Minggu, 01 Juni 2014

Batas Bergaul dengan Anak dan Remaja

Batas Bergaul dengan Anak dan Remaja

Kristi Poerwandari  ;   Kolumnis “Konsultasi Psikologi” Kompas
KOMPAS,  01 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
”Saya heran banyak guru senang sekali memijit-mijit muridnya. Dan kalau saya tegur, mereka bilang ’Ibu berlebihan banget sih, ini kan ekspresi kasih sayang ayah kepada anaknya’.”

Kalimat di atas disampaikan teman saya, yang menjadi guru Bimbingan dan Konseling di sekolah, dan cukup khawatir mengamati pergaulan guru dengan murid-muridnya. Guru secara perlahan membangun rasa percaya dan ketergantungan dari siswa, dan jika demikian, berpotensi menyalahgunakan kekuasaannya. Ada guru yang senang memijit siswa dan bersemangat ketika diberi tahu ada siswa yang sakit (dengan alasan akan memijitnya agar cepat sembuh), tetapi surut minatnya ketika tahu siswa yang sakit itu laki-laki, bukan perempuan.

Banyaknya berita mengenai kasus penganiayaan dan kejahatan seksual kepada anak, membuat sebagian orangtua menjadi ”parno”, dilanda ketakutan dan kecemasan berlebihan yang tidak realistis lagi. Semua pihak dilihat sebagai ancaman dan anak akhirnya diasuh dengan penuh rasa khawatir, bahkan seperti ”dikurung”. Ini dapat dipahami, tetapi sebenarnya berdampak kurang baik juga bagi tumbuh kembang anak.

Bukan hanya guru yang berpotensi menyalahgunakan posisi dan merugikan anak, melainkan semua orang dewasa, apalagi yang berkesempatan banyak bergaul dengan anak. Mereka bisa orangtua (kandung maupun bukan), wali, anggota keluarga lain, tetangga, pemimpin agama, dukun dan ”orang pinter”, hingga ke petugas satpam sekolah dan penjual mainan anak. Sementara itu, anak yang menjadi korban bisa perempuan maupun laki-laki.

Menetapkan batas

Kita perlu menetapkan ”batas-batas bergaul dengan anak”, apa yang pantas dan tidak pantas, apa yang sehat versus yang dapat menuntun kita menuju situasi ”berbahaya”. Perlu dipahami bahwa aktivitas yang mengarah ke hal-hal terlalu intim atau seksual dengan anak dan remaja adalah tanggung jawab orang dewasa, bukan tanggung jawab dan kesalahan anak.

Dalam berkomunikasi dengan anak, kita perlu jelas mengenai apa yang kita maksud, tidak justru menyampaikan pesan-pesan terselubung. Yang kita bahas adalah unjuk kerja anak (”Lihat kamu belum teliti mengetik, tolong perbaiki ya”), bukan memberi label (”kamu memang brengsek”), bicara dengan konten atau bahasa yang tidak sesuai/tidak pantas (”Pacaran itu tidak boleh loh, mengundang dosa. Kalau pacaran kamu ngapain saja, sudah buka baju, ya?”), atau memberi pesan ganda yang membingungkan dan membuat tidak nyaman (”kamu bodoh tapi cantik”, apalagi jika ditambah: ”bapak senang kalau melihat dan dekat dengan kamu”).

Orang dewasa perlu menghormati anak dan menghindari semaksimal mungkin dorongan untuk menyentuh anak di bagian mana pun, apalagi di bagian-bagian lebih sensitif. Hindari menempatkan anak dalam situasi tidak berani menolak melalui kalimat-kalimat seperti ”begitu saja kok tidak mau, ini kan pelukan kasih sayang orangtua”, atau ”nilai-nilai kamu jelek loh, tapi Ibu bisa bantu kalau kamu nurut pada ibu”. Kalimat demikian patut diduga membawa pesan ganda dan mengindikasikan penyelewengan posisi.

Upayakan untuk menghindari situasi berisiko, misalnya meminta anak datang ke rumah atau tempat kos orang dewasa sendirian, melanggar privasi anak seperti masuk ke kamar ganti siswa, atau mencari-cari cara lain untuk dapat berdua saja dengan anak lepas dari pemantauan orang lain.

Anak berkebutuhan khusus mungkin memerlukan kontak fisik yang lebih besar dengan pengasuh atau pembimbingnya. Tetapi prinsip sama tetap perlu diberlakukan. Jika diperlukan pertemuan pribadi, pastikan itu diketahui dan disetujui orangtua, sebaiknya di tempat yang terbuka dan dapat diawasi orang lain.

Kontrol diri

Memprihatinkan bahwa dalam masyarakat kita, kita cenderung lebih sibuk menyalahkan dan mengendalikan perilaku pihak-pihak lain daripada pertama-tama, berefleksi dan mengawasi diri sendiri. Dari www.playbytherules.net.au saya menemukan petunjuk praktis yang sangat penting. Beberapa pertanyaan awal yang dapat kita ajukan kepada diri sendiri antara lain: Apakah saya memperlakukan semua anak secara sama, atau memperlakukan sebagian/salah satunya secara khusus?

Apakah saya bicara dan berperilaku berbeda kepada anak tertentu? Apakah saya akan berperilaku sama jika ada orang lain yang mengawasi saya? Apakah saya akan merasa nyaman atau sebaliknya merasa aneh, jika melihat perilaku (seperti yang saya lakukan) dilakukan oleh orang dewasa lain kepada anak? Apakah perilaku saya dapat membawa konsekuensi-konsekuensi negatif? Kalau saya jadi orangtua, nyamankah saya jika ada orang dewasa berperilaku seperti itu kepada anak saya?

Mungkin saja, meski jarang terjadi, ada remaja yang berinisiatif mendekati kita dengan cara-cara yang kurang tepat (terkesan merayu, terlalu intim). Hal ini tidak menjadi pembenaran bagi orang dewasa untuk memanfaatkannya. Barangkali ia berada dalam lingkungan keluarga yang bermasalah, atau dipaparkan pada hal-hal seksual sebelum waktunya oleh pihak lain. Sebaiknya kita merujuk penanganan masalah pada pihak lain, jika khawatir tidak dapat bersikap obyektif melakukannya.

Dorongan untuk berkontak seksual dengan anak dan remaja sulit dibahas secara simpel dan ringkas. Jika Anda diganggu oleh dorongan itu dan sulit mengelola diri, segeralah mencari pertolongan profesional. Pelanggaran serius sering dimulai dari tindakan iseng, coba-coba, perilaku yang dianggap ringan dan tidak mencurigakan seperti membelai atau ”memangku”, berlanjut pada tindakan yang lebih eksplisit seksual. Menetapkan batas yang jelas itu penting untuk meminimalkan masalah bagi diri sendiri dan mencegah kita melakukan tindakan yang menghancurkan kehidupan anak.

Selamat Hari Anak. Semoga kita dapat memfasilitasi tumbuh kembang anak secara maksimal dan Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak yang dicanangkan pemerintah sungguh diisi butir-butir pedoman yang tepat pemahaman dan tepat sasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar