Jumat, 23 November 2012

Pentingnya Reformasi DK PBB


Pentingnya Reformasi DK PBB
Arief Setiawan ;  Mahasiswa S-2 Ilmu Politik,
People's Friendship University of Russia
REPUBLIKA, 22 November 2012


Serangan tentara Israel di Jalur Gaza, Palestina, akhir-akhir ini mengingatkan lagi pada peristiwa akhir 2008 dan awal 2009 silam. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkesan tak berdaya untuk mencegah terjadinya banjir darah di Gaza. Semuanya tentu tidak ingin peristiwa empat tahun silam tersebut terulang kembali. 

Dalam peristiwa kelam empat tahun lalu, Laporan Dewan HAM PBB menyatakan, Israel telah melakukan kejahatan agresi pada peristiwa tersebut.
Namun, PBB terkesan diam saja. Laporan tersebut terhadang di Dewan Keamanan (DK) PBB akibat veto sekutu Israel.

Veto di DK PBB menyebabkan laporan Richard Goldstone yang berjudul Human Rights in Palestine and Other Occupied Arab Territories: Report of the United Nations Fact Finding Mission on the Gaza Conflict ini hanya menjadi monumen dokumen saja. Standar ganda DK PBB ini membuat keamanan manusia terancam. Untuk menyiasati situasi anarkis tersebut perlu adanya regulasi yang adil tanpa mengganggu keseimbangan politik internasional. 

Sepak terjang DK PBB yang menerapkan standar ganda ini perlu dikritisi karena semua keputusan penting di PBB senantiasa melaluinya. Standar ganda tersebut tidak hanya terkait persoalan Israel-Palestina, banyak kasus lainnya yang menjadikan institusi ini bermuka dua. Reformasi kelembagaan perlu untuk ditekankan agar tercipta keadilan tanpa impunitas.

Penerapan kebijakan ganda ini semakin menambah daftar permasalahan yang terjadi dalam konflik Israel-Palestina. Insiden demi insiden kekerasan menjadi suguhan tanpa henti yang menyebabkan api konflik semakin berkobar.
Berbagai perundingan damai yang dilaksanakan pun menjadi nihil dalam implementasinya. 

Reformasi DK PBB bukan berarti menghapus sistem adanya anggota tetap dan tidak tetap beserta hak-haknya. Penghapusan sistem ini bisa menjadi bom waktu seperti yang pernah dialami oleh Liga Bangsa-Bangsa dulu. Anarkisme politik internasional memerlukan adanya hegemonic stability agar keseimbangan bisa terus terjaga.

Untuk melakukan reformasi tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai objek perubahan, yakni: pertama, jumlah anggota. Perlu untuk menambah jumlah anggota DK PBB karena dinamika politik internasional saat ini bersifat multipolar. Konstelasi dan kontestasi politik saat ini sudah berubah seusai Perang Dingin. 

Kedua, perubahan konsep veto anggota tetap DK PBB. Sistem veto di DK PBB saat ini sangatlah tidak adil. Satu anggota tetap melakukan veto, DK PBB gagal mengambil keputusan. Penambahan jumlah anggota DK PBB ini bertemali erat dengan sistem pengambilan keputusan. Perlu mengubah bagaimana veto bisa dilakukan, yakni berdasarkan perhitungan tertentu di antara anggota tetap DK PBB. 

Kedua hal tersebut, menurut penulis, bisa menjadi solusi atas kebuntuan terhadap konflik puluhan tahun antara Is- rael-Palestina. Dalam hal ini, perlindungan terhadap warga sipil menjadi prioritas mengingat perang tersebut sudah memakan korban sangat banyak. 

Meredakan Konflik

Puluhan resolusi PBB tentang konflik Israel-Palestina sudah dikeluarkan sejak 1967 hingga sekarang. Resolusi tersebut ternyata tidak bertaji karena senantiasa dilanggar oleh Israel. PBB sebagai lembaga yang mempunyai kuasa untuk memaksakan implementasi resolusi ternyata tidak bisa berbuat banyak.
Sanksi tegas tidak pernah diberikan kepada Israel ketika mereka melakukan pelanggaran.

Serangan Israel yang membabi-buta di jalur Gaza saat ini harus segera diakhiri. PBB harus mengambil sikap tegas dan jelas terhadap agresi yang sekarang sedang berlangsung. Membiarkannya berlangsung lebih lama lagi akan merugikan masyarakat sipil. 

Tentunya, banyangan kelam 2008 silam yang menewaskan lebih dari 1.300 warga sipil Gaza sangat tidak diinginkan terjadi lagi. Tak hanya PBB, organisasi- organisasi kawasan juga perlu melakukan hal yang sama, menekan Israel supaya menghentikan serangannya. Organisasi kawasan di kawasan Arab, Liga Arab, mempunyai peran paling signifikan terhadap penghentian serangan tentara Israel ke Jalur Gaza. 

Pernyataan Menteri Luar Negeri Tunisia Rafik Abdesslem sangat tepat terkait posisi yang harus diambil Liga Arab. Liga Arab mempunyai tanggung jawab untuk melindungi warga Gaza dan menghentikan serangan Israel (Republika, 18/11). Liga Arab harus men dorong terjadinya gencatan senjata di antara pejuang Palestina dan tentara Israel.

Upaya meredakan konflik sangat penting bagi warga Gaza. Beragam upaya harus dilakukan oleh negara dan organisasi apa pun untuk melindungi keberadaan warga Gaza. Usaha untuk menghentikan serangan membabi-buta tentara Israel saat ini bisa menjadi sedikit obat bagi warga sipil di Gaza untuk bernapas lega.

Seruan atau desakan tidaklah cukup untuk menghentikan aksi brutal. Peringatan keras perlu diberikan kepada Israel untuk menghentikan aksinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar