Kamis, 13 April 2017

Teror atas Kewibawaan Negara

Teror atas Kewibawaan Negara
Mimin Dwi Hartono  ;   Staf Senior Komnas HAM
                                              MEDIA INDONESIA, 12 April 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

TEROR yang dialami penyidik KPK Novel Baswedan pada 11 April 2017 sungguh biadab. Novel disiram dengan air keras di bagian mukanya selepas melaksanakan ibadah salat subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Menurut mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, pelaku yang menyerang Novel ialah teroris! Pada hari yang sama, polisi juga menjadi sasaran serangan teroris. Seorang terduga teroris masuk di kompleks Kantor Polres Banyumas Jawa Tengah dan menabrakkan sepeda motornya ke seorang anggota polisi. Pelaku kemudian berusaha membacok anggota polisi lain yang berusaha menghadangnya ketika ia akan melarikan diri. Pelaku akhirnya bisa dibekuk aparat kepolisian di lokasi kejadian.

Pada Sabtu (8/4), enam anggota teroris dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ditembak mati oleh aparat kepolisian setelah menembakkan senjata ke arah polisi lalu lintas yang sedang bertugas di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Sepanjang 2016, kepolisian telah menangani 170 kasus terorisme. Dengan demikian, rata-rata setiap dua hari, terjadi aksi terorisme. Sebanyak 40 kasus tindak pidana terorisme telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum. Sementara itu, 36 kasus sedang dalam proses persidangan dan 55 kasus masih dalam tahap penyelidikan. Sebanyak 33 terduga teroris yang mati di antaranya disebabkan berusaha melawan petugas. Teror yang menimpa Novel dan polisi yang notabene ialah penegak hukum, juga yang menimpa masyarakat, ialah bentuk teror pada kewibawaan negara. Presiden Joko Widodo harus bertindak agar simbol-simbol negara tidak lagi diteror sehingga mampu memberikan rasa aman bagi masyarakat.

Pada awal Januari yang lalu, Presiden Joko Widodo meluncurkan paket reformasi di bidang hukum untuk membangun rasa aman bagi masyarakat. Hak atas rasa aman ialah hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan di Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 30 UU No39/1999 tentang HAM. Di dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 ditegaskan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan. Hak atas rasa aman ialah hak konstitusional setiap warga negara yang harus dipenuhi negara. Dalam merespons aksi teror yang diduga sangat sistematis dan terencana, sebagaimana terjadi para Novel, program prioritas Presiden Jokowi untuk membangun dan memulihkan hak atas rasa aman harus memiliki kerangka kerja dan implementasi yang terukur dengan berbasis pada partisipasi masyarakat.

Program prioritas nasional untuk peningkatan kualitas akses masyarakat atas rasa aman setidaknya harus mampu terefleksikan dari terlaksananya kewajiban negara untuk melindungi dan memenuhi HAM. Kewajiban untuk melindungi diwujudkan dengan pembentukan regulasi dan penegakan hukum untuk memastikan lembaga-lembaga penegak hukum dapat menjalankan mandatnya secara efektif dalam melindungi akses setiap orang terhadap terhadap hak atas rasa aman. Hal ini khususnya perlindungan dari pelanggaran yang dilakukan pihak ketiga, misalnya, kelompok intoleran, radikalisme, dan terorisme. Kewajiban untuk memenuhi diwujudkan dalam bentuk negara memfasilitasi, menyediakan, dan mempromosikan hak atas rasa aman. Kewajiban untuk memfasilitasi dalam bentuk negara memastikan akses masyarakat untuk dilayani secara baik dan profesional oleh lembaga-lembaga pelindung masyarakat (Polri/TNI/KPK). Kewajiban untuk menyediakan dalam bentuk ketersediaan sarana dan prasarana fisik dan pelayanan yang mendasar untuk memastikan terpenuhinya kepuasan masyarakat terhadap hak atas rasa aman.

Kewajiban untuk mempromosikan dalam bentuk negara menjalankan kebijakan dan program untuk meningkatkan kesadaran warga negara terhadap hak atas rasa aman sekaligus melakukan penyadaran terhadap kelompok-kelompok intoleran dan mantan pelaku terorisme melalui program deradikalisasi yang efektif. Hal ini dilakukan melalui kegiatan pendidikan, penyuluhan, dan kampanye yang melibatkan setiap komponen masyarakat seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), KPK, Komnas HAM, serta LSM. Peningkatan kualitas akses hak atas rasa aman bagi setiap orang tanpa kecuali (no-diskriminasi) ialah kewajiban negara, yang dicapai di antaranya dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas aparat penegak hukum. Meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, memperbaiki regulasi, dan memenuhi hak masyarakat secara progresif atau meningkat dari waktu ke waktu.

Program Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan PBB yang terdiri atas 17 tujuan, pada tujuan yang ke-16, menyebutkan promosi perdamaian dan akses atas keadilan. Komitmen global yang tersebut di dalam SDGs sejalan dengan komitmen nasional untuk memulihkan rasa aman untuk membangun suasana kehidupan kebangsaan yang damai dan toleran. Hal ini juga karena terorisme telah menjadi isu dan tantangan global. Kebijakan reformasi hukum yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi untuk mengatasi membangun dan meningkatkan rasa aman harus didukung. Namun, agar berdampak secara signifikan, kebijakan ini harus dijalankan secara terencana dan sistematis dengan melibatkan partisipasi para pemangku kepentingan dan masyarakat secara luas.

Dengan adanya kebijakan reformasi hukum yang terukur, masyarakat akan merasakan perbaikan akses terhadap hak atas rasa aman. Indikatornya ialah masyarakat dapat melaksanakan kegiatan dan aktivitas secara bebas, bertanggung jawab, dan tanpa rasa takut, termasuk menurunnya intensitas jumlah dan dampak teror bagi aparat penegak hukum dan masyarakat. Cukup sudah teror yang menimpa Novel dan aparat penegak hukum lainnya. Saatnya Presiden menunjukkan kewibawaan negara dan memulihkan hak tas rasa aman dengan tidak tunduk pada teror, dan menindak para pelaku berikut aktor intelektualnya secara tegas tanpa pandang bulu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar