Sabtu, 03 Februari 2018

Penggabungan Kampus Swasta

Penggabungan Kampus Swasta
Ki Supriyoko ;  Direktur Pascasarjana Pendidikan
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Jogjakarta
                                                    JAWA POS, 02 Februari 2018



                                                           
SALAH satu isu pendidikan yang menyita perhatian masyarakat sekarang ini, khususnya pendidikan tinggi, adalah merger perguruan tinggi swasta (PTS). Adapun maksud merger dalam konteks tersebut adalah penggabungan dan penyatuan PTS. Lebih jelasnya, dua atau lebih PTS digabung menjadi satu PTS dalam melayani masyarakat.

Latar belakang merger PTS itu untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia di tengah-tengah kondisi banyaknya PTS yang terancam ditutup. Sebagaimana diketahui, sekarang ini terdapat belasan bahkan ribuan PTS yang terancam ditutup karena berbagai alasan. Di antaranya, relatif sedikitnya jumlah mahasiswa sehingga sulit menjalankan roda manajemen, kurangnya dosen yang memenuhi syarat sebagai pendidik di perguruan tinggi, dan tidak terpenuhinya standar mutu akreditasi perguruan tinggi.

Logikanya sederhana: dengan banyaknya PTS yang melakukan merger, muncul berbagai PTS baru hasil merger yang besar dan kuat, tentu yang lebih berkualitas, sehingga secara nasional kualitas pendidikan tinggi kita bisa ditingkatkan.
Pola Merger

Belajar dari pelaksanaan merger perguruan tinggi non pemerintah yang sudah berlangsung selama ini, baik di dalam maupun di luar negeri, ada beberapa pola merger PTS dari yang relatif mudah hingga yang sangat sulit dilaksanakan.

Merger dua atau lebih PTS dalam yayasan atau badan penyelenggara yang sama biasanya relatif lebih mudah untuk dilaksanakan. Begitu sebaliknya, merger dua atau lebih PTS dalam yayasan atau badan penyelenggara yang berbeda biasanya lebih sulit dilaksanakan. Meskipun, bukan berarti hal itu tidak bisa dilaksanakan sama sekali. Perencanaan mergernya pun ada yang membutuhlan waktu relatif singkat, tetapi ada pula yang relatif panjang.

Apabila di dalam satu yayasan terdapat dua atau lebih PTS program studinya sama, kemudian dimerger menjadi satu PTS, biasanya tidak banyak menimbulkan masalah. Mengapa? Sebab, penggabungan dan penyatuan PTS tersebut tidak perlu mengubah struktur dan personal yayasan, baik pengurus maupun pembina. Pola merger seperti itu biasanya dilaksanakan dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.

Apabila di dalam satu yayasan terdapat dua atau lebih PTS yang program studinya berbeda, kemudian dimerger menjadi satu PTS, biasanya juga tidak banyak menimbulkan masalah. Mengapa? Sebab, pola penggabungan dan penyatuan PTS tersebut juga tidak perlu mengubah struktur dan personal yayasan, baik pengurus maupun pembina. Pola merger seperti itu biasanya dilaksanakan, selain mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan, untuk ’’pengembangan’’ bentuk PTS. Misalnya, dari bentuk akademi menjadi institut atau dari bentuk sekolah tinggi menjadi universitas.

Seperti kita ketahui, bentuk PTS di Indonesia memiliki persyaratan yang berbeda antara yang satu dan yang lain. Misalnya, menyangkut luas tanah dan jenis program studi, termasuk jumlah program studi. PTS berbentuk sekolah tinggi cukup memiliki luas kampus minimal 5 hektare, tetapi bentuk universitas harus memiliki luas kampus minimal 10 hektare.

Kalau ada dua yayasan yang masing-masing memiliki PTS, kemudian dimerger menjadi satu, biasanya sedikit atau banyak menimbulkan masalah. Mengapa? Sebab, tidak boleh dua yayasan menyelenggarakan satu PTS yang sama. Itu berarti dua yayasan tersebut harus ’’dimerger’’ terlebih dahulu sebelum memerger PTS-nya. Dengan begitu, harus ada kesepakatan siapa pimpinan yayasan baru hasil penggabungan dan penyatuan tersebut. Hal itu biasanya tidak mudah dilakukan karena personal dalam yayasan lama memiliki visi, misi, dan kepentingan yang berbeda.

Ketidakmudahan di tingkat yayasan atau badan penyelenggara itu bisa berlanjut di tingkat eksekutif atau PTS-nya. Adanya merger PTS perlu diikuti dengan pembentukan pimpinan yang baru, misalnya siapa rektor, ketua, wakil rektor, dekan, dan Kaprodi. Berasal dari PTS lama yang mana? Kalau terjadi konflik di tingkat PTS karena ketidakcocokan unsur pimpinan, agak sulit dicarikan solusi oleh yayasan karena pengurus dan pembina yayasan yang baru pun berasal dari dua yayasan berbeda yang masih saling mencocokkan irama kerja masing-masing.

Bantuan Pemerintah

Sebagaimana yang disampaikan pimpinan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), pemerintah akan memberikan insentif dalam proses merger PTS. Misalnya, akan mempermudah proses, menyederhanakan mekanisme, dan membuka kemungkinan pembukaan program studi non-STEM (science, technology, engineering and mathematics).

Insentif tersebut tentu sangat bermanfaat bagi penyelenggara PTS yang akan dimerger, di samping menunjukkan keseriusan pemerintah dalam program merger PTS.

Kiranya perlu diingat, permasalahan biasanya tidak hanya terjadi menjelang merger, tetapi juga pascamerger. Konflik yayasan baru dan/atau pts baru berpotensi muncul justru pascamerger. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah juga memberikan bantuan dalam batas-batas kewenangannya setelah terjadi merger PTS!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar