Drama
Politik pada Sabtu Malam di Kota Riyadh
Musthafa Abd Rahman ; Wartawan KOMPAS di
Mesir Kairo
|
KOMPAS,
06 November
2017
Sebuah drama politik
mengguncangkan publik Arab Saudi, dunia Arab, dan dunia internasional, Sabtu
(4/11) malam, di kota Riyadh, ibu kota Arab Saudi. Langit malam di kota
Riyadh seperti bergetar saat drama politik itu bergulir tiba-tiba dan sangat
mengejutkan.
Dua figur kuat dan paling
berpengaruh di Arab Saudi, Pangeran Alwaleed bin Talal (konglomerat/tokoh
keuangan) dan Pangeran Miteb bin Abdullah (tokoh militer/komandan pasukan
elite Garda Nasional) termasuk yang ditahan lembaga antikorupsi Arab Saudi
pimpinan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.
Penahanan dilakukan tak lama
setelah lembaga itu dibentuk melalui dekrit Raja Salman. Pangeran Alwaleed
ditahan dengan tuduhan terlibat pencucian uang. Sementara Pangeran Miteb,
yang dicopot Raja Salman, ditahan dengan tuduhan korupsi dalam transaksi
senjata.
Penahanan Pangeran Alwaleed dan
Pangeran Miteb menandai era baru Arab Saudi, yang menempatkan para anggota
keluarga kerajaan harus tunduk pada hukum yang berlaku. Di era ini, perilaku
mereka tak lepas dari proses akuntabilitas sesuai dengan tata kelola pemerintahan
modern.
Langkah mengejutkan itu diambil
duet pemimpin puncak Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud dan Putra
Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (32). Langkah itu mendobrak pakem
tradisi politik monarki yang terpatri kuat di negara tersebut sejak berdiri
tahun 1932. Sebuah pakem tradisi politik yang menempatkan keluarga kerajaan
berada di atas hukum dan bebas dari proses akuntabilitas.
Hanya beberapa saat setelah
ditunjuk sebagai Ketua KPK Arab Saudi oleh Raja Salman, Pangeran Mohammed
langsung menginstruksikan penahanan 11 pangeran, termasuk Pangeran Alwaleed,
4 menteri, dan puluhan mantan menteri.
Pada saat bersamaan, Raja
Salman merombak kabinet dan pejabat tinggi dengan menyingkirkan figur kuat
saat ini. Selain Pangeran Miteb, yang diganti Pangeran Khaled bin Ayyaf, juga
ada figur penting lain yang diganti, yaitu Menteri Perekonomian Adel Fakieh
yang digantikan Mohammed al-Tuwaijri. Pangeran Ayyaf dan Al-Tuwaijri dikenal
sebagai orang dekat Pangeran Mohammed.
Semua keputusan besar ini bisa
ditafsirkan masih dalam bingkai Visi Ekonomi 2030 Arab Saudi yang digulirkan
pada April 2016. Namun, hal itu telah menjelma menjadi fakta politik bahwa
visi 2030 telah mengempas banyak tokoh, bahkan tokoh internal keluarga
monarki Ibn Saud sendiri.
Intrik dalam keluarga
Fakta politik itu segera
membersitkan bahwa megaproyek visi 2030 telah melahirkan ketegangan, intrik,
dan gesekan di keluarga besar Ibn Saud. Penyingkiran Komandan Garda Nasional
Pangeran Miteb bin Abdullah lewat perombakan kabinet tak lebih dari
kepanjangan peristiwa Istana Al-Safa, Juni lalu, saat Raja Salman
menyingkirkan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Nayef.
Dengan tersingkirnya Miteb dan
Mohammed bin Nayef yang saat itu menjabat Putra Mahkota merangkap Menteri
Dalam Negeri, kini semua lini militer dan keamanan di bawah kontrol Pangeran
Mohammed bin Salman yang juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan.
Manuver Pangeran Mohammed tidak
hanya berhenti di sektor keamanan dan militer, tetapi merambah sektor ekonomi
dan keuangan. Pangeran Mohammed dengan menggunakan KPK secara mengejutkan
menahan sepupunya, Pangeran Alwaleed.
Konon, Pangeran Mohammed dan
Pangeran Alwaleed belakangan ini sering berbeda pendapat soal rancangan Visi
Arab Saudi 2030. Pangeran Alwaleed disebut punya ambisi untuk bisa ikut
mengontrol lebih jauh atas megaproyek visi 2030. Bahkan, ia disebut meminta
kue lebih besar dalam megaproyek itu.
Pangeran Mohammed menolak keras
permintaan sepupunya itu. Hubungan kedua pangeran ini pun kian memburuk.
Kasus hubungan Pangeran
Mohammed dengan sejumlah pangeran lain yang dikenal figur kuat di internal
Dinasti Al-Saud seperti mengulang sejarah di Arab Saudi, yakni kisah konflik
era 1950-an antara Raja Al-Saud bin Abdulaziz (1953-1964) dan putra mahkota
saat itu, Pangeran Faisal bin Abdulaziz.
Didukung saudara yang lain,
termasuk Raja Salman, Pangeran Faisal berhasil memaksa mundur Raja Al-Saud
dari singgasana tahun 1964 sekaligus menggagalkan upaya Raja Al-Saud
mewariskan jabatan kepada putranya.
Kini, Pangeran Mohammed juga
bertindak tegas terhadap sejumlah saudaranya sendiri. Karena itu, manuver
Pangeran Mohammed, meski disebut untuk misi pemberantasan korupsi, sejatinya
adalah langkah politik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar