Tidak lama lagi, Ujian
Nasional (UN) akan di gelar serempak di seluruh penjuru Tanah Air. UN
tingkat SD/MI akan dilaksanakan tanggal 6-8 Mei 2013, SMP/MTs/SMPLB
(22-25 April 2013), SMA/MA (15-18 April 2013), dan SMK/SMALB (15-17 April
2013). Ada beberapa hal yang berbeda untuk UN tahun ini dibandingkan UN
tahun sebelumnya.
Bila tahun lalu, bobot soal
kategori mudah sebanyak 10%, sedang (80%), dan sulit (10%), tahun ini
bobot soal sulit ditambah lagi 10%. Dengan demikian, komposisi bobot soal
mudah pada UN 2013 sebanyak 10%, sedang (70%) dan sulit (20%).
Selain itu, ada juga
penambahan variasi soalnya. Jika UN sebelumnya terdiri atas 5 paket soal
maka UN tahun ini terdiri dari 20 paket soal. Perubahan-perubahan
tersebut, menurut pemerintah, sebagai cara untuk meningkatkan kualitas
UN. Namun, dari pandangan siswa, bisa saja dianggap sebagai upaya untuk
mempersulit siswa lulus UN.
Tetapi, bagaimanapun UN
merupakan momen yang sangat penting bagi seluruh komponen pendidikan,
baik bagi siswa, sekolah, dinas pendidikan, pemerintah, maupun orangtua
siswa. Tak heran, jika seluruh komponen pendidikan berjibaku untuk
melaksanakannya. Jika kita lihat sepintas, UN akan menggambarkan secara
umum bagaimana kualitas akal (kognitif) siswa dari nilai-nilai kelulusan
siswa. Banyaknya siswa yang tidak lulus menjadi momok yang sangat
menakutkan bagi seluruh komponen pendidikan. Sebaliknya, kelulusan sempurna
menjadi kebanggaan atau malah dianggap merupakan pencapaian sempurna
dalam dunia pendidikan.
Tujuan pendidikan nasional
adalah untuk mencerdaskan bangsa. Cerdas berarti berkemampuan secara akal
dan budi. Jika siswa mendapat nilai tinggi ketika UN, artinya cerdas
secara akal. Pertanyaannya, apakah siswa tersebut cerdas secara budi
(tabiat, akhlak dan watak)?
Jika UN dilakukan dengan
budi yang baik berarti pendidikan kita sedang mengarah kepada tujuan yang
kita idam-idamkan. Namun, jika tidak, maka kemungkinan besar secara akal
juga belum baik, berarti pendidikan sedang berjalan menjauh dari tujuan
pendidikan nasional. Pendidikan malah akan menghasilkan generasi yang
rusak secara akal maupun akhlak. Imbasnya, persoalan bangsa akan semakin
kompleks dan sistemik.
Sebenarnya UN juga bisa
menjadi tolak ukur untuk melihat kecerdasan siswa secara budi (akhlak).
Ketika seorang siswa giat belajar, melatih diri untuk taat mengerjakan
soal-soal, mengikuti try out,
serta mempersiapkan mental dengan baik hingga tumbuh rasa percaya diri
dan tidak curang saat mengikuti UN, maka siswa tersebut sudah mengalami
perkembangan menuju cerdas secara budi. Dengan demikian, tak jadi
persoalan apabila UN dilaksanakan.
Masalahnya, kualitas siswa
beserta komponen pendidikan lainnya hingga kini belum sampai kepada tahap
berani tidak lulus demi kejujuran. Alhasil, polemik UN sebagai standar
kelulusan siswa tak pernah selesai. Memang, selalu saja ada pihak yang
melihat UN baik untuk dilaksanakan dan ada juga yang menilai UN akan merusak
moral siswa.
UN seharusnya tidak sekadar
mengukur kecerdasan secara akal, namun juga secara budi. Ini karena akal
dan budi adalah kesatuan yang utuh menuju manusia cerdas sehingga kelak
tidak perlu repot-repot memperbaiki moral bangsa. Dhus, kecurangan-kecurangan
dalam pelaksanaan UN pun dapat dienyahkan.
Dalam UN, integritas sekolah
dipertaruhkan. Kelulusan siswa dijadikan satu-satunya instrumen untuk
mengukur kualitas sekolah. Akibatnya, sekolah yang tingkat kelulusannya
tinggi (sempurna) menjadi pilihan masyarakat, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, kita tidak bisa menutup mata bahwa konsekuensi seperti
itu mengakibatkan sekolah 'gelap mata' sehingga nekad mengusahakan
kelulusan siswanya dengan melakukan kecurangan. Padahal, sekolah juga
merupakan tempat pendidikan budi pekerti siswa.
Seharusnya sekolah tidak
perlu mempertaruhkan integritasnya ketika UN dilaksanakan sebab sekolah
yang menjunjung tinggi kejujuran tentu tidak lagi mempersoalkan apakah
perlu dilakukan kecurangan agar tingkat kelulusannya tinggi. Sekolah
cukup melakukan segala usaha untuk mempersiapkan siswanya dalam
menghadapi UN secara jujur.
Oleh karena itu, integritas
sekolah tidak ditentukan oleh UN yang dilaksanakan hanya sesaat sehingga
tingkat kelulusan siswa tidak berada di atas integritas sekolah. Kita
saksikan saja bagaimana sekolah-sekolah yang telah kita kenal memiliki
integritas tinggi pasti akan mempersiapkan siswanya dengan serius.
Sekolah-sekolah tersebut memiliki rencana yang jelas untuk mempersiapkan
siswanya bukan dengan persiapan yang bersifat dadakan, apalagi persiapan
mencari bocoran soal dari segala sumber.
Bagaimanapun pentingnya UN
bagi sekolah, sangat diperlukan kesiapan sekolah untuk meningkatkan
kemampuan siswanya dalam menghadapi UN. Sangat disayangkan jika hanya
karena UN, ada banyak sekolah yang nekad melakukan kecurangan untuk
memperjuangkan siswanya agar lulus.
Perlu kita sadari bahwa UN
bukan sebatas cerita beberapa hari dan kesenangan beberapa saat, tapi
yakinlah bahwa siswa-siswi yang pernah mengikuti UN akan selalu bercerita
bagaimana UN dilaksanakan di sekolahnya dulu. Jika beberapa saat
menjelang atau setelah UN tidak terdengar tentang keburukan sekolah dalam
melaksanakan UN, namun tahun-tahun berikutnya akan ada banyak cerita
bahwa sebenarnya ada banyak sekolah yang tidak berintegritas dalam
melaksanakan UN. Alhasil, di mata siswa sekolah tersebut tetap saja
sebagai sekolah yang tidak berintegritas sampai kapan pun.
Akankah sekolah akan
menerima tantangan untuk berintegritas dalam melaksanakan UN? Semoga kita
menyadari betapa pentingnya integritas hari ini untuk perbaikan
akhlak/moral di waktu yang akan datang. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar