|
REPUBLIKA, 04 Juni 2013
Sejalan
dengan peringatan hari lahir Pancasila pada 1 Juni, menarik menjadi bahan
perenungan kita bersama tentang dua nilai yang memang sangat
penting. Menurut pendapat saya, nilai yang sangat memengaruhi berbagai
sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia selama ini
adalah nilai Pancasila dan nilai demokrasi.
Dari kedua
nilai tersebut ada pertanyaan yang penting untuk segera mendapatkan jawaban.
Pertama, manakah dari kedua nilai tersebut yang paling memengaruhi kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan kita hari ini, Pancasila atau demokrasi? Kedua,
apakah nilai demokrasi dapat menggantikan nilai Pancasila? Ketiga, nilai
manakah yang semestinya menjadi lebih utama dalam kehidupan, nilai Pancasila
atau nilai demokrasi serta apakah kedua nilai tersebut setara atau tidak?
Nilai Pancasila
digali dari akar kesejarahan dan falsafah masyarakat Indonesia serta merupakan
abstraksi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila secara jelas termaktub dalam kelima silanya yaitu: (1) Ketuhanan Yang
Maha Esa; (2) Kemanusian yang adil dan beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan; (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan
nilai-nilai demokrasi digali dari akar kesejarahan dan falsafah masyarakat
lainnya, bangsa-bangsa dan negara lainnya serta merupakan abstraksi dari nilai-nilai
universal. Adapun nilai-nilai demokrasi, antara lain, meliputi persoalan
kebebasan, persamaan, pluralisme, keterbukaan, rasionalisme, dan legitimasi
pilihan rakyat.
Terhadap
pertanyaan pertama, kelihatannya secara faktual yang paling banyak dikutip
dalam berbagai makalah, media, dan seminar adalah `demokrasi' ketimbang `Pancasila'. Orang yang paling sering mengutip `demokrasi' seakan-akan
lebih reformis, dan yang sering mengutip `Pancasila' seakan-akan agak
konservatif. Sehingga, terdapat kecenderungan lebih kuat secara sistemik
penanamannya di masyarakat nilai demokrasi ketimbang nilai Pancasila.
Sejalan
dengan pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila tidak boleh dikultuskan
apalagi dijadikan `agama', patut juga kita mengingatkan hal serupa agar jangan
sampai `demokrasi' juga dikultuskan. Jangan sampai demokrasi dianggap
seakan-akan menjadi agama baru bagi masyarakat Indonesia.
Banyak hal dalam demoktasi yang juga perlu kita semua pandang secara kritis.
Misalnya soal `kebebasan' sebagai nilai demokrasi yang tentunya berbeda dengan
`kebebasan' sebagai nilai Pancasila. Pancasila menempatkan kebebasan bukanlah
berarti bebas-sebebasnya.
`Persamaan'
sebagai nilai demokrasi juga bisa berbeda maknanya dengan makna `persamaan'
sebagai nilai Pancasila. Berikutnya, `keterbukaan' sebagai nilai Pancasila,
bukan berarti kita boleh secara terbuka menghinakan orang lain sesuka hati kita
di ruang publik. Peraturan daerah walau mendapat legitimasi dari rakyat daerah
setempat, semestinya tidak boleh mengancam Persatuan Indonesia (sila ketiga
Pancasila).
Dengan
demikian, nilai-nilai demokrasi harus disaring untuk selanjut nya diambil
saripatinya yang cocok bagi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Tidak
bisa demokrasi diterima begitu saja tanpa ada proses penyesuaian dengan konteks
Indonesia. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, mestinya kita bangga
memiliki Pancasila. Pancasila semestinya menjadi pedoman kita dalam mengelola
negara. Pancasila sebagai falsafah, jiwa, napas dan semangat bernegara dalam
setiap membentuk undang-undang, sehingga pembentukan peraturan perundang-undangan
harus mencerminkan dan di ilhami oleh nilai-nilai Pancasila. Proses pembuatan
berbagai aturan tidak semestinya dijalankan dengan asal mengadopsi nilai
demokrasi semata.
Pancasila
merupakan alat ukur dan pedoman yang memberi arah pembangunan demokrasi
Indonesia, bukan sebaliknya. Demokrasi yang hendak kita bangun adalah demokrasi
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa; Demokrasi yang berdasarkan kemanusian yang
adil dan beradab; Demokrasi yang memperkokoh persatuan Indonesia; Demokrasi
yang berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan; serta demokrasi yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena
itu, nilai Pancasila tidaklah setara dengan nilai demokrasi. Untuk Indonesia,
nilai Pancasila lebih utama ketimbang nilai demokrasi dan nilai demokrasi tidak
dapat menggantikan nilai Pancasila.
Akhirnya,
kita patut bersyukur karena pendiri bangsa ini telah mewariskan Pancasila,
sehingga kita semua tidak perlu memikirkan `jalan ketiga demokrasi' sebagaimana pemikiran Antoni Giddens. Karena, Indonesia telah memiliki Pancasila
sebagai jalan pertama dan jalan utama yang justru memberi arah demokrasi. Jadi,
kita boleh mempersilakan bangsa dan negara lainnya di dunia untuk juga belajar
demokrasi versi Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar