Jumat, 17 November 2017

Drama di Saudi

Drama di Saudi
Dinna Wisnu ;  Pengamat Hubungan Internasional
                                              KORAN SINDO, 08 November 2017



                                                           
Apakah Arab Saudi tengah mengalami transisi rezim pemerintahan ataukah sekadar melakukan konsolidasi kekuasaan di seputar Raja Salman? Jawabannya masih harus ditunggu beberapa bulan ke depan.

Penangkapan 11 pangeran, juga beberapa menteri, menambah drama di Arab Saudi dalam beberapa tahun belakangan ini. Saudi pun terlibat banyak aksi di luar negeri mulai dari penggulingan rezim di Suriah, melakukan intervensi di Yaman, dan terakhir ini memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.

Keterlibatan Saudi di beberapa politik dalam negeri negara di Timur Tengah bukan hal yang baru, namun biasanya dilakukan dengan tertutup atau melalui proxy kepentingan negara lain. Apakah Arab Saudi menuju ke sebuah negara monarki yang lebih terbuka atau monarki yang demokratis? Masih banyak di dunia di mana kerajaan berperan dalam politik dan dilestarikan perannya tersebut dalam sistem politik yang liberal.

Contoh adalah Inggris atau Spanyol. Di Asia, Thailand ada - lah salah satu negara di mana raja masih memiliki otoritas yang memengaruhi kebijakan politik dan publik. Dengan kata lain, ada banyak versi atau contoh yang dapat dijadikan rujukan bagi Arab Saudi apabila mereka benar-benar ingin melakukan transisi tanpa meninggalkan sistem monarkinya.

Saya melihat bahwa gejolak di Arab Saudi tidak lepas dari pe nerbitan Undang-Undang Ke bijakan Energi pada 2005 yang ditandatangani oleh Presiden George Bush Jr. Undang-undang ini adalah hasil perjuangan dari para pelobi yang berusaha selama empat tahun lebih untuk me nembus masa administrasi Presiden Clinton, namun gagal.

Inti dari UU ini adalah meng izinkan eksplorasi minyak serpih (shale) yang se - belumnya dilarang karena dianggap akan merusak lingkungan hidup. Sejak UU itu disahkan, investasi dan produksi minyak shale tidak terbendung.

AS adalah sa lah satu negara dengan cadang an minyak ser pih terbesar di dunia dan UU itu mendorong eksplorasi dan produksi yang lebih intensif, bahkan mencapai puncaknya ketika minyak dunia mencapai titik terendahnya sebesar USD32 pada 2008.

Produktivitas minyak serpih yang menyebabkan harga minyak dunia turun mengakibatkan pendapatan negara yang bergantung 80-90% dari produksi minyak menjadi terganggu, termasuk Arab Saudi. Arab Saudi mengalami defisit pada 2015 sebesar Rp1.372 triliun. Defisit agak berkurang ketika harga minyak dunia merangkak sedikit naik pada tahun selanjutnya.

Ada perbedaan konteks yang menyebabkan defisit ekonomi kali ini berimplikasi pada gejolak politik di Arab Saudi. Defisit secara umum bukanlah hal baru bagi negara tersebut. Arab Saudi juga pernah mengalami defisit, terutama pada 1986 ketika konflik politik di Timur Tengah sangat intensif dan menyebabkan harga minyak menyentuh USD10 per barel.

Defisit itu baru benar-benar pulih pada 2000 ketika harga minyak sudah mulai tinggi lagi. Perbedaan utama kali ini adalah faktor demografi penduduk. Ketika Arab Saudi mengalami defisit mulai pada 1986 hingga2000, mayoritasstruktur demografi penduduk Arab Saudi didominasi oleh anak-anak di bawah usia 15 tahun atau masih dalam masa sekolah.

Krisis saat itu menye bab kan harga barang menjadi tinggi karena masih sebagian besar diimpor. Jalan keluarnya adalah dengan mulai mendiversifikasi perekonomian agar Arab Saudi tidak hanya meng andalkan ekspor minyak mentah.

Diversifikasi ini sebetulnya sudah dimulai sejak 1970-an, tetapi hanya sedikit memiliki pengaruh dalam pendapatan ekonomi kerajaan. Perlu juga diketahui bahwa pada saat itu, 2/3 tenaga kerja di Arab Saudi adalah tenaga kerja asing.

Kapasitas penduduk Arab Saudi masih belum dapat menutupi permintaan tenaga kerja, terutama dari industri perminyakan dan teknologi tinggi, karena rendahnya pendidikan. Pemerintah melalu proyekproyek infrastruktur hingga telekomunikasi mampu membuka lapangan pekerjaan dan menerima sebanyak-banyaknya penduduk sebagai pegawai negeri sesuai latar belakang pendidikannya.

Jalan keluar ini setidaknya dapat berfungsi sebagai jaring pengamanan sosial dan mampu meredakan konflik di dalam negeri. Strategi tersebut tidak dapat digunakan pada defisit kali ini karena dari faktor demografi, penduduk Arab Saudi sekarang didominasi oleh angkatan kerja usia produktif antara 15 hingga 35 tahun.

Mereka mendominasi angka pengangguran yang saat ini mencapai 12%. Mereka membutuhkan pekerjaan, namun pihak kerajaan tidak lagi dapat menyerap mereka sebagai pegawai negeri lagi karena beberapa faktor perubahan ekonomi di dunia. Kondisi usia pekerja lebih menyulitkan penerapan strategi yang sama seperti masa lalu.

Contoh yang paling kuat adalah kecenderungan ekonomi masa depan di dunia yang ber usaha lepas dari ketergantungan minyak fosil dan mulai fokus ke energi terbarukan. Produktivitas minyak serpih yang lebih efisien, pertumbuhan ekonomi dunia yang fokus pada padat modal dan teknologi sehingga mengurangi pengguna an energi dalam jumlah besar dan bahwa secara umum perekonomian dunia masih belum pulih.

Artinya, pihak kerajaan sudah yakin tidak dapat lagi menjamin untuk menggaji pegawai dari APBN seperti dulu. Pihak kerajaan membutuhkan investasi dari luar untuk menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru yang bersumber dari non-minyak bumi. Faktor-faktor tersebut memaksa kerajaan untuk segera melakukan diversifikasi ekonomi yang radikal agar dapat mengantisipasi perubahan tersebut.

Diversifikasi itu tertuang dalam Visi 2030 yang dipimpin langsung oleh Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman. Dalam visi tersebut dibayangkan skenario terburuk di mana pihak kerajaan harus dapat mengantisipasi keadaan apabila harga minyak bumi mencapai USD30 atau batas nilai produksi.

Untuk itu, pihak keraja an berencana untuk meningkatkan pendapatan non - minyak sebanyak enam kali lipat dari sekitar USD43,5 miliar per tahun menjadi USD267 miliar, dan juga bertujuan meningkatkan ekspor nonmigas sebagai bagian dari PDB dari 16% saat ini menjadi 50%.

Generasi muda berusia 30 tahun yang saat ini mendominasi 70% dari populasi Arab Saudi menjadi kekhawatiran utama kerajaan. Apabila pihak kerajaan tidak dapat mengelola generasi muda yang sebagian besar secara diam-diam juga kritis terhadap pihak kerajaan, Arab Saudi dikhawatirkan akan mengalami Arab Springs se perti yang terjadi di negara-negara lain di Timur tengah.

Generasi muda di Arab Saudi saat ini sulit untuk menikmati kesejahteraan seperti yang dialami orang tua mereka. Pihak kerajaan perlu menemukan cara yang efektif untuk membuat kaum muda di Arab Saudi mau bekerja.

Tahun lalu misalnya Jadwal Investment men catat bahwa tiga bulan pertama kuartal 2016, jumlah pekerjaan di Arab Saudi meningkat secara signifikan sebesar 892.000 orang dibandingkan dengan kenaikan 417.000 di antara 2014 dan 2015. Sayangnya, 95% lari kepara pekerja non-Saudi.

Hal ini yang mendorong pihak kerajaan melakukan reformasi mulai dari penyataan akan menjadikan Arab Saudi sebagai Islam yang moderat hingga penangkapan para pangeran dan pengusaha yang dituduh korupsi. Tentu ada alasan politis di balik semua ke bijakan tersebut.

Contoh ada lah penangkapan Pangeran Alwaleed bin Talal, konglomerat dan salah satu orang terkaya di dunia, yang rupa nya terjadi karena ayahnya adalah salah satu dari tiga petinggi yang tidak merestui Pangeran Mohammed bin Salman menjadi putra mahkota.

Konsolidasi ke kuasa an yang dilakukan oleh Pangeran Mohammed bin Salman dengan menyingkirkan para tokoh yang akan menghambat kekuasaannya juga salah satu bagian dari mewujudkan Visi 2030 tersebut.

Aksi penangkapan para pangeran mungkin bukan drama terakhiryangakanterjadidiArab Saudi. Ambisi 2030 yang paling utama adalah membuat pemerintahan kerajaan stabil agar dapat menjadi daya tarik bagi para investor.

Kita masih belum dapat melihat apakah kestabilan ini akan dibangun lewat reformasi sistem hukum dan politik menjadi lebih terbuka dan partisipatif atau dengan tangan besi seperti yang di lakukan Arab Saudi akhir-akhir ini terhadap para tetangganya di Qatar atau Yaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar