|
SINAR HARAPAN, 10 Juni 2013
Harimau
mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, Taufiq Kiemas wafat,
selain meninggalkan nama, juga meninggalkan banyak cerita tentang Pancasila.
Pancasila,
menurut Taufiq Kiemas, selama dua belas tahun telah kita lupakan. Kata-kata ini
beliau ucapkan tahun 2010, saat “empat pilar” mulai disosialisasikan. Empat
pilar adalah nomenklatur yang dilahirkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
yang merujuk pada: (1) Pancasila, (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia
tahun 1945, (3) Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan (4) Bhinneka Tunggal
Ika.
Salah
satu tugas pemimpin MPR, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah mengoordinasikan anggota MPR
untuk memasyarakatkan UUD RI tahun 1945. Dari tugas inilah, pemimpin MPR
kemudian merumuskannya dalam “sosialisasi empat pilar kebangsaan”.
Karena
kata “empat pilar” lahir pada periode MPR yang dipimpin Taufiq Kiemas, tak ayal
suami Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputeri, ini kerap dijuluki sebagai
“Bapak Empat Pilar”.
Di
antara empat pilar yang paling menjadi pusat perhatian Taufiq Kiemas adalah
Pancasila, bukan lantaran beliau mempunyai hubungan kekerabatan (menantu)
Presiden pertama RI, Soekarno, yang pertama kali memperkenalkan rumusan
Pancasila, tapi karena dasar negara ini, sebagaimana disinggung di atas, telah
dilupakan banyak orang. Padahal, Pancasila memiliki nilai strategis terutama
dalam menjaga keutuhan bangsa.
Pada
saat berkunjung ke Jakarta, November 2010, dalam pidato yang disampaikan di
kampus Universitas Indonesia, Depok, Presiden Amerika Serikat Barack Obama
memberi apresiasi yang tinggi pada Pancasila. Menurutnya, jika di Amerika ada E
pluribus unum, beragam tapi bersatu, di Indonesia disebut Bhinneka Tunggal Ika,
persatuan dalam keberagaman.
Amerika
dan Indonesia mampu menyatukan ratusan juta orang yang memiliki kepercayaan
berbeda di bawah satu panji. “Itulah
semangat Indonesia, itulah pesan yang tertuang dalam Pancasila,” kata Obama
dalam pidatonya.
Taufiq
Kiemas gembira sekali mendengar pidato Obama. Kalau presiden negara adikuasa
saja mengapresiasi Pancasila, mengapa kita sendiri yang memilikinya tidak?
Karena itu, dalam setiap kesempatan berbicara, baik dalam pidato-pidato resmi
maupun pada saat berbincang-bincang, politikus yang oleh masyarakat Minangkabau
diberi gelar “Datuk Basa Batuah” ini selalu menekankan pentingnya Pancasila
dalam kehidupan berbangsa.
Pancasila,
dalam pandangan Taufiq, bukan kata keramat yang jauh dari rakyat, tapi dasar
bernegara yang harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari seluruh
masyarakat. Karenanya, ketimbang memperingati Kesaktian Pancasila, 1 Oktober,
Taufiq lebih condong memperingati kelahiran Pancasila, 1 Juni.
Upayanya
menyosialisasikan kelahiran Pancasila 1 Juni bukan tanpa tantangan. Banyak
kalangan menolak, terutama dari para politikus partai-partai berhaluan Islam.
Penolakan itu karena 1 Juni merujuk pada hari pidato pertama Bung Karno
mengenai Pancasila, 1 Juni 1945 di depan Sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Karena
pidato itulah, Pancasila dianggap identik dengan Bung Karno. Karena identik
dengan Bung Karno, ada beberapa politikus partai Islam yang mengkhawatirkan
Pancasila hanya menjadi milik golongan tertentu, dalam hal ini, kaum nasionalis
pelanjut gagasan Soekarno.
AM
Fatwa –yang kurang setuju dengan penetapan 1 Juni sebagai hari lahir
Pancasila—misalnya menegaskan dalam banyak kesempatan bahwa Pancasila adalah
karya bersama milik bangsa, bukan hak paten suatu golongan saja. Siapa yang
dimaksud dengan suatu golongan oleh politikus senior PAN ini, publik sudah
mafhum.
Taufiq
Kiemas adalah satu dari sedikit tokoh politik yang enggan berkonflik. Ia selalu
berusaha menjalin silaturahmi dengan semua kalangan tanpa membedakan agama,
suku, dan partai politik. Dengan sikapnya yang terbuka dan bersahabat dengan
siapa saja, kita yakin bahwa nasionalisme yang menjadi landasan perjuangan
Taufiq Kiemas bukan untuk satu golongan saja, begitu pun kelahiran Pancasila.
Taufiq
Kiemas tak mau menanggapi mereka yang tak setuju hari lahir Pancasila 1 Juni
dengan kata-kata, tapi ia lebih memilih tindakan nyata.
Setiap
datang 1 Juni ia selalu memperingatinya. Bahkan, 1 Juni 2013 lalu, ia berangkat
ke Ende –bersama Wapres Boediono—untuk memperingati lahirnya Pancasila
sekaligus peresmian situs Bung Karno. Karena kelelahan, sepulang dari Ende
beliau langsung diterbangkan menuju salah satu rumah sakit di Singapura, untuk
dirawat hingga wafat (8/6/2013).
Pancasila,
di tangan Taufiq Kiemas, selain menjadi ideologi yang profan, merakyat, juga
menjadi ajaran yang mudah diterima semua kalangan. Oleh karena itu, sosialisasi
empat pilar yang digagasnya dinilai banyak kalangan sebagai upaya brilian, yang
mengontraskannya dengan indoktrinasi P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila) ala Orde Baru.
Karena
P-4, banyak generasi baru antipati pada Pancasila dan melupakannya. Banyak
aktivis memelesetkan sila-sila Pancasila sehingga dasar negara itu menjadi
bahan ledekan. Pancasila dipelesetkan menjadi Pancasial.
Ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi Keuangan Yang Maha Kuasa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab menjadi Kemanusiaan yang labil dan biadab, Persatuan Indonesia menjadi
Persatean Indonesia, dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena yang diajarkan
hanya doktrin yang tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak diberi
contoh oleh para pejabat dan para petinggi negara yang memegang amanat rakyat.
Sementara
itu, banyak kalangan menilai, cara berpolitik Taufiq Kiemas adalah cermin hidup
dari Pancasila.
Untuk
mengimplementasikan sila Ketuhanan, beliau mendorong lahirnya Baitul Muslimin
Indonesia, sayap agama dalam PDIP; untuk mengamalkan sila kedua, beliau selalu
memberi bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan uluran tangan; untuk sila
ketiga beliau selalu berupaya merajut persatuan dengan semua kalangan; untuk
sila keempat beliau senantiasa mendorong musyawarah mufakat dalam setiap momen
permusyawaratan; dan untuk sila kelima beliau tak pernah lelah mendorong
tegaknya keadilan.
Berbeda
dengan indoktrinasi P-4 yang minus keteladanan. 4-P (empat pilar) benar-benar
diamalkan Taufiq Kiemas sebagai pejabat yang menjadi motor utama
sosialisasinya. Tak berlebihan jika beliau disebut sebagai living legend dari empat pilar. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar