|
SUARA KARYA, 04 Juni 2013
Tanggal 6 Juni adalah Hari Lahir
Soekarno, proklamator Kemerdekaan RI. Soekarno lahir dari keluarga bangsawan,
tetapi justru sangat dekat dengan rakyat kecil. Ini tak lepas dari seorang
perempuan bernama Sarinah, pengasuhnya saat kecil, yang setiap pagi memberikan
sarapan ilmu tentang kehidupan orang kecil kepadanya. Sejak muda Soekarno
memang sangat lantang dan membenci segala bentuk penjajahan di Indonesia. Dia
berusaha sekuat tenaga dengan segala keterbatasannya, selalu melakukan
upaya-upaya perlawanan untuk mencapai kemerdekaan bangsa dengan berbagai cara.
Soekarno muda ketika menjadi
mahasiswa di Sekolah Teknik Bandung (sekarang ITB) membentuk Partai Nasional
Indonesia (PNI). Pada Kongres PNI pertama, Soekarno terpilih sebagai Ketua PNI.
Kegiatan politik Soekarno muda tidak disukai Belanda sehingga ia sering
dipenjarakan. Meskipun demikian, Soekarno tidak patah semangat untuk berjuang
memerdekakan Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang,
Soekarno diminta Jepang mengobarkan semangat bangsa Indonesia agar bersedia
membantu melawan Sekutu. Untuk itu, Soekarno bersama dengan Drs Moh Hatta. KH
Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara (Empat Serangkai) ditunjuk sebagai pemimpin
organisasi Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Namun, oleh tokoh Empat Serangkai,
Putera justru dimanfaatkan untuk menggembleng watak bangsa Indonesia agar lebih
cinta dan rela berkorban untuk tanah airnya.
Menjelang kemerdekaan Indonesia,
Soekarno berjuang di dalam organisasi BPUPKI dan PPKI. Soekarno
menyumbangkan
pemikirannya dalam pembentukan dasar negara Indonesia merdeka yang disebutnya
dengan Pancasila pada lembaga BPUPKI. Soekarno juga dipercaya menjadi Ketua
PPKI, panitia khusus yang dipersiapkan kemerdekaan Indonesia. Puncaknya,
Soekarno bersama Hatta pada 17 Agustus 1945 mengumandangkan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh bangsa Indonesia.
Meskipun bangsa Indonesia telah
merdeka, perjuangan Soekarno tidak berhenti begitu saja. Pada sidang PPKI, 18
Agustus 1945, Soekarno terpilih dan dilantik sebagai Presiden Republik
Indonesia yang pertama. Walaupun pada dekade 1950-an, Hatta hengkang dari
Dwitunggal, Soekarno tetap memimpin negara dan bangsa Indonesia sampai akhirnya
jatuh tahun 1966. Dan, pada 21 Juni 1970 meninggal dunia di dalam tahanannya,
Wisma Yaso, dengan status sebagai tahanan rumah sekaligus tahanan politik.
Tokoh Teladan
Membaca jejak hidup Soekarno
sangat tepat dijadikan sebagai refleksi dan inspirasi dalam menegakkan kembali
pendidikan kebangsaan. Pendidikan kebangsaan merupakan program pendidikan
sebagai wadah pembelajaran dengan metode dan pendekatan yang khusus dalam
rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berdemokrasi, berbangsa
dan bernegara. Dalam konteks ini, Soekarno merupakan prototipe tokoh teladan
bangsa dalam pendidikan kebangsaan.
Pemerintah sebenarnya sudah mendisain
pendidikan kebangsaan ini. Kemendikbud dan Kemendagri menandatangani nota
kesepahaman bersama tentang penyelenggaraan pendidikan kebangsaan pada 7 Maret
2011. Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014, yang menyebutkan perlunya pengembangan pusat pendidikan
politik dan kebangsaan. Termasuk, di dalamnya pendidikan politik dan pendidikan
pemilih, partisipasi politik rakyat, dan pusat pendidikan kebangsaan.
Muhammad Nuh (2011) mengatakan,
lembaga pendidikan berupa perguruan tinggi merupakan institusi yang independen,
karena tidak didirikan untuk kepentingan partai politik tertentu, atau
kepentingan pemerintah, melainkan untuk kepentingan bangsa, sehingga sangat
tepat dijadikan sebagai tempat pendidikan kebangsaan. Sumber daya manusia (SDM)
di universitas luar biasa, terus mengalir. Kemudian, dalam melakukan kajian,
universitas menggunakan prinsip benar dan utuh, serta mampu melihat ke depan,
untuk jangka panjang.
Pendidikan kebangsaan ini penting
karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selalu ada dinamika sosial dan
politik yang berkembang mewarnai proses demokratisasi di Indonesia. Pendidikan
kebangsaan dapat memberikan kontribusi dan menghasilkan sesuatu yang strategis
untuk mengatasi permasalahan bangsa ke depan.
Secara histori-empirik, menurut Ki
Supriyoko (1995), pendidikan kebangsaan Indonesia tumbuh dan berkembang melalui
dua jalur sekaligus; masing-masing jalur pendidikan alam (natural education)
dan pendidikan yang direncanakan (systematic education). Jalur yang pertama
secara linear ditarik dari abad ke-14 pada zaman Majapahit dan abad ke-7 pada
zaman Sriwijaya. Sementara jalur yang kedua ditarik dari titik awal sejarah
Indonesia modern yang ditandai dengan lahirnya BO (Boedi Oetomo) tahun 1908.
Sampai sekarang ini, dua jalur ini
masih berjalan secara efektif. Pendidikan kebangsaan itu sendiri pada
hakikatnya merupakan satu proses yang tak pernah berhenti (never ending
process), sehingga bentuknya senantiasa sangat bergantung pada perkembangan alam
dan zaman. Kalau pada era prakemerdekaan, pendidikan kebangsaan Indonesia lebih
termanifestasi dalam semangat persatuan dan kesatuan untuk melawan penjajah,
maka pada era pascakemerdekaan ini lebih termanifestasi dalam semangat
persatuan dan kesatuan untuk mensukseskan pembangunan.
Semangat perjuangan Soekarno
menjadi catatan krusial bagi bangsa Indonesia untuk menegakkan pendidikan
kebangsaan, agar semakin menancap kuat akar kebangsaannya. Aktualisasi
pemikiran dan gerak langkah Soekarno menjadikan pendidikan kebangsaan semakin
kaya dan relevan dalam menjawab problematika politik dan demokrasi di
Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar