|
SUARA
KARYA, 12 Juni 2013
Reformasi di Indonesia yag sudah berlangsung 15 tahun silam
ternyata tidak dipandang sebagai semangkok berlian melainkan hanya dilihat
seperti sepiring daging. Kini, buah manis reformasi seperti liberalisasi
politik dan ekonomi selalu diperebutkan oleh elite politik untuk menggendutkan
perut bersama keluarga dan pejabat-pejabat bawahannya serta kolega-koleganya
saja. Akibatnya, perilaku serigala menjadi populer sehingga banyak rakyat
ikut-ikutan berlomba-lomba memilih rebutan sepiring daging dan menyampakkan
semangkok berlian.
Kini, bangku sekolah pun dipandang
bukan sebagai semangkok berlian melainkan sebagai sepiring daging yang
diperebutkan oleh anak-anak bangsa. Konkretnya, banyak anak ingin sekolah bukan
karena supaya berilmu tinggi melainkan supaya memperoleh ijazah untuk meraih
pangkat tinggi. Sebab, berilmu tinggi tidak menjamin seseorang bisa gendut,
sedangkan pangkat tinggi akan membuat seseorang menjadi gendut.
Sementara itu, makin banyak gelar
sarjana mangkrak seperti semangkok berlian di depan serigala. Konkretnya,
banyak sarjana Indonesia yang benar-benar berilmu tinggi kemudian mencari
pekerjaan sampai ke luar negeri. Sedangkan sumber daya alam Indonesia
dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan asing karena yang berkuasa lebih
memilih sepiring daging daripada semangkok berlian.
Layak dicemaskan, jika
liberalisasi kita telanjur dianggap seperti sepiring daging, sehingga banyak
orang pintar yang lebih suka bekerja dan tinggal di luar negeri, kalau di
negeri sendiri tidak bisa ikut mengeruk banyak kekayaan dengan halal karena
korupsi dan suap menyuap makin menjadi-jadi.
Jika tidak ada perubahan, bisa
jadi ke depan akan semakin banyak warga negara yang merasa pintar dan tidak
ikut-ikutan berperilaku seperti serigala tapi lebih memilih untuk meninggalkan
Indonesia, karena di negara-negara lain mereka lebih dihargai dan juga bisa
hidup aman dan nyaman serta terhormat.
Jika ada yang tetap berharap
reformasi di Indonesia bagaikan semangkok berlian, bisa jadi akan selalu
kecewa, karena semakin banyak warga negara yang berperilaku seperti serigala.
Di mata mereka yang sudah berperilaku
seperti serigala, semangkok berlian tidak akan dipedulikan karena tidak bisa
dimakan langsung untuk menggendutkan diri dan keluarganya meskipun mereka
mungkin mengerti bahwa semangkok berlian itu bisa menjadi aset besar untuk
membangun masa depan bangsa.
Dengan kata lain, mereka yang kini
berkuasa dan berperilaku seperti serigala mungkin merasa rugi jika tidak
memilih sepiring berlian yang bisa langsung dimakan, karena masa berkuasanya
dibatasi hanya 10 tahun saja. Dalam hal ini, mereka merasa percuma untuk
memikirkan masa depan bangsa yang bisa dibangun dengan modal semangkok berlian.
Contohnya, pilkada diselenggarakan
dengan menghabiskan banyak dana sehingga akibatnya banyak daerah tidak mampu
memperbanyak sekolah, bahkan banyak gedung sekolah dibiarkan roboh. Dalam hal
ini, demokrasi yang seharusnya menjadi modal pembangunan (terutama di daerah)
malah justru memiskinkan daerah.
Lebih gamblangnya, jika elite
politik di daerah-daerah berhasil menjadi kepala daerah, nyatanya tidak begitu
peduli berapa anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Mereka hanya sibuk
memperkaya diri agar mampu memperpanjang kekuasaan atau bahkan mewariskan
kekuasaan kepada anggota keluarganya.
Serba Impor
Kini, karena perilaku pemimpin
kita sudah meniru serigala maka kemudian lebih suka impor daging, beras, gula
dan bahan kebutuhan hidup lainnya daripada serius mengembangkan usaha
peternakan dan pertanian. Dalam hal ini, lahan yang luas yang seharusnya
menjadi seperti semangkok berlian semakin terabaikan. Keperluan sandang juga
harus diimpor, karena menanam kapas dan mengolahnya menjadi kain tak lagi
menjadi bagian kebudayaan bangsa, gara-gara tidak didukung penuh oleh kebijakan
pemerintah. Bahkan, harga bawang yang sempat melambung tampak sengaja
direkayasa untuk memaksa semua pihak agar bersedia mengamini program serba
impor yang hanya menguntungkan kalangan tertentu yang sudah berperilaku seperti
serigala.
Ke depan, serba impor bisa jadi
bakal lebih dipilih oleh jajaran pemimpin bangsa ini karena mereka ikut-ikutan
berperilaku seperti serigala. Dengan kata lain, semua hanya akan dihitung
untung ruginya secara langsung saja, meskipun sudah nyata-nyata akan semakin
memperlemah bangsa dan negara.
Gara-gara jajaran pemimpin
berperilaku seperti serigala yang lebih suka memilih sepiring daging daripada
semangkok berlian, makin banyak investor asing berdatangan menawarkan fee yang
menggiurkan untuk semakin leluasa menjajah kita.
Kini, makin banyak invertor asing
berdatangan mengincar semangkok berlian dalam bentuk proyek-proyek pembangunan
jalan tol, turisme, migas, waralaba, sampai dengan menguasai perdagangan air
minum kemasan dan berbagai keperluan dapur dan sumur semua keluarga.
Konkretnya, makin lama bangsa dan
negara kita merdeka bukan malah tambah kaya melainkan justru tambah miskin,
terbelit utang, dan semakin tidak mampu mandiri dalam banyak hal. Sementara
itu, hanya mereka yang berkuasa yang tambah gendut perut dan kantongnya karena
memang selalu berperilaku seperti serigala.
Tentu akan lebih memprihatinkan,
jika semangkok berlian dalam bentuk anggaran pendidikan dan kebudayaan yang
cukup besar juga akan dianggap seperti sepiring daging, yakni hanya dipandang
sebagai sesuatu yang bisa langsung dinikmati untuk menggendutkan perut dan
kantong pribadi kalangan pejabat yang berperilaku seperti serigala-serigala
yang rakus. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar