|
SUARA KARYA, 11 Juni 2013
Wacana kenaikan harga BBM
bersubsidi kembali dikumandangkan, harga barang kebutuhan pokok pun mulai
merangkak naik antara 10-20 persen. Para pakar ekonomi hanya bisa memperkirakan
inflasi sekitar tujuh persen. Namun, berapa kenaikan harga barang kebutuhan
pokok, tidak ada yang mau membahas, padahal sekarang sudah terjadi dan rakyat
gelisah menghadapi situasi itu.
Kalau saja harga BBM bersubsidi
langsung dinaikkan tanpa digembar-gemborkan terlebih dahulu dalam kurun waktu
lama, dampak yang ditimbulkan kemungkinan terbatas. Kalau pun harga barang
kebutuhan pokok naik, tidak berlapis-lapis. Sejak pertengahan 2012 sampai
sekarang, harga kebutuhan pokok sudah berlapis-lapis naiknya. Kalaupun turun
hanya 1-2 lapis, dari 4-5 lapis kenaikan.
Pemerintah lalu
ber-retorika lagi dengan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)
penghalusan dari istilah masa lalu Bantuan Langsung Tunai (BLT). Fakta
menunjukkan bahwa bantuan seperti itu - apa pun istilahnya -, sama sekali tidak
bermanfaat. Pengalaman juga menunjukkan bahwa kebocoran, penipuan dan akal-akalan
terjadi di mana-mana, ketika bantuan itu dieksekusi. Pemerintah sepertinya
tidak mau belajar dari masa lalu. Retorika politik lebih dikedepankan.
Dampak dari
episode kenaikan harga BBM bersubsidi kali ini kemungkinan jauh lebih parah.
Karena mendekati Hari Raya Idul Fitri 1434 H atau Hari Raya Lebaran 2013 yang
kemungkinan jatuh pada 8-9 Agustus 2013. Kenaikan harga barang kebutuhan pokok
akan 'menggila' bila tidak diantisipasi dengan baik dan matang. Tanpa kenaikan
harga BBM saja, harga bisa naik berlapis-lapis, apalagi ada kenaikan harga BBM.
Harga BBM
bersubsidi memang harus naik. Semua kalangan sepakat, termasuk pengusaha.
Karena, subsidi mencapai hampir Rp 275 triliun bila harga sekarang
dipertahankan. Sebab, harga keenomian sudah mencapai Rp 9.600 per liter,
sementara harga jual sekarang hanya Rp 4.500 per liter.
Selain itu,
penggunaan BBM bersubsidi sangat boros. Tahun 2011, volumenya mencapai 41,69
juta kiloliter dari pagu 40 juta kiloliter. Tahun 2012 pagu kuota BBM
bersubsidi sebanyak 44,04 juta kiloliter, dinaikkan atas pengalaman 2011. Tahun
2013, pagu dinaikkan lagi menjadi 46 juta kiloliter. Konsumer terbanyak BBM
bersubsidi adalah pemilik mobil pribadi, yakni 55 persen, sepeda motor 40
persen dan kendaraan bermotor angkutan umum (publik) hanya 5 persen.
Tingginya
konsumsi BBM bersubsidi tersebut akibat meningkatnya pertumbuhan kendaraan
bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat Satistik (BPS), tahun 2010 tercatat
76,907 juta unit kendaraan bermotor di seluruh Indonesia yang kemudian naik menjadi
85,601 juta unit dan tahun 2012 naik lagi menjadi 93,948 juta unit.
Pertumbuhan
tertinggi adalah sepeda motor, yakni dari 61,078 juta unit tahun 2010 naik
menjadi 68,839 juta unit tahun 2011 dan naik lagi menjadi 77, 755 juta unit
tahun 2012 atau mengalami pertumbuhan rata-rata di atas 10 persen per tahun.
Sementara mobil pribadi relatif sedikit pertumbuhan, yakni dari 8,891 juta unit
tahun 2010 menjadi 9,548 juta unit tahun 2011 dan 9,524 unit tahun 2012.
Tingginya
pertumbuhan kendaraan bermotor itu disebabkan, pajak kendaraan bermotor yang
sangat murah. Baik pajak mobil maupun pajak sepeda motor tidak sampai 15 persen
dari harga beli. Dan, harga BBM sangat murah.
Karena itulah,
cara terbaik untuk mengurangi atau menekan penggunaan BBM bersubsidi adalah
menaikkan harga BBM setinggi-tingginya dan mengendalikan pertumbuhan kendaraan
bermotor dengan sistem pajak progresif berdasarkan umur dan CC kendaraan
bermotor. Kendaraan berusia tua dengan CC besar, pajaknya bisa diberlakukan
lebih tinggi atau mahal dan seterusnya.
Kalau bisa
kenaikan harga BBM bersubsidi jangan hanya Rp 1.500 per liter atau Rp 2.000 per
liter. Tapi, rata-rata bisa dipatok Rp 3.000 per liter. Jadi, harga premium dan
solar dibuat sama, yakni Rp 7.500 per liter. Karena, dampak yang ditimbulkan
akan sama. Dampak inflasi sama, kenaikan harga barang pun sama dan seterusnya.
Tarif angkutan
umum tidak perlu dinaikkan. Angkutan umum diberi subsidi harga, misalnya, Rp
2.000 per liter. Setiap pemilik kendaraan angkutan umum diberi kupon setiap hari
dan dibatasi jumlah pembeliannya. Misalnya, angkutan umum jenis Mikrolet dan
Minibus dibatasi satu hari 40 liter, sedangkan untuk bus sedang Rp 150 liter
per hari dan bus besar 200 liter per hari.
SPBU (stasiun
pengisian bahan-bakar umum) khusus ditunjuk untuk melayani pengisian BBM bagi
angkutan umum dan diawasi secara ketat. Apabila sopir melakukan penipuan atau
pelanggaran pidana, maka perusahaan angkutan yang bersangkutan dikenai sanksi
pencabutan 50 persen dari izin trayek yang dimiliki dan bila dua kali melakukan
pelanggaaran, maka izin operasi, izin usaha dan izin trayek dicabut. Dengan
cara itu, pengusaha akan mengawasi sopir dan sebaliknya.
Satu hal
penting yang harus menjadi catatan adalah kalau harga BBM bersubsidi jadi
dinaikkan, pertengahan Juni atau awal Juli nanti, sebaiknya pemerintah bersikap
dewasa. Jangan mengeluh ketika subsidi membengkak, lalu rakyat dikorbankan.
Tapi, begitu situasi gejolak kenaikan harga mulai stabil dan pemilihan umum
mendekat, harga diturunkan. Hentikan politisisasi harga BBM! Pemerintah perlu
mendidik dirinya sendiri agar tidak melakukan politisasi dan seraya mendidik
masyarakat untuk menghemat BBM.
Di sisi lain, pemerintah tak
sepantasnya hanya meminta masyarakat memahami keadaan, tapi harus mencanangkan
program perbaikan kesejahteraan secara jelas. Hindari pemberian BLSM, tapi,
misalnya, bisa dilakukan dalam bentuk program bedah rumah orang miskin,
pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, jaringan irigasi, bendungan
dan lain-lain. Semoga. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar