Selasa, 03 Juni 2014

Akuntansi Forensik Bedah Korupsi

Akuntansi Forensik Bedah Korupsi

Octavianus D Hartomo  ;   Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unika Soegijapranata, bidang kajian Antikorupsi, Fraud Audit, dan Etika Bisnis
SUARA MERDEKA,  02 Juni 2014
                                               
                                                                                         
                                                      
“Teknik follow the money yang didukung bukti transfer membuat tersangka korupsi tidak bisa berkutik”

DALAM beberapa minggu terakhir ini publik kerap dikejutkan oleh berita penetapan tokoh publik, petinggi partai, atau pejabat tinggi negara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan, menjadi tersangka kasus korupsi. Realitas itu menujukkan makin besarnya penyalahgunaan kekuasaan publik oleh penyelenggara negara demi kepentingan pribadi atau golongan.

Namun mereka lupa bahwa tiap kejahatan, sekecil apa pun pasti meninggalkan jejak. Data akuntansi yang ditinggalkan sebagai jejak korupsi dan dapat menjadi bukti hukum adalah bukti transfer, cek, bukti pengeluaran kas, atau mutasi rekening koran  Contoh nyata adalah titik awal keterungkapan kasus Hambalang karena ada catatan lengkap akuntansi dalam wujud bukti pengeluaran kas pada perusahaan milik M Nazaruddin.

Beberapa fakta menunjukkan banyak kasus korupsi terungkap karena ada bukti awal berupa data akuntansi yang kemudian ditindaklanjuti dengan keterangan saksi, penyadapan, yang adakalanya diikuti operasi tangkap tangan. Dalam mengumpulkan, mengelola, dan  menganalisis data akuntansi sebagai amunisi utama pembuktikan kasus korupsi, penyidik menggunakan ilmu akuntansi forensik.

Disiplin ilmu itu yang juga disebut fraud audit merupakan penerapan disiplin ilmu akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing masalah hukum untuk penyelesaian di dalam atau di luar pengadilan. Mekanisme kerja dalam akuntansi forensik hampir sama dengan kedokteran forensik, yaitu ’’kembali menghidupkan’’ data yang sudah lampau (mati) guna membuktikan di pengadilan bahwa telah terjadi korupsi. Termasuk mengungkap tersangka dan modusnya.

Penekanan utama akuntansi forensik adalah bagaimana agar data akuntansi bisa menjadi alat bukti sah dan meyakinkan di pengadilan. Singleton and Singleton (2010) menyatakan ada beberapa kriteria bukti yang bisa diterima.

Pertama; relevan, artinya memiliki tendensi legitimasi fakta. Kedua; material, artinya bukti harus memiliki nilai penting dalam kasus yang diteliti. Ketiga; kompeten, yakni bukti cukup relevan, bisa diandalkan/dipercaya, serta disajikan oleh orang yang memiliki kualifikasi dan kapasitas.

Pintu masuk investigasi kasus korupsi dalam akuntansi forensik adalah dengan menyusun predication, yaitu peristiwa dan keadaan serta segala hal yang terkait atau berkaitan yang bisa membawa seseorang yang cukup terlatih dan berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai pada kesimpulan bahwa korupsi telah, sedang, atau akan berlangsung.

Wujud upaya itu antara lain temuan audit internal, aduan, atau laporan. Laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atau temuan irjen adalah contoh nyata predication yang matang untuk ditindaklanjuti. Setelah menganalisis, investigator bisa menyusun analisis circumstances yang antara lain berupa pembuktian ada aturan dilanggar, konflik kepentingan, penipuan, penyalahgunaan aset, dan to good to be true.

Aliran Dana

Hasil analisis circumstances kemudian digunakan oleh investigator untuk membuktikan bahwa fraud sedang, telah, atau akan terjadi lewat Teori Fraud, yang berisi 5W dan 2H (what, who, why, when, where, how, dan how much). Teori inilah yang kemudian dirumuskan sebagai dokumen penting dalam penyelidikan atau penyidikan.

Pembuktian korupsi menuntut kemahiran penyidik atau investigator untuk menguasai konsep, menarik kesimpulan, dan menguraikan secara sederhana kepada hakim. Karena itu,  benang merah antara predication, analisis circumstances dan teori fraud menjadi kunci utama.

Penerapan akuntansi forensik perlu didukung beberapa teknik investigasi, terpenting investigasi follow the money, yang terbukti menyeret banyak tersangka korupsi melalui analisis aliran dana dari satu tersangka ke tersangka lain, yang semula tegas membantah terlibat. Teknik follow the money yang didukung bukti transfer dan mutasi rekening koran membuat mereka tidak bisa berkutik. Teknik itu menjadi lebih akurat dengan dukungan data PPATK yang membuktikan ada pergerakan transaksi perbankan tidak wajar.

Teknik expenditure juga bisa digunakan dengan membandingkan antara penghasilan seseorang dan pengeluaran tiap periode. Kasus yang melibatkan Gayus Tambunan misalnya, menunjukkan ketidakwajaran kepemilikan aset dan gaya hidup mewahnya, yang kemudian  memperkuat analisis tindak pidana korupsi yang didakwakan kepadanya.

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berproses untuk menjadi lebih baik lagi. Penerapan akuntansi forensik bisa menjadi subsistem pendukung kuat dalam membuktikan kasus korupsi. Namun hal itu perlu dukungan konsisten dari berbagai subsistem pemberantasan korupsi.

Indonesia perlu bercermin pada keberhasilan Singapura dalam upaya pemberantasan korupsi yang mendasarkan empat pilar, yaitu UU antikorupsi yang andal, lembaga antikorupsi yang kuat, lembaga peradilan yang tepercaya, dan administrasi pemerintahan yang efektif serta dilandasi kemauan politik yang kuat dari pemerintah.  Pendekatan komprehensif sebagaimana diterapkan Singapura bisa menjadi faktor kunci keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar