Jumat, 23 November 2012

Pendapatan dan Kesejahteraan


Pendapatan dan Kesejahteraan
Jahen Fachrul Rezki ;  Mahasiswa Master bidang Ekonomi di University of York, Inggris, Peraih Beasiswa Unggulan Dikti 2012
SINAR HARAPAN, 22 November 2012


Aravind Adiga, pemenang Man Booker Prize pada tahun 2008 melalui novel pertamanya, White Tiger, memberikan gambaran yang sangat brilian dan detail mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah urban India.

Dalam novel tersebut diceritakan kondisi masyarakat kaya India yang mampu memperoleh fasilitas dan layanan hidup yang lebih baik dibandingkan masyarakat miskin. Digambarkan bahwa kelompok masyarakat yang berpendapatan lebih besar tentunya lebih sejahtera dibandingkan kelompok masyarakat miskin.

Kajian tentang pendapatan dan kesejahteraan selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas. Kondisi dan karakteristik tiap negara yang sangat beragam menjadi pintu masuk bagi perkembangan bidang studi ini.

Saat ini terdapat perbedaan yang begitu besar antara pendapatan per kapita (income per capita) serta output pekerja (output per worker) di berbagai negara. Negara yang termasuk ke dalam kelompok negara kaya, memiliki pendapatan 30 kali lipat lebih tinggi dibandingkan negara yang berada pada kelompok miskin.

Dalam studi yang dilakukan oleh Heston et al (2002), pada 2000, produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan per kapita di Amerika Serikat mencapai lebih dari US$ 34.000. Di beberapa negara, PDB per kapita mereka sangat jauh bila dibandingkan dengan AS.

Sebagai contoh, Meksiko memiliki PDB per kapita sekitar US$ 8.000, China US$ 4.000 dan Nigeria US$ 1.000. Kondisi yang lebih memprihatinkan tentunya dialami negara Sub-Sahara Afrika, seperti Chad, Etiopia, dan Mali.

Jika kita menoleh ke belakang, semenjak 1960, atau 15 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, hampir sebagian besar negara secara rata-rata memiliki pendapatan per kapita US$ 1.500 (dalam nilai dolar AS tahun 2000).

Semenjak 1980-2000, rata-rata pendapatan per kapita di seluruh dunia meningkat menjadi US$ 3.000 atau dua kali lipat dibandingkan 1960. Namun, peningkatan ini lebih disebabkan adanya beberapa negara yang memiliki pendapatan per kapita antara US$ 20.000-30.000.

Telah terjadi ketimpangan pendapatan per kapita dalam beberapa puluh tahun terakhir antarnegara. Ada negara yang mampu menggenjot perekonomiannya dengan baik sehingga mampu meningkatkan rata-rata pendapatan, namun di sisi yang lain negara-negara miskin sepertinya tidak beranjak ke mana-mana. Hal ini disebut sebagai stratification phenomenon.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah kenapa ada negara yang bisa bertransformasi menjadi negara dengan pendapatan tinggi, sedangkan yang lain tidak mampu pindah? Menurut Acemoglu (2008), ada dua faktor yang memungkinkan hal ini terjadi.

Pertama, kebijakan nasional (national policy) yang dibuat oleh pemerintah. Kedua, faktor institusi. Dua hal inilah yang menjelaskan kenapa Korea Utara dan Korea Selatan yang pada awal 1950-an berada pada tingkat perekonomian yang relatif sama, namun setelah terpisah menjadi dua negara dengan kebijakan serta institusi yang berbeda, Korea Selatan mampu meninggalkan saudara mereka, baik secara ekonomi maupun dari segi kesejahteraan masyarakatnya.

Pendapatan dan Standar Hidup

Perlukah kita melihat masalah perbedaan pendapatan antarnegara sebagai suatu hal yang harus dikaji secara serius? Jawabannya adalah perlu karena pendapatan yang tinggi merefleksikan standar hidup yang lebih baik.

Pertumbuhan ekonomi dilihat dampaknya dari beberapa aspek, seperti lingkungan, memang kadangkala memberikan efek negatif karena mampu meningkatkan kadar polusi. Di sisi yang lain, politik misalnya, dengan semakin sejahteranya suatu negara maka masyarakatnya juga akan semakin menuntut pemerintah untuk terus melayani rakyatnya dengan maksimal.

Namun, di balik itu semua, ketika kita membandingkan negara kaya dan miskin, maka terdapat perbedaan yang begitu besar antara kualitas, standar hidup, dan kesehatan antarnegara.

Kajian yang dilakukan Acemoglu dalam bukunya, Introduction to Modern 
Economic Growth, tahun 2008 menunjukkan bahwa pendapatan per kapita sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup masyarakat di suatu negara. Negara yang memiliki pendapatan 30 kali lebih banyak dibandingkan negara lainnya tentunya juga mempunyai kemampuan konsumsi 30 kali lebih besar.

Hal senada terjadi jika melihat angka harapan hidup. Negara-negara kaya memiliki angka harapan hidup rata-rata 80 tahun, sedangkan negara miskin seperti negara Sub-Sahara Afrika hanya mampu bertahan hingga umur 40 dan 50 tahun. Realitas ini menunjukkan bahwa kesejahteraan memberikan dampak yang sangat berbeda dan signifikan bagi masing-masing kelompok.

Namun, tidak semua negara memiliki hubungan yang positif antara pendapatan dengan kesejahteraan dan kualitas hidup. Afrika Selatan pada zaman apartheid merupakan contoh yang sering digunakan kenapa pertumbuhan ekonomi ternyata tidak selalu memberikan jaminan terhadap kualitas hidup.

Semenjak awal abad ke-20, hingga tumbangnya rezim apartheid, PDB per kapita tumbuh dengan sangat pesat, namun upah riil (real wage) penduduk Afsel yang berkulit hitam yang merupakan penduduk mayoritas malah turun secara signifikan pada periode ini.

Tentu saja kita tidak serta-merta bilang bahwa pertumbuhan ekonomi tidak memberikan manfaat begitu besar bagi Afrika Selatan, karena jika dibandingkan dengan negara Sub-Sahara Afrika lainnya, Afsel merupakan salah satu negara terkaya.

Kondisi yang sama terjadi pada masa-masa awal revolusi industri di Inggris, di mana pada saat tersebut proses pertumbuhan ekonomi modern baru saja dimulai. Standar hidup penduduk Inggris pada saat itu terus mengalami penurunan atau jika tidak ingin disebut memburuk, kondisi mereka tidak berubah.

Pada akhirnya peningkatan perekonomian dan pertumbuhan pendapatan suatu negara menjadi sebuah keharusan. Karena dengan semakin membaiknya perekonomian dan pendapatan, kondisi hidup masyarakat akan terus membaik.
Sesuai dengan gambaran Adiga dalam bukunya di mana sosok protagonis, Balram Halwai yang pada awalnya sangat miskin, namun pada akhirnya bisa menikmati fasilitas yang tak pernah ia rasakan sebelumnya karena mampu membangun bisnisnya hingga berkembang dengan sangat baik. Begitu pula dengan perekonomian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar