbu sampai mortir serta kendaraan
tempur roda ban (panser Anoa) sudah mendukung kebutuhan TNI AD. Bahkan,
produk PT Pindad itu sekarang sudah berstandardisasi PBB, demikian juga
kendaraan taktis pengintainya.
Saat ini sedang berlangsung pembaruan
kendaraan tempur roda rantai (tank AMX-13) yang merupakan awal membangun tank
ringan. Setelah itu diharapkan kita bisa membuat sendiri tank ringan sampai
berat.
Saat membeli tank berat (MBT Leopard) dari
Jerman, dalam paket kontrak ada klausul transfer teknologi. Pihak Jerman
menyetujui dalam pemeliharaan pascajual, artinya kita akan mendapat
kesempatan melakukan didampingi pihak produsen.
Untuk alutsista udara, PT Dirgantara
Indonesia kini sedang mengembangkan kerja sama produksi dengan Airbus
Military untuk membangun pesawat angkut sedang CN 295. Kita sangat
berkepentingan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pesawat angkut
ringan, seperti C-212, CN 235, dan CN 295, yang bermuatan 50 penerjun.
Hal yang sama kita lakukan dalam pembuatan
helikopter serbu Bell-412 dan heli Cougar 725. PT Dirgantara Indonesia
diharapkan bisa memenuhi sebagian kebutuhan dari TNI dan cocok untuk operasi
kemanusiaan.
Di sisi alutsista laut, kita bahkan
memiliki beberapa industri pertahanan dalam negeri yang bisa diandalkan. PT
PAL diandalkan untuk pembuatan kapal perang skala besar, seperti class korvet
dan kapal selam. PT PAL juga didorong untuk membuat kapal perang untuk
tanker.
Kita juga memiliki badan usaha milik negara
yang lain, yaitu PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari. BUMN ini kita beri porsi
untuk membangun Landing Ship Tank atau kapal pengangkut tank ringan dan
sedang.
Industri pertahanan swasta juga sudah
memberikan kontribusi besar untuk kapal patroli cepat ukuran 60 meter ke
bawah, seperti Palindo, Lundin, Anugrah. Bila berkualitas, peluang yang sama
juga diberikan kepada beberapa galangan swasta lain di dalam negeri. Alokasi
anggaran kepada industri pertahanan cukup besar dalam rencana strategis 2010–2014,
minimal Rp 5,4 triliun.
Peluang ini sekaligus menjadi tantangan
bagi industri pertahanan dalam negeri untuk meningkatkan kualitas manajemen
agar mampu memenuhi persyaratan kualitas, waktu distribusi, dan harga yang
bersaing. Tanpa ada profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan dan
keuangan, semua peluang yang ada ini tidak akan bisa termanfaatkan bahkan
terlewat tanpa makna.
Saat ini industri pertahanan PT PAL bahkan
perlu untuk merekrut tenaga terampil umur 18–20 tahun agar mereka siap
digunakan dalam pembangunan kapal selam, yang diharapkan bisa kita lakukan
tahun 2020.
Hal kritis dalam pembangunan industri
pertahanan dalam negeri adalah pengawakan manajemen yang unggul dan kemampuan
untuk mengeliminasi parasit dalam manajemen industri pertahanan dan
meniadakan peran ”broker” yang berdampak pada penggelembungan biaya.
Manajemen industri pertahanan jangan pernah
memberikan peluang distorsi internal dan eksternal yang hanya menimbulkan
kerusakan manajemen. Aturan yang mengharuskan kita membeli langsung ke
pabrikan dan menjual langsung kepada pembeli adalah cara paling tepat untuk
efisiensi dan manfaat.
Bila kita mau, Indonesia pasti sanggup menjadi
kekuatan regional yang didukung oleh kemampuan industri teknologi pertahanan
dalam negeri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar